Bantah Perkosa Wanita Rohingya, Militer Myanmar Dinilai Berbohong

Tentara Myanmar

Terungkap “kisah mengerikan tentang pemerkosaan, pembunuhan dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya” di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

SALAM-ONLINE: Human Rights Watch (HRW) menyatakan menolak klaim Myanmar terkait pernyataan militer negara fasis itu yang membantah memperkosa wanita Rohingya. Militer Myanmar mengatakan “tidak ada bukti” mereka memperkosa Muslimah Rohingya—satu klaim yang tidak dipercaya dan dinilai bohong oleh kelompok HAM.

Awal pekan ini, seperti dilansir kantor berita Anadolu, Jumat (8/2/2019), rezim fasis Myanmar menyerahkan laporan kepada PBB terkait situasi perempuan dan anak perempuan di Negara Bagian Rakhine utara. Otoritas Myanmar mengatakan tidak ada tindakan pemerkosaan yang dilakukan oleh tentara.

Kelompok HAM internasional menyebut pengakuan Myanmar sebagai “sebuah penyangkalan keliru yang tak berpijak di atas kebenaran dan sangat menyakitkan”. Kelompok HAM pun mengecam Myanmar karena memberikan laporan bohong kepada PBB.

Pada akhir 2017 Komite PBB meminta laporan Myanmar tentang Penghapusan Diskriminasi bagi Perempuan (CEDAW) terkait situasi perempuan dan anak perempuan di Negara Bagian Rakhine—di mana tentara Myanmar telah membunuh ribuan Muslim minoritas Rohingya.

Komite PBB itu menyatakan bahwa bukti tersebut juga dikumpulkan oleh HRW, organisasi hak asasi manusia lainnya, media dan PBB. Terungkap “kisah mengerikan tentang pemerkosaan, pembunuhan dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya” di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

“Ratusan (dalam laporan OIDA sekitar 18 ribu) perempuan dan gadis Rohingya diperkosa. Saya berbicara dengan banyak dari mereka. Mereka mempertaruhkan trauma dan stigma baru—dengan sedikit harapan nyata untuk sembuh—dengan menceritakan kisah mereka. Seorang anak perempuan berusia 15 tahun, misalnya, mengatakan tentara menyeretnya keluar dari gubuknya, mengikatnya ke pohon, dan kemudian memperkosanya,” ungkap Skye Wheeler, seorang peneliti di divisi hak-hak wanita.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.

Baca Juga

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas minoritas Muslim itu pada Agustus 2017.

Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar, demikian laporan Ontario International Development Agency (OIDA).

Lebih dari 34.000 Rohingya juga dilemparkan ke dalam api dan lebih dari 114.000 lainnya mengalami penyiksaan, demikian laporan OIDA, berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang tak Terungkap”.

“Sekitar 18.000 perempuan dan anak perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Sementara lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak,” lanjut OIDA.

PBB juga telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak-anak—penyiksaan brutal dan penghilangan nyawa yang dilakukan oleh pasukan Myanmar.

Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (mus)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga