CIIA: “SBY Harus Tanggung Jawab atas Tindakan Densus 88 yang Main Bunuh”

SBY-1-jpeg.image
Presiden SBY

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Densus 88 telah menjalankan skenario dengan membunuh orang-orang yang diduga “teroris”. Pihak Densus 88 selalu menyebut orang-orang yang diduga teroris terkait jaringan Poso, Medan maupun lainnya.

“Yang dibunuh di Tulungagung itu sudah dipantau Densus, dibiarkan berkeliaran. Densus itu bisa menangkap tetapi sengaja dibunuh,” kata pengamat intelijen dan teroris, Umar Abduh kepada itoday, Selasa (23/7/2013).

Menurut Umar, Densus 88 membiarkan jaringan Poso maupun lainnya melakukan aktivitasnya. “Densus sudah memasang orang-orang di jaringan itu, dan ketika muncul langsung dihabisi,” papar Umar.

Umar mengatakan, ketika Densus 88 menangkap salah satu jaringan teroris, sebenarnya sudah tahu peta pergerakannya. “Densus itu sudah tahu peta pergerakan mereka,” jelas Umar.

Selain itu, Umar menyoroti kebiadaban Densus 88 yang langsung menghabisi orang-orang yang diduga “teroris”. “Densus 88 sangat tidak manusiawi, langsung membunuh,” tegas Umar.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pasukan Densus 88 beraksi kembali dengan menghabisi dua orang terduga “teroris” di Tulungagung, Jawa Timur, Senin (22/7/2013).

Sementara itu, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya seperti dikutip itoday, Selasa (23/7/2013), menegaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus bertanggungjawab atas tindakan Densus 88 yang main tembak dan bunuh terhadap orang-orang yang diduga “teroris”.

Baca Juga

“Sebagai seorang Muslim harusnya Presiden SBY dan jajarannya berpikir serta mau jujur muhasabah diri dan bertanggungjawab atas tindakan Densus 88,” kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya kepada itoday, Selasa (23/7/2013).

Haris mengatakan, yang dibunuh Densus 88 itu juga anak negeri ini dan rakyatnya juga. “Apakah hati mereka telah membatu, matanya buta dan tuli telinganya? Bukankah negeri ini negeri hukum, dimana letak supremasi hukum? Siapapun orangnya, apakah ‘teroris’ atau Densus 88 atau gerombolan preman, mereka tidak punya hak mencabut nyawa seseorang dengan seenaknya,” ujar Harits.

Menurut Harits, apalagi hanya karena atas dasar kebencian, balas dendam, dugaan, sangkaan, sementara mereka belum pernah diadili di depan hakim. “Tidak ada setetes darah pun yang tumpah di luar haknya dari seorang rakyat kecuali presiden atau pemimpinnya akan dimintai pertanggungjawaban dan ada hisabnya,” tegas Harits.

Selain itu, Harits juga mengatakan, pembunuhan di luar pengadilan itu indikasi rendahnya kualitas aparat “kontraterorisme” di lapangan dengan semua unitnya.

densus_88_detasemen_khusus-jpeg.image“Bukan hal yang sulit untuk membuat legitimasi tindakan, bagi pihak aparat dengan mudah bisa jumpa media menjelaskan kenapa harus ditembak mati bahkan kemudian membeberkan barang bukti. Ditambah asumsi di lapangan cerita aparat dalam kondisi darurat karena terduga membawa senpi dan bom siap ledak. Kebenaran pernyataan tersebut belum teruji, tapi lebih sebagai langkah menutup semua potensi yang bisa menyudutkan aparat,” pungkas Harits. (itoday)

salam-online

Baca Juga