Insya Allah, 2019 Ini Indonesia Punya Presiden Baru

-CATATAN ADNIN ARMAS-

Kekalahan PDIP di pilgub serentak 2017 dan 2018 bisa terus bergulir ke pilpres 2019. Legenda 212 akan kembali memiliki efek besar dalam pemilu 2019.

Pasangan Calon nomor 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno

SALAM-ONLINE: Duel el-classico Pilpres 2019 berulang kembali. Hasil pilpres 2014 menujukkan Joko Widodo-Jusuf Kalla meraih kemenangan 53,15 persen dengan 70.997.85 suara dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih 62.576.444 suara (46,85 persen). Selisih 8.421.389 suara. Jokowi-Jusuf Kalla menang di 23 provinsi dan Prabowo-Rajasa unggul di 10 provinsi.

Bagaimana el-classico Presiden 2019? Kondisi sosial, politik dan keagamaan di 2019 telah banyak berubah. Situasi lebih menguntungkan Prabowo-Sandi.

Berikut di antara  faktor  sosial, poliitik dan keagamaan yang menyebabkan Paslon 02 berpotensi menang di Pilpres 2019.

1. Banyaknya lapisan masyarakat yang kecewa kepada Jokowi karena tidak menepati banyak janji, menumpuk utang yang sangat besar, mengimpor dalam jumlah besar beras, garam, gula, saat petani panen, kriminalisasi ulama dan aktivis, hukum yang dirasakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah, infrastruktur yang tidak tepat sasaran dan berbagai persoalan penting lainnya.

Dampak kekecewaan ini, banyaknya massa yang hadir saat Prabowo-Sandi berkampanye hampir di seluruh wilayah Indonesia. Belum ada data berapa banyak pemilih Jokowi pada 2014 yang mengubah pilihannya kepada Prabowo-Sandi. Namun diperkirakan, jumlahnya sangat besar.

Jika ada ratusan ribu keluarga di seluruh wilayah Indonesia (satu keluarga terdiri dari beberapa orang yang punya hak pilih) yang dulunya pilih Jokowi, kemudian kecewa, maka akan ada jutaan orang yang akan beralih kepada 02.

Timses Prabowo-Sandi perlu menampung aspirasi Relawan Mantan Projo di seluruh Indonesia. Jumlahnya bisa jutaan dan menjadi sangat signifikan.

2. Hilangnya Faktor JK. Faktor Cawapres Jusuf Kalla cukup dominan untuk memenangkan Jokowi di 2014. Pengalaman JK sebagai Wapres SBY, dan JK juga pernah menjadi capres, Ketum Golkar, sebagai tokoh nasional terkemuka dan tokoh utama di daerah Sulawesi, khususnya di Sulawesi Selatan, memiliki kekuatan Finansial sebagai Pengusaha, jaringannya yang sudah luas serta kedekatannya dengan tokoh-tokoh di berbagai daerah, tentunya JK sangat membantu kemenangan Jokowi.

Ketiadaan JK membuat peta di Sulawesi Selatan khususnya akan berubah drastis. Apalagi sudah menjadi pengetahuan publik bahwa selama 4 tahun lebih Jokowi berkuasa, peran JK diminimalkan. Ini juga berdampak kepada pendukung JK. Apalagi JK juga punya beberapa perbedaan pendapat dengan Jokowi dalam pemilihan kepala daerah seperti pilgub DKI.

Kekecewaan rakyat misalnya terkait dengan pembangunan infrastruktur yang kemahalan dan tidak tepat sasaran seperti pembangunan LRT, jalur kereta di pulau Sulawesi, dan sebagainya.

Jokowi akan kehilangan suara yang cukup signifikan di Sulawesi Selatan. Kemungkinan besar Sulsel dimenangkan oleh 02.

Dampak JK ke Aceh juga besar. Kedekatan JK dengan mantan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah dengan perjanjian MoU Helsinki telah mengangkat suara Jokowi-JK di Aceh pada 2014. (meskipun saat itu, Jokowi-JK kalah di Aceh). Namun, 2019, elektabilitas Jokowi di Aceh akan terjun bebas. Apalagi Partai Aceh pemenang pilkada di Aceh selama ini juga adalah pendukung kuat Prabowo. Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang Partai Gerindra menjadi pemenangnya di pemilu 2014.

Baca Juga

3. Faktor Cawapres Ma’ruf Amin yang tidak menaikkan banyak elektabilitas Jokowi berbanding terbalik dengan Sandiaga Uno. Apa yang menjadi kekuatan JK berbanding terbalik dengan apa yang terjadi terhadap Ma’ruf Amin. Faktor sosok Cawapres sangat penting untuk menaikkan elektabilitas Presiden.

Ceruk audiens Ma’ruf Amin juga sangat beririsan dengan PPP dan PKB. Perpecahan internal PPP dan banyaknya caleg PPP yang beralih partai tentu akan semakin melemahkan PPP yang juga akan mempengaruhi turunnya elektabilitas Ma’ruf Amin.

Dengan vulgarnya politisasi struktural NU kepada Jokowi-Ma’ruf Amin, bisa semakin mendorong warga Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya kian bergerak merapat ke paslon Prabowo-Sandi. Berbanding terbalik dengan Ma’ruf Amin, Sandiaga Uno begitu enerjik melakukan kampanye ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

Sandi selalu mendapat sambutan meriah bahkan menerima banyak sumbangan finansial. Walaupun nominal sumbangan itu kecil, namun yang lebih penting adalah itu sebagai Tanda yang menunjukkan perjuangan dan tekad otentik dari para penyumbangnya untuk berkorban dan bergerak aktif. Banyaknya Emak-emak yang mendukung Prabowo-Sandi juga akan sangat berperan dalam menyumbang suara kepada paslon 02.

4. Akhir tapi bukan yang terakhir adalah Legenda 212. Legenda 2 Desember 2016 yang awalnya dipicu oleh arogansi rezim yang mengabaikan keadilan kepada umat Islam telah bergerak menjadi bola salju yang menenggelamkan, khususnya PDIP, di Pilkada serentak 2017 dan Pilkada 2018.

Pilkada serentak 15 Februari 2017 ada 101 titik. Untuk pilgubnya ada di 7 provinsi, yaitu Bangka Belitung, Banten, DKI, Gorontalo, Aceh, Sulawesi Barat dan Papua Barat. PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2014 hanya menang di Aceh, Sulawesi Barat dan Papua Barat.

Untuk Aceh, justru satu-satunya provinsi di Indonesia yang PDIP tidak punya anggota DPRD (DPRA). Artinya, kemenangan di Aceh sama sekali bukan kemenangan PDIP. PDIP di Aceh sebagai pelengkap saja. Begitu juga, gubernur dan wakil gubernur di Sulawesi Barat bukan dari kader PDIP, tapi dari NASDEM dan GOLKAR. Sama halnya, gubernur dan wakil gubernur Papua Barat juga bukan berasal dari kader PDIP. Artinya, dalam pilgub serentak 2017, tidak ada seorang pun kader PDIP yang menjadi gubernur atau wakil gubernur. Kekalahan telak.

Pada 2018, pilkada serentak ada di 171 daerah dan 17 pilgub. Sebagai pemenang pemilu 2014, dalam pilgub serentak 2018, PDIP kalah di 11 daerah dan hanya menang di 6 daerah yaitu Bali, Jateng, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Sulsel.

Kekalahan PDIP di pilgub serentak 2017 dan 2018 bisa terus bergulir ke pilpres 2019. Legenda 212 akan kembali memiliki efek besar dalam pemilu 2019.

Memang masyarakat juga bisa menilai Prabowo-Sandi memiliki kekurangan. Namun banyaknya janji-janji Jokowi yang tidak ditepati saat berkuasa, begitu pula

beberapa blunder yang dilakukan Jokowi dan partai pengusung serta para pendukungnya akan mendegradasi elektabilitas 01.

Beberapa provinsi yang dulunya Jokowi menang akan berubah menjadi kemenangan bagi Prabowo-Sandi di 2019. Insyaa Allah, 2019 rakyat Indonesia akan punya Presiden Baru.

-Penulis Pemerhati Masalah Sosial dan Politik.

Baca Juga