Ini Hukum Menukar Uang dengan Uang yang Marak Jelang Hari Raya

SALAM-ONLINE: Saat lebaran atau Idul Fitri di indonesia, tak lepas dengan tradisi mudik. Selain tradisi mudik, ada juga tradisi saling memberi hadiah atau Tunjangan Hari Raya (THR). Kebiasaan itu juga biasa dikenal dengan “Persenan”

Biasanya, orang dewasa memberikan uang persenan kepada sanak kerabatnya yang masih belum dewasa berupa uang. Karena masih dianggap belum waktunya memegang uang besar, orang dewasa memberikan uang dengan nominal kecil.

Lantaran uang yang diberikan cukup banyak, inisiatif menukarkannya ke Bank atau tempat jasa penukaran uang pun menjadi solusi. Jasa penukaran uang saat menjelang hari raya pun sering kita jumpai di jalan-jalan.

Kendati demikian, kita harus berhati-hati dalam menukarkan uang. Karena setiap kegiatan muamalah yang kita lakukan tak bisa dilepaskan dari hukum (Islam). Lalu seperti apa pandangan syariat terkait transaksi penukaran uang?

Berikut penjelasan Ketua Majelis Fatwa dan Kajian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ustadz Dr  Ahmad Zain An-Najah, MA, kepada Salam-Online, Ahad (18/6).

Hukum menukar uang dengan uang dirinci sebagai berikut:

  1. Jika satu jenis mata uang (emas dengan emas, rupiah dengan rupiah, dolar dengan dolar) maka jumlahnya harus sama dan tidak boleh berbeda, baik antara yang bagus dan yang jelek, antara yang baru dengan yang lama, antara uang besar dengan uang receh tetap disyaratkan sama nominalnya.
  1. Jika mata uang dari jenis yang berbeda (rupiah dengan dolar, euro dengan real, dolar dengan yen) boleh berbeda nominalnya sesuai dengan harga yang berlaku.

Kesimpulannya menukar uang lama dengan uang baru dengan nominal yang berbeda itu haram karena termasuk riba, berdasar pada hadist:

Baca Juga

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ

وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ

مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى

الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran) harus sama dan dibayar tunai. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan dan orang yang memberinya sama-sama berdosa,” (HR Muslim No 1584).

Adapun yang menyatakan kebolehannya dengan alasan bahwa uang lebihnya adalah uang jasa, tidaklah bisa diterima, karena jasa tidak boleh dibayar dengan barang sejenis yang termasuk dalam ribawiyyat (barang-barang riba) sebagaimana hadits di atas.

Wallâhu A’lam. (Nizar Malisy/Salam-Online)

Baca Juga