Pesta Pasca ‘Pelantikan’: Euforia dan ‘Mental’nya ‘Revolusi Mental’

Jokowi-pesta di monas-1-jpeg.image
Jokowi di Monas

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Hura-hura, dan euforia yang bahkan disebut Republika Online bak ‘Dugem’ di malam hari itu, membuat pesta menyambut Joko Widodo sebagai presiden tersebut menuai kritikan.

Konser Tiga Jari hingga malam hari dalam rangkaian acara Perayaan ‘Pelantikan’ Presiden menjadi salah satu acara utama untuk menghidupkan euforia kegembiraan masyarakat.

Sekitar pukul 22.00 penampilan Arkarna, musisi asal Inggris mengguncang panggung. Konser pun berubah bak Dugem di malam hari.

Diiringi DJ dan padu-padan gemerlap lampu menambah semangat peserta konser untuk berjoget. Lampu berkedap-kedip dengan suara musik yang sangat kencang membuat semua orang semakin bersemangat.

Republika Online, Selasa (21/10) menulis, “Beda saat SBY dulu setelah dilantik sebagai Presiden RI, langsung bekerja menyiapkan strategi dan program kerja, Jokowi setelah dilantik langsung pesta.”

Sejumlah 112.500 porsi bakso dan mie ayam, ketoprak 7.000 porsi, siomay 5.000 porsi, nasi bungkus 25.000 porsi, minuman sebanyak 702.800 botol dan makanan ringan sebanyak 743.600 bungkus.

Belum lagi penampilan-penampilan “artis”, baik dari dalam maupun luar negeri. Semua ini dinilai sebagai sesuatu yang berlebihan.

Hari pertama usai pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diisi dengan acara besar berupa Pawai Rakyat. Konser pun digelar hingga malam. Layaknya di negeri dongeng Perayaan Presiden dilaksanakan hampir sehari semalam.

Megahnya acara ini membuat warga bertanya-tanya, mengapa hura-hura di hari pertama. Rohman (60) salah seorang warga Petamburan Jakarta Pusat mengatakan, “Ini kan baru hari pertama, untuk apa hura-hura.”

Beberapa warga pun menyayangkan perhelatan akbar ini. Mereka menilai, mestinya sejumlah dana yang digunakan untuk rangkaian acara ‘pelantikan’ dapat digunakan untuk kepentingan rakyat lainnya.

“Hari pertama sudah bikin pesta besar. Belum juga kerja,” ungkap Oci (23) salah seorang warga Bandung. Begitupun dengan Safitri (28) yang lebih memilih tidak mengikuti pesta Jokowi.

Baca Juga

“Maaf saya tidak ikut pesta di Monas. Bukan tidak suka pada Presiden baru. Tapi untuk apa saya ikut pesta, toh Jokowi saja belum memperlihatkan kinerjanya,” tutur Fitri.

Ia sangat berharap agar ke depannya Jokowi-JK bisa menunjukkan performa yang baik untuk membangun Indonesia.

Sementara itu dilaporkan, banyak masyarakat yang datang ke Monas yang masih buang sampah sembarangan di tengah Konser bagi Presiden Joko Widodo, sang pengusung Revolusi Mental.

Pantauan Republika, Monas mulai ramai dipenuhi warga sejak pukul 16.00, Senin (20/10). Banyak yang sengaja berjalan kaki demi menghadiri pidato “kerakyatan” Presiden Joko Widodo.

Alhasil, lalu lintas sekitar Monas menjadi macet luar biasa. Kendaraan hampir tak bergerak di seputar stasiun Gambir. Kondisi diperparah dengan banyaknya sepeda motor yang parkir di trotoar.

Disayangkan pula, acara besar ini membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Karena ulah peserta konser yang tidak bertanggungjawab, beberapa area hijau monas pun rusak.

“Padahal kalau mereka mengerti revolusi mental, harusnya bisa tertib,” kata salah seorang pengunjung dari Tangerang, Luna, Senin (20/10).

Anis Matta pun menyayangkan aktivitas tersebut. Ia mempertanyakan makna di balik semua rangkaian acara Perayaan ‘Pelantikan’. “Apa makna di balik semua ini?’ katanya. Hal ini pun sejalan dengan puisi yang disampaikan Taufiq Ismail, “Bukan Indonesia Hebat yang didapat, tapi Indonesia Laknat”.

‘Revolusi Mental’ pun ‘mental’ (menjauh) sendiri dikalahkan oleh euforia, hura-hura dan sikap serta perilaku buruk saat pesta digelar.

Sumber: Republika Online

Baca Juga