Ketika DPR/MPR Diduduki pada 1998, Apa Itu Disebut Makar?

Taufan Putra Revolusi

OLEH: TAUFAN PUTRA REVOLUSI

(Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)

SALAM-ONLINE: Akhir-akhir ini ‘Makar’ menjadi trending topic setelah beberapa tokoh masyarakat dan aktivis senior ditangkap bertepatan dengan Aksi 212. Dituding Makar, dan sebagian lain katanya melanggar UU ITE.

Aktivis senior seperti Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Rizal Kobar, musisi Ahmad Dhani, sampai anak proklamator RI Rachmawati Soekarnoputri ditangkap di daerah berbeda dan langsung ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Ironis, dugaan Makar dan pelanggaran UU ITE, langsung ditahan. Sementara tersangka penistaaan agama masih bebas, pengemplang BLBI dan otak intelektual Century masih misteri.

Makar diatur dalam KUHP, pasal 104, 106 dan 107. Dalam KUHP makar berarti upaya jahat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah ataupun upaya untuk mengambil alih suatu wilayah, serta memisahkan diri dari NKRI. Pelakunya bisa dihukum seumur hidup.

Namun tak ada yang bisa menjelaskan apa dasarnya sehingga yang akan dilakukan oleh para aktivis senior ataupun tokoh masyarakat seperti Rachmawati Soekarnoputri disebut sebagai Makar atau pemufakatan jahat.

Sikap yang sama yang kami sampaikan di saat konferensi pers, bahwa tak ada indikasi Makar di Republik ini. Termasuk tuduhan terhadap Tokoh-tokoh dan aktivis senior yang ditahan. Nasionalisme mereka tak diragukan lagi. Tak ada pasukan khusus yang dilatih mengangkat senjata, berperang melawan TNI untuk menggulingkan kekuasaan yang sah. Atau merebut sebagian wilayah di RI. Senjata yang dimiliki hanyalah semangat dan senjata ilmu, dengan tujuan Revolusi Konstitusional dan strategi gerakan yang konstitusional, dengan mendatangi DPR/MPR.

Reformasi 1998, saat Mahasiswa menduduki DPR/MPR untuk memprotes rezim Orde Baru (Orba), apa itu disebut Makar? Apa hasil reformasi hari ini adalah hasil Makar? Penangkapan dan penahanan terhadap aktivis dan tokoh masyarakat yang bertepatan dengan Aksi 212, adalah bentuk baru Orba atau neo-Orba. Pemerintah menegaskan diri sebagai institusi yang anti kritik.

Baca Juga

Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) yang bercita-cita kembali ke UUD 1945 yang asli, adalah gerakan yang mulia. Lepas dari pro dan kontra serta mungkin butuh diskusi panjang jika Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dapat disimpulkan bahwa gerakan selamatkan NKRI mengandung spirit perubahan, akumulasi kekecewaan akibat liberalisasi di segala lini, menggunakan regulasi dan kebijakan pemerintah untuk memuluskan agenda-agenda neoliberal di republik ini. Pemerintah hanya menjadi sekuriti, satpam, untuk kepentingan para pemilik modal, baik asing ataupun kapitalis dalam negeri. Indonesia semakin kehilangan kedaulatannya.

Makar secara istilah adalah penggulingan pemerintahan atau kekuasaan. Namun jika dipahami secara utuh, Makar telah terjadi di Indonesia sejak lama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Makar adalah akal busuk, tipu muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang dan sebagainya, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah. Pemufakatan jahat dapat diartikan sebagai Makar.

Maka, upaya untuk membajak demokrasi, dapat dikatakan sebagai makar terhadap kedaulatan rakyat. Demokrasi di Indonesia bukan berdasarkan atas kedaulatan rakyat, tapi berdasarkan kekuatan uang. Demokrasi dibajak pemilik modal. Demokrasi di Indonesia sangat liberal, bahkan lebih liberal daripada negara-negara barat, nenek moyangnya demokrasi itu sendiri. Namun Demokrasi Indonesia juga hanya berkutat pada prosedural semata, kehilangan nilai substansial. Egalite, Fraternite, dan Liberti, masih sebatas mimpi.

Demokrasi di bangsa ini, dinikmati oleh orang-orang yang tidak paham tentang demokrasi itu sendiri. Sementara orang-orang yang demokratis terpinggirkan. “Demokrasi tanpa kaum Demokrat,” kata Fazlur Rahman dalam bukunya.

Selanjutnya, pemufakatan jahat untuk menguasai ekonomi bangsa juga bisa dikatakan makar ekonomi. Kekuasaan ekonomi yang seharusnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, diambil alih oleh para corporate capitalist dan state capitalist.

Bumi air dan kekayaan alam di Indonesia, untuk kepentingan sebagian kecil kelompok saja, jembatan dari negara-negara adidaya untuk memenuhi dapur pendapatan negara-negara asing. Sementara rakyat Indonesia jadi kuli di negeri sendiri. Sebut saja Migas, yang hampir 90% dikuasai asing. Bahkan air diprivatisasi. Produksi air bersih yang dikelola pemerintah, jauh di bawah produksi air kemasan yang dikuasai kapitalis asing.

Kondisi ini juga tidak diimbangi dengan industrialisasi. Tidak ada brands produk RI yang mampu bersaing di pasar global. Benar, kata Menteri/Ketua BAPPENAS, Bambang Brodjonegoro, bahwa kondisi ekonomi Indonesia hari ini, sama dengan kondisi bangsa Indonesia di zaman penjajahan.

Karena itu, daripada menghabiskan energi menangkap dan menahan para aktivis dan tokoh masyarakat yang kritis ini dengan tudingan Makar dan pemufakatan jahat yang tak berdasar, lebih baik pemerintah mengantisipasi bahkan melawan Makar ekonomi dan politik yang dilakukan oleh para neo-imperialis dan neo-kolonialis. Jika tidak, maka hanya ada dua kemungkinan, pertama Nasionalisme pemerintah RI lemah. Kedua, bagian dari pelaku pemufakatan jahat atau Makar ekonomi dan politik di Bangsa Indonesia. Wallahu a’lam bis-shawab.

Baca Juga