Pidato Jokowi di KAA Bertolak Belakang dengan ‘Kebijakan’ Pemerintahannya

Arief Poyuono-4-jpeg.image
Arief Poyuono

SALAM-ONLINE: Pidato Presiden Joko Widodo saat pembukaan Konferensi Asia Afrika menuai pujian banyak kalangan. Selain menyentuh sejumlah permasalahan, Jokowi juga banyak menyingung sikap dan tindak tanduk  negara-negara maju dan organisasi perkumpulan negara di dunia terhadap bangsa bangsa Asia-Afrika yang belum mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi seperti Indonesia.

Misalnya, pernyataan Jokowi soal ketimpangan dan ketidakadilan global. Yaitu, negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia menghabiskan 70 persen sumber daya bumi; ratusan orang di belahan bumi sebelah utara menikmati hidup super kaya, sementara 1,2 miliar penduduk dunia di sebelah selatan tidak berdaya dan berpenghasilan kurang dari 2 dolar per hari.

Namun Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono justru menilai pidato Jokowi itu hanya sebuah retorika usang yang bertolak belakang dengan kebijakan pemerintahannya. Sebab Jokowi sendiri sebagai kepala pemerintahan justru dalam kebijakannya mengundang korporasi-korporasi asing untuk mengeruk kekayaan sumber daya alam di Indonesia.

“Jokowi bahkan mengabaikan UU Minerba yang melarang eksport hasil tambang konsetrat dan memberikan izin eksport hasil tambang konsetrat kepada Freeport dan Newmont sebagai representative dari negara-negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia, yang telah menghabiskan 70 persen sumber daya bumi,” ungkap Arief dalam siaran persnya, Jumat (24/4).

Begitu juga jika disimak isi pidato Jokowi soal kesejahteraan. Ketika Jokowi menyinggung ketidakadilan dari sisi penghasilan masyarakat, itu juga hanya retorika kosong tanpa ada kebijakan untuk mengubah rezim upah murah bagi buruh di Indonesia yang diciptakan oleh Konsensus IMF ketika membantu Indonesia saat krisis 1997.

Arief Poyuono juga menyoroti kritik Jokowi terhadap organisasi-oraganisasi keuangan dunia seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB). Saat itu Jokowi mengatakan, pandangan yang menyebut bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF dan ADB adalah pandangan yang usang yang perlu dibuang.

Baca Juga

Menurut Arief, pidato tersebut juga bualan di siang bolong. Sebab tidak sesuai dengan kebijakan ekonomi Jokowi yang banyak menuruti kemauan Bank Dunia akibat utang Indonesia yang ada di Bank Dunia serta tidak akan dikucurkannya bantuan Bank Dunia jika tidak menaikkan harga BBM dan menghapus subsidi BBM yang berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat dan penghasilan masyarakat,  serta meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia

“Jokowi sepertinya tidak mengerti betul tentang makna pidatonya yang meyinggung peran ADB, IMF dan World Bank dalam mempengaruhi perekonomian negara yang dipimpinnya,” ungkapnya.

Sebab jika Jokowi tak butuh ADB, IMF dan World Bank, tapi kenapa postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, pemerintah mengalokasikan pembiayaan program yang berasal dari WB dan ADB sebesar Rp 7,14 triliun untuk pembenahan program subsidi bahan bakar minyak (BBM) bermekanisme tetap.

Sumber: RMOL.CO

salam-online

Baca Juga