Diprotes Gunakan Angciu & Minyak Babi, Jawaban Solaria Dinilai Arogan

solaria-2-jpeg.imageSALAM-ONLINE: Inilah kisah dosen akuntansi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Tjiptohadi Sawarjuwono,  PhD tentang restoran Solaria yang tidak memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Prof  Tjiptohadi  mengungkap tentang arogansi Solaria melalui pesan elektronik yang diterima arrahmah.com Ahad (25/8/2013).

“Ada kerabat yang mau beli franchise Solaria. Tapi ketika mau bikin kontrak perjanjian, ternyata pihak pemilik franchise mewajibkan penggunaan angciu (arak) dan minyak babi dalam beberapa masakan,” ujarnya.

Hal itu dikomentari oleh teman saya yang ikut saat mau bikin kontrak perjanjian. “Lho, itu kan haram?” protesnya.

Tapi, kata Prof Tjiptohadi, jawaban pemilik franchise sungguh arogan dan mencengangkan. Menurut pemilik franchise, Solaria mewajibkan menunya menggunakan minyak babi dan angciu.

”Di sini (Solaria-red) wajib pakai itu. Lagian kita gak pakai label halal kok. Kalau gak mau ya sudah,” ujar pihak Solaria sebagaimana diungkap Prof Tjiptohadi.

Sementara PT Sinar Solaria selaku perusahaan yang membawahi restoran ini membantah hal tersebut.

“Isu yang berkembang itu tidak benar. Minyak-minyak kami memakai brand-brand halal. Semua makanan kami halal,” kata Operational Manager Solaria, Dedy Nugrahadi, Jum’at (2/8/2013), seperti dikutip dari laman Tempo.

Namun ia membenarkan bahwa sampai saat ini perusahaan belum mempunyai sertifikasi halal dari MUI.

Saat ini perusahaan sedang mengumpulkan sertifikat-sertifikat dari para supplier. “Supplier kita kan banyak, kita sedang kumpulkan sertifikatnya sebagai syarat mengurus ke MUI,” katanya.

Majelis Ulama Indonesia melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membenarkan restoran Solaria belum mengantongi sertifikat halal.

“Maka, bersama ini disampaikan bahwa MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia belum pernah melakukan pemeriksaan atas produk makanan/minuman dan atau mengeluarkan sertifikat halal untuk restoran Solaria di mana pun,” tulis MUI di situs resminya

Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, apakah pemilik bisnis Solaria salah? Yang salah utamanya adalah bila ada pebisnis Muslim yang tutup mata dan tetap mengambil bisnis ini. Lebih salah lagi adalah para Muslim yang sudah tahu info ini tetapi juga tutup mata dan makan di sana.

Baca Juga

Karena itu, informasi ini hendaknya tidak untuk diri sendiri. Kabarkan kepada saudara Muslim di seluruh Nusantara dan Internasional akan haramnya Solaria.

Dalam hubungan itu, ada sebuah kisah nyata. Dikisahkan ada seorang ustadz senior dari Indonesia duduk di rumah makan di negara Singapura. Dia kemudian didatangi oleh pelayan rumah makan tersebut. Melihat jenggot panjang tamunya, pelayan menyapa, “Apakah bapak Muslim?” tanya pelayan kepada tamunya.

“Ya, saya Muslim,” jawab ustadz.

“Maaf, di sini restoran pakai babi. Bapak sebaiknya makan di restoran sebelah yang halal 100%,” saran si pelayan.

“Terima kasih,” jawab ustadz  yang kemudian berdiri dan pindah ke restoran sebelah.

Kembali ke negeri kita. Meski Muslim di negeri ini mayoritas, tetap tidak bisa memaksa pihak pengusaha rumah makan harus memakai label halal dan atau harus seperti yang kaum Muslimin inginkan.

Umat Islam sendiri yang harus mawas diri, saling menasihati, mana halal dan mana haram (juga meragukan karena bercampur antara yang halal dengan yang haram) sebagai tanda kedewasaan keimanan kita.

Sementara itu untuk para pengusaha restoran yang menggunakan barang-barang yang haram dalam pandangan Islam, hendaklah mencantumkan label mengandung babi atau mengandung arak dan seterusnya pada rumah makannya.

Sekiranya imbauan ini tidak diindahkan, maka umat Islam melalui elemen ormas-ormas yang ada akan bertindak. Apa tindakannya? Yakni dengan memberi label yang sangat besar dan menempelkanya di tempat usaha yang haram tersebut dengan label mengandung babi atau angciu atau lainnya yang mengharamkan. Hal ini untuk menyelamatkan kaum Muslimin dari mengonsumsi makanan haram.

Karena itu, untuk menjaga dari masuknya makanan yang mengandung minyak babi, arak angciu, dan yang sejenis, umat Islam seyogianya tidak mendatangi rumah makan yang diduga menggunakan kandungan haram tersebut, tidak pula duduk, apalagi makan dan minum di sana! (arrahmah.com)

salam-online

Baca Juga