Tuntut Bebaskan 2 Wartawan, Jurnalis Indonesia Demo Kedubes Myanmar

Gelar aksi di depan Kedubes Myanmar di Jakarta, Para jurnalis Indonesia tuntut dibebaskannya 2 jurnalis Reuters yang divonis masing-masing 7 tahun penjara oleh pengadilan Myanmar. (Foto: MNM/Salam-Online)

Jakarta (SALAM-ONLINE): Puluhan jurnalis Indonesia, menggelar Aksi Solidaritas untuk 2 Jurnalis Reuters yang divonis 7 tahun penjara oleh pengadilan Myanmar.

Unjuk rasa itu digelar di depan Kedutaan Besar Myanmar, di Jalan H Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/9/2018).

Melalui aksi itu, para jurnalis Indonesia menuntut pemerintah Myanmar untuk memberikan kebebasan pers. Tindakan penguasa Myanmar terhadap dua jurnalis Reuters dianggap telah mengekang kebebasan pers.

“Ini adalah bentuk kriminalisasi pers di Myanmar,” ujar seorang pendemo, Vira Abdurrahman.

Demonstrasi yang diinisisasi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta tersebut, juga mendesak otoritas Myanmar untuk membebaskan 2 wartawan Reuters yang ditahan.

“Dan kami juga mendesak pemerintah Myanmar untuk menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” kata Vira.

Menurut Vira, kebebasan pers adalah kunci dari kesejateraan bagi Myanmar dan negera-negara ASEAN. Dengan ditahannya jurnalis karena peliputan adalah sebuah kungkungan yang tak dapat dibenarkan.

Demonstrasi para jurnalis Indonesia di depan Kedubes Myanmar di Jakarta menuntut pembebasan dua wartawan Reuters yang divonis masing-masing tujuh tahun penjara oleh pengadilan Myanmar. (Foto: MNM/Salam-Online)

“Dua jurnalis Reuters yang ditangkap dan dipenjarakan ini adalah simbol dari kungkungan dan kebebasan pers,” ungkap Vira.

Baca Juga

Dua wartawan Reuters, Wa Lone (32 tahun) dan Kyaw Soe Oo (28 tahun) dipenjara karena menulis laporan tentang serangan militer terhadap etnis Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.

Serangan tersebut mengakibatkan 650 ribuan warga Muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus 2017 tahun lalu. Sementara dalam laporan badan pengungsi PBB (UNHCR), hampir 170.000 orang Rohingya kemungkinan melarikan diri dari Myanmar pada 2012.

Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh aparat bersenjata Myanmar.

Dalam laporan baru-baru ini, OIDA meningkatkan perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh menjadi 23.962, jumlah yang lebih besar dari hitungan lembaga kemanusiaan Doctors Without Borders yang melaporkan sebanyak 9.400.

OIDA melaporkan, lebih dari 34.000 orang Rohingya telah dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya disiksa.

OIDA juga mencatat ada 17.718 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Sementara, lebih dari 115.000 rumah warga Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dihancurkan.

Unjuk rasa para jurnalis Indonesia di depan Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta pada Jumat (7/9/2018) dijaga oleh sejumlah aparat kepolisian. (Foto: MNM/Salam-Online)

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya— sebagian besar anak-anak dan perempuan—telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh. Hal itu terpaksa mereka lakukan setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap minoritas Muslim, khususnya di negara bagian Rakhine, Myanmar. (MNM/Salam-Online)

Baca Juga