Tiga Pelajaran dari Bencana Alam

-CATATAN ABU ATHIF, Lc –غفر الله له ولواديه-

SALAM-ONLINE: Dalam satu bulan terakhir ini negeri kita dirundung duka dan lara karena bencana alam yang menimpa saudara-saudara kita di Lombok dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Tentunya bagi hamba beriman senantiasa memahami bahwa hakikat dari seluruh peristiwa yang terjadi pada diri kita dan di permukaan bumi ini telah ditetapkan oleh Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)﴾ -الحديد: 22-

Artinya: “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah,” (QS Al Hadid: 22).

Sudah menjadi kewajiban bagi hamba beriman untuk selalu mengambil hikmah dan ibroh dari semua kejadian tersebut dengan tetap dilandasi keimanan dan berhusnuzhon kepada-Nya. Dalam banyak ayat, Allah senantiasa mengajak kita untuk merenungi dan berpikir dari kisah-kisah umat-umat terdahulu agar tidak mengulangi dosa dan kesalahan yang dilakukan demi menggapai kebaikan di masa mendatang. Salah satunya disebutkan dalam firman-Nya:

﴿ إِنَّا مُنْزِلُونَ عَلَى أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (34) وَلَقَدْ تَرَكْنَا مِنْهَا آيَةً بَيِّنَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (35)﴾ -(العنكبوت: 35-36

Artinya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini (kota Sodom) karena mereka berbuat fasik. Dan sungguh telah Kami tinggalkan dari padanya suatu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal,” (QS Al Ankabut: 35).

Dari musibah bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini, kita harus bisa mengambil pelajaran darinya. Setidaknya ada tiga ibroh yang bisa dipetik dalam rangka memperbaiki masyarakat dan negeri ini agar terhindar dari kemurkaan Allah.

Pertama, kita harus meyakini dan memahami bahwa keteraturan alam semesta dan kehancurannya menjadi tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Termasuk dalam hal ini adalah kejadian gempa bumi, tsunami, angin topan dan fenomena alam lainnya, semuanya menjadi ayat yang menunjukkan kedaulatan Allah di jagat raya ini. Tidak ada yang bisa menghadirkan bencana tersebut ataupun menolak dan mencegah kedatangannya kecuali Dia. Dia-lah Dzat yang memiliki hak penuh dalam mengatur, mencipta, menata dan menentukan hukum di alam semesta ini.

Dalam banyak ayat, Al-Qur’an menyampaikan tentang kuasa Allah dalam pengaturan jagat raya ini, di antaranya adalah firman-Nya yang Mulia:

﴿سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (53)﴾

Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan apakah Robbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia Maha Menyaksikan segala sesuatu?” (QS Fushilat: 53).

Jangan sampai seorang Mukmin justru disibukkan dengan teori-teori alam dari pergeseran lempeng tektonik hingga vulkanik, namun malah lupa dan lalai dari Allah Sang Penguasa jagat raya yang mengendalikan bumi seisinya. Perkara inilah yang menjadi problem mendasar yang harus diluruskan dan dibenahi. Sunnah kauniyah (hukum alam) tidaklah terjadi begitu saja namun semuanya ada pengaturnya yaitu Allah. Poin penting dalam hal ini adalah kerangka berpikir seorang Mukmin dalam melihat dan menyikapi suatu fenomena alam tentunya berbeda dengan orang ateis.

Jika manusia menyadari kelemahannya dalam mengontrol alam ini maka mengapa mereka begitu berani menentang kedaulatan Allah di muka bumi ini? Sudah saatnya manusia sadar dan mengakui bahwa tidak ada kedaulatan yang harus dijaga di atas muka bumi ini melainkan hanya kedaulatan Allah. Syariat Islam dihadirkan di tengah manusia sebagai upaya mengimplementasikan kedaulatan-Nya.

Kedua, musibah bencana alam yang menimpa kaum beriman merupakan ujian iman. Karena hakikat kehidupan dunia semuanya adalah ujian iman. Allah berfirman:

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)﴾ -(البقرة: 155 – 157)-

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Robb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk,” (QS Al Baqarah: 155 – 157).

Hal yang harus disadari pula oleh hamba beriman saat musibah datang menghantam adalah keyakinan bahwa dirinya akan naik kelas dan menuju derajat yang tinggi dan mulia di hadapan Allah. Karena saat Allah menguji hamba-Nya sejatinya telah mempersiapkan untuknya sebuah anugerah dan penghargaan yang luar biasa dari-Nya. Sebagaimana sabda Nabi:

Baca Juga

« إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلاَهُ اللَّهُ فِى جَسَدِهِ أَوْ فِى مَالِهِ أَوْ فِى وَلَدِهِ » -رواه أبو داود في سننه-

Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba jika dia hendak mendapatkan kedudukan di sisi Allah yang belum dia gapai dengan amalannya niscaya Allah akan mengujinya pada jasadnya, atau pada hartanya atau pada anaknya,” (HR Abu Dawud).

Lebih membahagiakan lagi, saat seorang hamba diuji, sejatinya Allah Ta’ala sedang mengungkapkan kecintaan-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلاَءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ –رواه الترمذي-

Artinya: “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan beratnya ujian cobaan, dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum niscaya memberikan kepada mereka ujian cobaan, maka barang siapa yang ridho (dengan ujian tersebut) maka baginya ridho (dari Allah) dan barang siapa yang murka maka baginya murka (dari Allah),” (HR Tirmidzi).

Sahabat yang mulia Hudzaifah bin Yaman—rodliyallohu ‘anhu—juga pernah berkata: “Sesungguhnya jika Allah mencintai hambanya niscaya Dia akan memberikan ujian kepadanya,” (Syu’abul Iman, juz 12 hal 393).

 Ketiga, bahwa musibah bencana alam menjadi peringatan dan azab bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah dan bermaksiat kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

﴿وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16) وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (17)﴾ (الإسراء: 16-17)

Artinya: “Dan jika Kami berkehendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Dan betapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Robb kamu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya,” (QS Al Isro’: 16-17).

Dalam ayat lain, Allah menegaskan bagi orang-orang yang berlaku ingkar dan menentang akan dibinasakan sebagaimana kaum-kaum terdahulu seperti Tsamud, ‘Aad dan kaum lainya. Allah berfirman dalam surah Al-Furqon):

﴿فَقُلْنَا اذْهَبَا إِلَى الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَدَمَّرْنَاهُمْ تَدْمِيرًا (36) وَقَوْمَ نُوحٍ لَمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَابًا أَلِيمًا (37) وَعَادًا وَثَمُودَ وَأَصْحَابَ الرَّسِّ وَقُرُونًا بَيْنَ ذَلِكَ كَثِيرًا (38) وَكُلًّا ضَرَبْنَا لَهُ الْأَمْثَالَ وَكُلًّا تَبَّرْنَا تَتْبِيرًا (39) وَلَقَدْ أَتَوْا عَلَى الْقَرْيَةِ الَّتِي أُمْطِرَتْ مَطَرَ السَّوْءِ أَفَلَمْ يَكُونُوا يَرَوْنَهَا بَلْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ نُشُورًا (40)﴾

Artinya: “Kemudian Kami berfirman kepada keduanya (Musa dan Harun): Pergilah kalian berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih. Dan (Kami binasakan) kaum ‘Aad dan Tsamud dan penduduk Ross (kaum Madyan) dan banyak lagi generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut. Dan Kami jadikan masing-masing mereka perumpamaan dan masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan dengan sehancur-hancurnya. Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrikin Makkah) telah melalui sebuah negeri (Sodom) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka tidak mengharapkan kebangkitan,” (QS Al Furqon: 36 – 40).

Dalam ayat lain, Allah menggambarkan bagaimana kehancuran dan kebinasaan kaum yang ingkar kepada Allah, seperti dalam firman-Nya:

﴿فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (40)﴾ (العنكبوت: 40)

Artinya: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri,” (QS Al Ankabut: 40).

Demikianlah peringatan dan pelajaran yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an agar kita semakin paham bahwa musibah bencana alam tidaklah terjadi begitu saja melainkan ada sebab kesalahan fatal yang dilakukan oleh manusia berupa kezaliman besar terhadap Sang Pencipta. Manusia telah berlaku durjana dengan menentang hukum-hukum Allah dan mencabik-cabik hak-hakNya sebagai Robb semesta alam.

Semoga Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan melindungi kita dari mara bahaya dan bencana. Kita pun berharap semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua husnul khotimah. Aamiin. Wallohu a’lam bis showab. []

Baca Juga