Polisi Prancis Interogasi Bocah 8 Tahun karena Menolak Hormat untuk Charlie Hebdo

Prancis-Polisi Prancis interogasi Ahmed-8 tahun-1-jpeg.imagePARIS (SALAM-ONLINE): Ini masih terkait dengan Charlie Hebdo, mingguan penista Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terbitan Paris, Prancis.

Lantaran itu seorang bocah berumur 8 tahun di Prancis diiinterogasi polisi pada Rabu (28/1) karena menolak mengheningkan cipta (berdoa dan hormat) terhadap para pelaku penista Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tewas dalam serangan mematikan pada 7 Januari lalu itu.

Organisasi Kolektif Melawan Islamofobia di Prancis (CCIF), seperti dikutip Islamonline.com,Kamis (29/1) mengatakan, ayah dan anak tersebut sangat terkejut dengan panggilan interogasi itu.

Ahmed, 8 tahun, menceritakan ia dilecehkan secara psikologis. Guru dan kepala sekolahnya menuding Ahmed bersimpati kepada pelaku penyerangan di kantor mingguan Charlie Hebdo itu.

Ketika gurunya bertanya, “Apakah kamu Charlie?” Ahmed menjawab, “Je suis Ahmed” (Saya Ahmed).

Mendengar jawaban Ahmed, guru dan kepala sekolahnya marah. Kepala sekolah tersebut kemudian mengambil insulin dari Ahmed yang tengah menderita diabetes itu. Selanjutnya sang kepala sekolah langsung melaporkan Ahmed dan keluarganya kepada polisi Nice St Augustin. Ahmed dan Ayahnya sempat ditahan sekitar 2 jam untuk dimintai keterangan yang berhubungan dengan “terorisme” pada Rabu (28/1), setelah itu mereka dibebaskan.

Dalam interogasi, Ahmed dan ayahnya ditanyai seputar “terorisme”, namun keduanya mengatakan tak tahu.

Baca Juga

Setelah interogasi itu, orang tua Ahmed mengatakan anaknya sangat tertekan dengan peristiwa serangan di Charlie Hebdo dan mengalami trauma jika berangkat ke sekolahnya.

“Dia sangat trauma, sekarang menderita sulit tidur, mengalami gangguan psikologis dan perubahan tingkah laku,” demikian diungkap oleh CCIF dalam rilisnya.

“Kami mempertanyakan, bagaimana mungkin anak berusia 8 tahun (dituduh) mengerti ide-ide yang mereka sebut radikal,” tambahnya. “Jelas, anak itu tidak mengerti apa yang ia katakan.”

Menurut CCIF, ayah dan sang anak menolak disebut “teroris”. Mereka menegaskan bahwa mereka adalah Muslim, bukan “teroris”.

CCIF juga meminta guru dan polisi untuk bertanggungjawab terhadap kondisi Ahmed yang saat ini mengalami guncangan dan tidak stabil.

CCIF mengungkap, kondisi umat Islam di Eropa saat ini sedang megalami tekanan setelah peristiwa serangan maut itu. Ada lebih dari seratus insiden Islamofobia yang terjadi di Eropa setelah serangan mematikan terhadap penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. (Islamonline/salam-online)

Baca Juga