Macet, Bolehkah Menjama’ Shalat?

(merdeka.com)

KONSULTASI SYARIAH (salam-online.com): Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya seorang pegawai di Ibukota. Dalam perjalanan pulang saya sering terjebak kemacetan di jalanan. Bahkan ketika adzan magrib saya masih berada di tengah-tengah kemacetan hingga tiba adzan isya’. Saya akhirnya harus menjama’ shalat magrib dan isya’. Apa sebenarnya hukum shalat jama’ karena terjebak kemacetan?  Kalau tidak boleh, apa yang harus saya lakukan terhadap shalat yang saya jama’?

Syahri, Jakarta

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Syahri yang terhormat, terimakasih atas pertanyaannya. Di tengah kesibukan Anda, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dalam pekerjaan sehingga tetap istiqamah dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Salah satu ukuran istiqomah seseorang adalah konsistensi dia terhadap penegakan shalat wajib lima waktu dalam kondisi apapun.

Menggabungkan dua shalat wajib dalam satu waktu atau yang lebih dikenal dengan jama’ dibolehkan sebagai bentuk rukhshah (keringanan) jika ada penyebabnya. Di antara penyebab itu adalah dalam kondisi musafir, kondisi hujan, sakit, atau kebutuhan yang mendesak. Tujuan dari keringanan jama’ tersebut karena syariat ingin meringankan dan tidak memberatkan. Dalam kondisi sakit, bentuk jama’ yang dibolehkan oleh sebagian ulama adalah dengan cara melakukan shalat pertama di akhir waktu kemudian melakukan shalat kedua di awal waktunya.

Mampir dulu ke masjid dekat kantor saat waktu shalat tiba adalah lebih baik

Untuk kondisi hujan, dingin, becek, gelap gulita, baik yang sedang terjadi atau akan terjadi, dibolehkan jama’ taqdim saja untuk shalat maghrib dan isya’. Bahkan madzhab Syafii melarang shalat jama’ ta’khir dalam kondisi ini. Di samping itu dibolehkannya jama’ dalam kondisi ini apabila menyulitkan dan jarak masjid cukup jauh.

Dalam riwayat Bukhari Muslim, Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw shalat zuhur dan ashar dengan jama’ bersama kami di Madinah, magrib dan isya’ dengan jama’ pula.” Dalam riwayat Muslim ditambahkan, “Tanpa ada alasan takut (peperangan) atau dalam kondisi perjalanan.”

Baca Juga

Para ulama menafsirkan maksud hadits “tanpa alasan takut dan perjalanan” adalah karena sakit atau yang lain. Ibnu Abbas mengatakan: Rasulullah ingin umatnya tidak diberatkan sehingga tidak memberikan alasan sakit atau lainnya dalam menjama’ shalatnya.

Karenanya, Madzhab Hanabilah lebih luas dalam hal ini. Mereka membolehkan jama’ ta’khir dan taqdim bagi mereka yang memiliki udzur atau kondisi mendesak. Mereka membolehkan jama’ bagi ibu yang menyusui dan mengganti pakaian di setiap shalat karena terkena air kencing bayinya, atau bagi yang tidak mampu bersuci, atau yang khawatir kehilangan harta, nyawa atau kehormatan. Bahkan bagi orang yang sibuk pun dibolehkan untuk jama’.

Jadi tujuan dari rukhsah menjama’ shalat adalah karena kondisi memberatkan fisik dan psikis apabila melakukan shalat secara tepat waktu.

Kemacetan secara umum tidak bisa disebut sebagai alasan untuk menjama’ shalat. Seperti halnya di Jakarta, kamacetan sudah menjadi rutinitas yang sebenarnya masih bisa dihindari atau paling tidak masih bisa disiasati. Kecuali dalam kondisi tertentu, seseorang dikejar oleh kebutuhan mendesak dan turun ke jalan kemudian terjebak kemacetan. Kondisi yang ia hadapi masuk dalam udzur sehingga dibolehkan jama’. Sementara dalam kondisi normal, seseorang harus sebisa mungkin mengatur waktunya. Kecuali jika kemacetan memang di luar dari situasi normal.

Jika ia mengetahui jam-jam macet maka seharusnya ia shalat maghrib terlebih dulu sebelum keluar kantor. Jadi, meski ia tiba di rumah seusai isya tidak masalah baginya. Atau kalau ia tetap ingin keluar kantor hendaknya ia berusaha untuk turun atau mampir di masjid di sekitar jalan untuk shalat magrib di sana. Kecuali jalan yang dilaluinya tidak ada masjid. Ingatlah, pahala shalat pada waktunya, apalagi berjamaah di masjid jauh lebih besar dari kelelahan yang kita rasakan atau shalat jama’. Hal itu sebagai wujud kepedulian seseorang dengan masalah shalat.

Jika yakin bahwa shalat jama’ yang Anda lakukan karena memiliki alasan kuat dan termasuk udzur di atas maka shalat Anda sah.

Wallahu a’lam

(Spirit Islam)

 

Baca Juga