Daftar Pihak-pihak yang Gigit Dua Jari jika Kepala Daerah Dipilih DPRD

Pilkada-2-jpeg.imageJAKARTA (SALAM-ONLINE): Penolak Pilkada lewat DPRD merilis pihak-pihak mana saja yang beruntung karena adanya perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dari sebelumnya oleh rakyat secara langsung itu.

Sementara itu, pendukung kepala daerah dipilih DPRD juga membeberkan siapa saja yang akan rugi alias gigit dua jari jika gubernur, bupati, dan walikota tidak lagi ditentukan rakyat.

Berikut daftarnya, seperti dirilis RMOL, Sabtu (27/9) dari Presiden Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Jusuf Rizal lewat broadcast BlackBerry Messenger (BBM).

Pertama, media. Pendapatan iklan dari calon pengiklan/calon gubernur, walikota dan bupati akan menurun drastis.

Kedua, berita. Sumber berita juga hilang karena kekacauan kampanye nggak ramai lagi.

Ketiga, buzzer. Perusahaan buzzer social media mulai kehilangan pelanggan. Rekayasa pencitraan minimal.

Keempat, pengamat politik. Akan mengecilkan penghasilan pengamat politik dan mengurangi kesempatan sebagai public figure.

Kelima, konsultan politik. Konsultan politik tidak laku karena partai politik yang menentukan calon kepala daerah.

Keenam, lembaga survey-quick count akan gulung tikar karena hanya dapat pekerjaan 5 tahun sekali di pilpres dan pileg saja.

Ketujuh, KPU-Bawaslu akan kehilangan sumber pendapatan utama dan hanya bekerja 5 tahun sekali (jual beli suara stop).

Kedalapan, MK hanya bekerja untuk mengevaluasi konstitusi yang minim biaya operasi (suap macam Akil Mochtar akan hilang).

Kesembilan, incumbent: Tak ada jaminan terpilih lagi karena pengerahan bansos nggak akan berpengaruh pada keterpilihan kembali.

Baca Juga

Kesepuluh, KPK. Korupsi relatif berkurang akibat pemilihan kepala daerah yang selektif.

Kesebelas, polisi. Anggaran pengamanan pemilu jadi hilang (Rp 25-100 miliar untuk provinsi dan Rp  5-25 miliar untuk kabupaten/kota).

Keduabelas, artis. Ini akan mempersulit artis tampil sebagai politisi, politik pencitraan bubar.

Ketigabelas, jasa pengerah massa. Pengangguran politik bertambah akibat tidak ada order aksi karena tak ada kampanye.

Keempatbelas, jasa pembuatan spanduk akan bangkrut akibat minim order.

Kelimabelas, politisi karbitan yang tidak mau berdarah-darah berjuang dari bawah. Mereka hanya instan modal sponsor besar bayar media.

Keenambelas, rakyat penikmat money politics. Karena tak ada pilkada langsung, tak ada jual beli suara.

Ketujuhbelas, partai gurem. Tidak bisa jual partai untuk kendaraan politik politisi karbitan.

Kedelapanbelas, anomali-anomali sesat pencitraan ala “mendadak esemka” tak akan terjadi lagi.

Kesembilanbelas, para hakim MK yang biasa bermain kasus sengketa pilkada sekarang gigit jari. (RMOL)

salam-online

Baca Juga