Bahaya Tafsir Ala Kaum Anti Ulama dan Anti Otoritas

Ulama adalah para pewaris Nabi SAW, merekalah yang menjadi sandaran dan rujukan atas seluruh perkara-perkara agama. Agama akan tegak dan umat akan tetap lurus selama ulama tetap eksis. Hilangnya ulama berarti hilangnya ilmu yang berarti kebodohan akan menjalar pada umat. Inilah yang disadari oleh musuh-musuh Islam dari kalangan orientalis. Oleh karena itu mereka berusaha menghancurkan tradisi Islam dan pusaka para ulama. Dengan menghilangkan kepercayaan umat terhadap para ulama dan memutus umat dari pusaka Islam yang berharga. Mereka menginginkan umat menjadi sesat dan rambu-rambu agama menjadi hilang. Karena setelah putusnya umat dari ulama yang luhur, mereka akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang menyesatkan. Oleh karena itu mereka (musuh-musuh) telah menempuh segala cara untuk menjatuhkan martabat para ulama dan merendahkan karya-karyanya seperti dengan menuduhnya berpikiran picik, terbelakang, dipenuhi dengan dongeng-dongeng, utopia, tidak realistis dan lain-lain.

Kaum sekular menuduh bahwa turats Islami (tradisi warisan para ulama) sama sekali tidak bernilai bahkan dianggap terbelakang. Menggunakan turats Islami adalah suatu pemasungan terhadap akal. Oleh karena itu mereka menolak kaidah-kaidah atau manhaj apapun yang diletakkan oleh para ulama salaf. Mereka tidak menjelaskan apapun alasan penolakan, ataupun memaparkan kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan yang menyebabkan manhaj tersebut tidak layak menurut pandangan mereka.

Setelah memfitnah dengan tuduhan-tuduhan keji yang tidak berdasar dan mencampakkan warisan luhur para ulama berupa tradisi turun temurun dalam penafsiran al Quran, kaum sekular menawarkan kepada kaum muslimin suatu metode yang asing dalam penafsiran al Quran. Metode yang mereka tawarkan sebenarnya lebih tepat dikatakan suatu metode tanpa metode. Dikatakan demikian karena karena metode ini hanya bersandarkan pada kaidah-kaidah filsafat matrealisme Barat yang sama sekali tidak ada petunjuknya baik dari Al Quran maupun as Sunnah. Metode ini mustahil bisa digolongkan ke dalam manhaj tafsir atau bermitra dengan tafsir dalam memahami al Quran, karena sama sekali tidak ada karakteristik yang harus ada dalam sebuah penafsiran.

Ciri-Ciri Tafsir Kaum Sekuler

Diantara ciri yang menonjol dalam tafsir al Quran versi kaum sekuler adalah memilih-milih ayat, mereka tidak mengkaji ayat-demi ayat dari awal sampai akhir akan tetapi memilih ayat atau surah yang berbeda-beda yang saling berkait untuk dijadikan objek pembahasan. Ketika memilih ayat-ayat pun mereka tidak melakukannya secara spontan akan tetapi mereka memilih ayat yang dianggap mendukung pemandangan mereka akan syarat-syarat bagi kemajuan sosial politik dan peradaban.

Memberikan kebebasan kepada kaum wanita dianggap syarat yang bagi kemajuan umat menurut Qosim Amin, menggantikan nalar metafisis dengan nalar ilmiyah dianggap sebagai syarat kebangkitan menurut Ismail Madzhar, mengadopsi prinsip kebebebasan dan pengorbanan menurut Lutfi Sayyid adalah jalan menuju kemajuan, reformasi pendidikan dan politik berdasarkan kaidah kesatuan peradaban manusia adalah cara agar sampai kepada peradaban Eropa menurut Toha Husein dan pemikiran Daulah Khilafah dan bahwasannya di dalam Islam tidak ada aturan bernegara adalah syarat untuk mengadopsi undang -undang Barat dalam bidang politik dan administrasi Negara menurut Ali Abdul Rozak dan Kholid Muhamad Kholid.

Di atas adalah pemikiran para kaum sekuler terdahulu. Adapun arus pemikiran sekular modern juga sama dalam hal memilah-milah ayat al Quran akan tetapi mereka tidak mengusung suatu konsep yang dibela, pemikiran mereka seputar hal-hal berikut : a. banyak berbicara tentang berbagai hal (hijab, warisan, khilafah dan undang-undang) b. perhatian yang besar dalam menyerang pokok-pokok ajaran Islam, karena mereka memahami menghancurkan pokok-pokok ajaran agama adalah cara yang paling efektif dan cepat untuk menghancurkan permasalahan-permasalahan cabang (fur’u) dalam sekali waktu sebagai ganti memperbicangkan permasalahan-permasalahn furu’.

Tidak adanya suatu penafsiran al Quran yang lengkap dari kaum sekuler bisa jadi karena mereka tidak ada yang mempunyai kapabilitas ilmiyah yang cukup untuk suatu pekerjaan yang besar ini, disamping tidak akan mendukung tujuan mereka, bahkan mereka dihadapkan pada suatu ayat yang tidak bisa ditakwil demi mendukung kepentingan pemikiran sekular mereka sehingga malah menunjukkan kebatilannya.

Generasi awal para pengusung ideologi sekuler bertarung sengit dalam menanamkan keragu-raguan dan mementahkan keabsahan dan validitas al Quran dan as Sunnah. Dengan hanya menyebut beberapa permasalahan secara otomatis akan menyertakan para pengusungnya. Seperti permasalahan pembebasan wanita pengusungnya adalah Qosim Amin. Permasalahan khilafah, politik dan undang-undang pengusungnya adalah Ali Abdul Rozak dan Kolid Muhammad Kholid. Permasalahan kebangkitan sosial, ekonomi atas dasar maslahat individu pengusungnya adalah Lutfi Sayyid. Permasalahan perubahan landasan berpikir sosial dan keagamaan pengusungnya adalah Toha Husen kemudian Muhammad Ahmad Kholfulloh. Mereka dipandang sebagai generasi penyebar pemikiran sekular. Para ulama teguh menghadapi mereka dengan melancarkan perang sengit. Banyak makalah-makalah dan buku-buku yang membantah pemikiran mereka. Fatwa-fatwa keluar kadang-kadang menyatakan kekufuran dan kadang-kadang menyatakan kefasikan mereka. Generasi pendahulu para pengusung sekularisme ini memaparkan beberapa topik pembahasan dengan cara-cara filosofis dan jalan keluar gaya barat serta menyerang metode-metode pemikiran Islami yang benar.

Generasi modern kaum sekular mengambil pelajaran dari bantahan-bantahan terhadap pendahulu mereka kemudian mereka mengembangkan suatu pola pikir sekularisme yang secara singkat bisa dipaparkan berikut ini:

a. menyebutkan ayat-ayat atau beberapa tema yang pemahamannya mudah diputar balikkan kemudian memberikan kesan yang tidak baik pada Islam. Contoh adalah : dalam hal wanita mereka menyebutkan hadist dengan menunjukkan kesan sikap Islam merendahkan kaum wanita. Dalam bab hukum-hukum ahlu dzimmah menyebutkan beberapa sikap yang menunjukkan adanya kesan yang tidak benar dan prilaku penindasan dalam hal muamalah kaum muslimin dengan ahlu dzimmah.

b. menerangkan kebersihan Islam dari berbagai macam tuduhan. Cara ini dengan menciptakan polemik dan pembelaan yang dusta terhadap Islam. Dengan tujuan agar kaum muslimin mau mendengarkan ocehan mereka seolah-olah mereka adalah orang-orang yang mempunyai ghirah tinggi terhadap Islam.
c. ketika membela atas nama Islam mereka berbicara berlebih-lebihan sehingga sampai kepada nilai-nilai yang murni Barat. Setelah menuduh Islam melakukan penindasan terhadap wanita mereka mengatakan bahwa Islam menyeru adanya perlakuan yang sama antara laki-laki dan wanita secara mutlak dan menyeru wanita menanggalkan kerudung. Setelah menuduh Islam sebagai diktaktor mereka mengatakan Islam itu adalah sosialisme… demikianlah seterusnya.

Kaum sekuler modern menyembunyikan agenda yang sama sebagaimana para pendahulunya, akan tetapi mereka menghindari reaksi kaum muslimin dan tuduhan-tuduhan kafir dan murtad. Mereka ingin menarik perhatian orang-orang awam dan kaum muda yang tidak berpendidikan agama untuk mendengarkan propaganda mereka seolah-olah mereka adalah para pembela agama.

Bertentangan Dengan Manhaj Penafsiran

Untuk memahami penyimpangan-penyimpangan tafsir yang dilakukan oleh kaum sekular kita perlu mengetahui manhaj penafsiran al Quran para salaf soleh baik tafsir bilmatsur maupun tafsir bilroyi.

Unsur-unsur manhaj dalam penafsiran bilma’tsur adalah :
a. menyebutkan asbabunnuzul
b. mencari dan menyebut atsar-atsar yang berkaitan dengan ayat
c. mentahqiq atsar-atsar tersebut baik sahih maupun da’if
d. melakukan kompromi (jama’) ketika terjadi pertentangan secara dzahir.
e. menguraikan dalil-dalil dan melakukan tarjih apabila terjadi pertentangan berdasarkan kaidah-kaidah tarjih.

Baca Juga

Adapun unsur-unsur manhaj penafsiran bilroyi adalah :
a. menyebutkan hubungan (tanasub) antara ayat-ayat yang terdahulu dengan ayat-ayat yang kemudian.
b. menerangkan makna-makna mufradat.
c. mengkaji struktur kalimat dan hubungan antara mufradat dan memperhatikan konteks pembicaraan.
d. menerangkan posisi-posisi ‘irab kalimat dan menerangkan hubungannya dengan ilmu ma’ani, bayan dan badi’.
e. Menerangkan makna yang yang umum dalam mengedepankan pengertian hakiki atas pengertian majazi kecuali jika ada qorinah (petunjuk makna)
f. Menyebutkan hukum-hukum dan petunjuk-petunjuk ayat dalam batas-batas aturan syariat dengan memperhatikan kesesuaian antara tafsir dengan ayat yang ditafsirkan.

Unsur-unsur dalam tafsir tematik adalah sebagai berikut :
a. menghimpun ayat-ayat yang berhubungan dengan tema pembahasan dan penafsiran.
b. mentertibkannya sesuai dengan urut-urutan masa penurunannya.

Ketika mengkaji unsur-unsur tafsir bilmatsur dalam pembicaraan kaum sekuler kita dapatkan sebagai berikut :
a. tidak menyebutkan sama sekali asbabunnuzul, baik disebabkan oleh keyakinan tidak adanya asbabunnuzul, seperti DR. Nasir Hamid atau klaim mereka bahwa ayat-ayat hukum tidak mempunyai asbabunnuzul seperti DR. Syahrur atau klaim mereka bahwa yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafadz seperti Asmawi. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa penafsiran nash adalah dengan menyebut asbabunnuzul, adapun mengambil makna dan faedah dari nash adalah takwil yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan asbabunnuzul seperti DR. Hasan Hanafi.

b. tidak bersandar pada hadist-hadist Nabi kecuali ketika hendak menodai hadist-hadist sohih. Seperti menyebutkan hadist,” tiga yang memutus sholat : wanita, anjing dan keledai…(HR. Muslim). Adapun dalam buku-buku yang lainnya apabila berbicara kaum sekuler tidak pernah menyebut hadist.
Dalam hal perkataan para sahabat, tidak lebih baik dari sebelumnya, kecuali mereka (kaum sekuler) sering menyebut-nyebut atsar yang mengatakan bahwa Umar bin Khottob telah meniadakan bagian orang zakat orang-orang muallaf dan bahwa Ali RA berkata,” sesungguhnya al Quran mempunyai beberapa sisi pengertian dan bahwa Umar RA berkata : aku berharap Rasululloh SAW telah telah menerangkan pada kita……kemudian menyebutkan Riba.

Nampak jelas bagi kita bahwa penyebutan atsar-atsar ini bukanlah bermaksud menyebutkan sumber dari sumber tafsir tapi bermaksud melakukan penghujatan dan menanamkan dugaan bahwasannya para sahabat RA melakukan perubahan hukum-hukum al Quran dan menafsirkan al Quran semata-mata atas dasar pandangan mereka saja.

Dalam melakukan tarjih kaum sekuler tidak mempunyai kaedah apapun bahkan mereka mengatakan dengan terang-terangan bahwasannya para mufassir melakukan tarjih semata-mata berdasarkan hawa nafsu dan kemaslahatan. Kesimpulannya tidak mungkin mengklasifikasikan perkataan para tokoh sekuler tentang pengertian ayat al Quran sebagai bagian dari tafsir bilmatsur.

Adapun ketika melakukan kajian pada tafsir bilroyi versi kaum sekuler kita dapatkan sebagai berikut : kaum sekuler mengklaim bahwa bahwasannya para ulama ketika menafsirkan ayat al Quran mereka telah membuat-buat makna yang tidak dimaksudkan oleh al Quran dengan cara membuang pengertian kontekstual dan keluar dari nash. Sebagian mereka mengolok-ngolok tafsir para ulama dan mengatakannya sebagai cara membaca orang beriman (al qiroat al mu’minah), mereka mengataka,” al Qiroat al mu’minah diciptakan dengan cara mencabut nash dari konteksnya.” bukti menunjukkan bahwasannya justru mereka yang melakukan penserobotan makna ayat dari pengertian kontekstualnya. Dan bahwasannya para ulama sangat memperhatikan sekali makna kontekstual suatu ayat.

Pada kajian dengan pendekatan bahasa kaum sekularis mengklaim bahwa tafsir tidak harus berdasar pada pengertian nash secara bahasa. Kemudian kajian-kajian kebahasaan versi mereka mempunyai ciri-ciri berikut :

a. miskin dalam kajian, yakni pembahasan kalimat berdasarkan pengertian bahasa tidak dilakukan secara menyeluruh dan tuntas kecuali apabila makna secara bahasa tersebut mendukung keinginan mereka.

b. ketidakadaan amanah ilmiyah ketika melakukan penukilan. Banyak sekali nash-nash yang dimarginalkan dari makna-makna dalam kamus dan mukjam-mu’jam bahasa sehingga dipahami bukan dengan pengertian yang sebenarnya.

c. melakukan kedustaan dan mempermainkan makna mufrodat dan lafadz bahasa.

d. mengambil makna-makna baru yang tidak dikenal dalam ilmu bahasa.

Mengenai yang berkaitan dengan struktur, I’rab, nahwu dan sorof, sisi ini sangat tidak diperhatikan sekali. Apabila menyinggung sisi-sisi tersebut mereka kerap jatuh ke dalam absurdisitas (menggelikan) yang tidak mungkin diterima oleh para penuntut ilmu. Menerangkan makna ayat secara umum setelah mengkaji secara bahasa dengan cara yang direkayasa adalah ciri dominan mereka, akan tetapi makna umum ini sangat sempit bahkan sering tidak mencakup seluruh ayat , kecuali hanya yang mendukung keinginan mereka saja. Dalam mengedepankan makna hakikat atas makna majazi tidak ada aturan. Sebagian mereka berpandangan lafadz-lafadz al Quran seluruhnya telah dikonversi dari hakikat ke makna majazi. Sebagian lagi memindahkan pengertian dari makna hakiki ataupun majazi semata-mata a menggunakan rasio, tanpa aturan yang jelas, kemudian mengklaim bahwasannya yang demikian adalah pemahaman yang benar dan yang substansial dalam Islam.

Mereka juga tidak pernah menyebutkan perkataan para ulama yang terpandang dan otoritatif dalam bidangnya baik ulama dahulu maupun sekarang. Akan tetapi mencukupkan diri menyebutkan makna ayat atau pandangannya atas sebuah ayat tanpa menyertakan dalil apalagi perkataan ulama. Kadang-kadang menyebutkan makna yang diterangkan seorang ulama dalam suatu ayat itu pun makna literal yang sudah tidak terpakai.

Dengan demikian mustahil memasukkan tulisan-tulisan kaum sekuler ke dalam jenis tafsir bil royi, tidak dari sisi al Mahmud (yang terpuji) maupun al madzmum (tercela). Bahkan tafsir bil royi al madzmum sendiri mengandung unsur-unsur tafsir dan mempunyai beberapa keistimewaan dalam beberapa aspek. Seperti tafsir al Kassyaf mempunyai keistimewaan dalam sisi balaghoh dan keistimewaan tafsir kaum syiah dalam hal fiqh. Oleh karena itu julukan yang tepat untuk tulisannya orang-orang sekuler adalah penyimpangan ayat atau tafsir ilhadi. (Fani/Isykarima)

Baca Juga