Menakar Potensi Kebangkitan Media Islam

–Catatan SUBHAN AKBAR–

Media-TV-jpeg.imageDalam beberapa kali kesempatan Menteri Agama Republik Indonesia Suryadharma Ali menyampaikan keinginannya membuat sebuah media massa Islam. Menurutnya, kebutuhan umat akan lahirnya media massa Islam berskala internasional sudah sangat mendesak. Tujuannya agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat, khususnya umat Islam, tidak bersumber dari satu kelompok kepentingan saja. Sudah sepatutnya umat Islam mendapatkan informasi yang seimbang seputar perkembangan dunia dari perspektif Islam itu sendiri.

Saat memberikan sambutan di acara Penutupan Konferensi Internasional Media Islam, yang berlangsung tanggal 3-5 Desember 2014, di Jakarta, Suryadharma Ali kembali menyampaikan keinginannya itu. Kali ini dia mengajak berbagai pihak yang berkompeten dalam masalah ini untuk bersama-sama menyusun rencana implementasi pembuatan media Islam. Media massa yang diharapkan Pak Menteri bukan hanya berskala nasional tapi juga internasional.

Sebenarnya impian Menteri Suryadharma Ali akan hadirnya media massa Islam juga menjadi impian tokoh-tokoh Islam lainnya. Dalam setiap diskusi bertema urgensi media massa Islam yang diikuti para pegiat dakwah Islam, ide untuk membangun media massa Islam sering disampaikan. Para tokoh sepakat umat Islam harus punya media sendiri untuk mengimbangi dominasi informasi media-media kafir-sekuler yang kerap bias mengabarkan informasi yang menyangkut umat Islam. Ketiadaan media yang berpihak pada kepentingan umat Islam pasti merugikan umat Islam itu sendiri, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Dalam buku terbarunya Invasi Media Melanda Kehidupan Umat, penulis AM Waskito menyebut, saat ini masyarakat umum, termasuk umat Islam, terlanjur percaya bahwa informasi yang disampaikan media massa umum pasti benar. Sikap ini muncul karena masyarakat menganggap berita yang disampaikan media ditulis berdasarkan fakta dan etika. Jadi, andaikan ada media massa yang menyebutkan nilai Islam kurang sempurna mereka akan membenarkan begitu saja. Nah, kondisi inilah yang sepatutnya diluruskan oleh media-media Islam.

“(Padahal, ed) Fakta-fakta membuktikan bahwa media sekuler sering meninggalkan etika jurnalisme yang semestinya menjadi patron moralitas. Bukan rahasia lagi bahwa media-media saat ini kebanyakan hanya menjual sensasi, kritik sarkastik, cerita vulgar, foto-foto sensual, gossip selebriti, kriminalitas, info kecelakaan dan cerita-cerita musibah,” (kalam penulis, hal viii)

Mengutip pandangan Arief Suditomo, pimpinan redaksi program berita di salah satu TV, Waskito mengatakan, peran media yang ada saat ini sangat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap sebuah peristiwa. Opini masyarakat terbentuk berdasarkan informasi yang disajikan media yang dikonsumsinya. Jika bacaan atau tontonan masyarakat baik maka baik pula pandangannya, tapi jika asupan informasinya bermasalah maka bermasalah juga cara pandangnya.

Dan ironisnya, sejauh ini masyarakat lebih banyak mengonsumsi informasi dari media-media yang dinilai tidak Islami. Media yang ada di masyarakat lebih banyak yang mementingkan aspek keuntungan semata dibanding menjaga idealisme serta independensi. Media yang selama ini melayani kebutuhan informasi umat dikuasai pihak pemodal yang lebih mengedepankan aspek untung rugi daripada aspek baik-buruk.

“Pengaruh negatif dari penyesatan opini media-media yang berkuasa saat ini bukan sesuatu yang kecil tetapi sesuatu yang sangat serius. Invasi media ini telah berhasil meruntuhkan rezim-rezim diktator Arab, mengubah perilaku masyarakat Indonesia, hingga membongkar kedaulatan bangsa-bangsa. Ibarat sebuah gelombang, ia laksana tsunami yang menerjang rumah-rumah, pepohonan, gedung-gedung, menyapu perkampungan dan makhluk hidup. Atau laksana tornado yang sedang mengamuk, menerbangkan semua benda dan material ke langit lalu melemparkan ke segala arah.

Media sekuler mempunyai misi membangun masyarakat baru bercorak: kapitalis, dimana kehidupan sosial didominasi oleh orang-orang kaya; liberalis, dimana tidak ada norma dan aturan yang patut dihormati; serta hedonis, dimana manusia diajak bersenang-senang secara mutlak,” (hal. 195).

Dalam kata pengantarnya, Mantan Anggota Komisi I DPR-RI, Mashadi menyebutkan media massa umum telah berhasil memanipulasi pikiran, persepsi dan keyakinan umat manusia. Media massa bukan saja mampu mengubah perilaku manusia, melainkan memainkan perasaan bahkan sebuah keyakinan. Dampaknya sebuah kejahatan bisa menjadi sebuah kebenaran. Sebuah kejahatan kemanusiaan bisa dimaklumi. Dan semua dipahami sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja (hal. xvii). Sungguh ironis.

Berangkat dari keprihatinan itu, AM Waskito menulis buku setebal 228 halaman ini. Penulis menjabarkan betapa umat Islam butuh media yang baik (khair) dan lurus (hanif). Bahkan bisa dibilang sudah menjadi keharusan yang mendesak.

Di bagian awal AM Waskito menjabarkan beberapa contoh bias liputan media massa umum terhadap peristiwa yang melibatkan umat Islam, mulai dari peristiwa kudeta militer Mesir terhadap Pemerintahan Mursi yang sah hingga berita aksi-aksi dan protes umat Islam yang sering diberitakan negatif. Waskito menunjukan bias informasi ini melalui kutipan-kutipan berita yang tampil di media massa utama.

Baca Juga

Setelah menjabarkan contoh kasus itu Waskito lalu mengulas betapa ajaran Islam sebenarnya sudah mengingatkan umat Islam tentang pentingnya mengelola informasi. Jauh sebelum terjadi “huru-hara” dunia saat ini, sebenarnya Al-Qur;an sudah mengingatkan betapa umat harus berhati-hati terhadap peredaran suatu kabar. Kabar yang baik sekalipun jika tidak dikelola dengan baik bisa mendatangkan malapetaka bagi setiap orang yang terkait. Hal ini dicontohkan penulis melalui peristiwa Haditsul Ifki, dimana saat itu Aisyah radhiyallahu ‘anha difitnah telah berbuat  tidak pantas sebagai istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Bab III, hal. 19-32).

Selain itu, buku ini mengulas juga bagaimana perang opini terjadi saat Perang Uhud. Saat itu kaum musyrikin ingin mengalahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melalui penyebaran isu-isu yang menakutkan. Diharapkan dengan cara itu mental kaum Muslimin menjadi hancur dan takut menghadapi perang. Apa yang terjadi pada Perang Uhud tak ubahnya seperti yang terjadi pada perang-perang zaman sekarang. Tak ada perang senjata tanpa perang opini.

Buku yang diterbitkan Pustaka Al-Kautsar ini memang menjabarkan berbagai kelemahan-kelemahan umat Islam dalam hal pengelolaan informasi melalui media massa. Setidaknya hingga saat ini belum ada, atau setidaknya hanya sedikit, media-media profesional yang dikelola umat praktisi Islam yang berperan menyampaikan informasi yang benar untuk kaum Muslimin.

Namun demikian, buku ini tidak dimaksudkan membuat umat Islam pesimistis atau skeptis akan lahirnya media massa Islam yang diimpikan. Buku ini dibuat justru untuk menumbuhkan keyakinan bahwa suatu saat nanti akan ada media Islam yang bisa mengimbangi serbuan informasi media-media sekuler. Meski tidak membahas teknis pembentukan dan pendirian media massa Islam itu, setidaknya buku ini menjabarkan poin-poin penting yang sepatutnya diperjuangkan media Islam.

Seperti dikatakan Mashadi dalam pengantar buku yang terbit Desember 2013 ini, “Bayangkan 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia tak mampu, tak bisa bergerak menghadapi (serbuan informasi) Amerika Serikat dan Zionis ‘Israel’, karena pusat saraf dan hati mereka sudah dikendalikan oleh korporasi media massa milik Zionis ‘Israel’.

Tetapi, (alhamdulillah, ed) ada sebuah buku penting yang ditulis AM Waskito, yang diharapkan dapat mengubah semua persepsi, pikiran, perasaan, hati dan keyakinan bahwa kita dapat kembali melawan hegemoni media Zionis. Semoga buku ini menjadi sebuah solusi bagi masa depan Muslim. Semoga.” Wallahu a’lam bis-showab.Resensi buku-invasi-media-jpeg.image

Judul                 Invasi Media Melanda Kehidupan Umat

Penulis              AM Waskito

Penerbit            Pustaka Al-Kautsar, Jakarta

Halaman           XXIV + 228 halaman

Tahun Terbit      Desember 2013

Cetakan            Pertama

Baca Juga