The Bat & The Frog

-CATATAN M RIZAL FADHILLAH, SH-

Sebagian nitizen memberi predikat keadaan ini sebagai “tambahan hoaks” bagi Jokowi. Serangan pribadi soal pemilikan lahan Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah juga dinilai “over”.

SALAM-ONLINE: Judul di atas tidak dimaksudkan negatif. The Bat untuk menggambarkan bermain di udara, sedang The Frog di darat. Meski sebagian masyarakat menjadikan itu julukan masing-masing kandidat. Namun kita tak ingin berdebat di antara sebutan yang biasa diungkap “kampret” dan “kodok” itu.

The Bat and The Frog menunjukkan suasana Ahad (17/2/2019) malam lalu, yaitu “debat dan keprok”, debat dan antusiasme para pendukung atau “juru keprok”. Di banding debat pertama, debat kedua lebih hidup dan bergairah. Meskipun belum nyambung pada makna “debat” yang sebenarnya. Satu masih “melayang” dan yang lain “melompat”.

Sebuah catatan bahwa waktu untuk eksplorasi kurang cukup. Lalu uji data yang tidak tepat sehingga angka yang tak akurat bisa dieksploitasi sebagai argumen detil. Nuansa debat tetap belum tajam, masih berada di area eksplanasi masing-masing. The Bat melayang di udara, the Frog melompat-lompat di darat. Strategi Prabowo masih umum “di udara” yang belum menjadi arah operasional. Sementara Joķowi lebih detail dengan data angka “darat” tapi masih melompat-lompat. Data itu kurang akurat.

Data di medsos dengan cepat masuk sebagai koreksi atas angka Jokowi, seperti kebakaran hutan (Karhutla) yang terjadi tiap tahun, angka impor jagung, konflik pembebasan lahan jalan tol, divestasi saham Freeport, pengolahan enerji sawit, serta Palapa Ring yang sudah ada sejak masa pemerintahan SBY.

Sebagian nitizen memberi predikat keadaan ini sebagai “tambahan hoaks” bagi Jokowi. Serangan pribadi soal pemilikan lahan Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah juga dinilai “over”. Untung terklarifikasi bahwa itu sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang berbatas waktu. Closing statement yang cukup bagus.

Baca Juga

Dalam analisis pengamat, debat kedua ini diduga belum mampu mempengaruhi pandangan “undecided voters” untuk menentukan pilihan. Sementara pemilih emosional tetap tak bergeser. Meskipun sebenarnya tentu butuh survei yang lebih akurat untuk memastikan itu.

Di tengah suasana debat ini, terjadi gangguan di luar arena. Muncul aksi “The Dog”. Ledakan “petasan” yang membuat panik peserta nonton bareng. Terjadi saat penyampaian visi Jokowi di lokasi dekat dengan arena pendukungnya. Hal ini menimbulkan dugaan ada motif yang dibuat. Meskipun tak jelas siapa pembuat. Mungkin tak akan bisa diperjelas juga. Kita hanya berharap moga bukan “warming up” bagi pelaksanaan maupun pasca Pemilu yang memang diciptakan untuk menjadi “panas”.

The Dog ini yang berbahaya, ia bisa menjadikan pilpres sebagai “bone” yang dikejar dan dimakan. Jika tak diketahui siapa dan apa motif “peledakan” ini, maka semakin lengkap kasus tak terungkap seperti perekayasa Sarumpaet, penelepon kontainer kartu suara, tabloid Indonesia Berokah, serta permainan “firehose of falsehood” ala Rusia. Semua cerita itu tentang hoaks. Hoaks sebagai alat.

Mungkin nanti setelah Pilpres akan ada yang membuat film “horor” berjudul: “The Dog of the Hoax” atau “The Bat, The Frog and The Dog of the Hoax”. Wah seru…!

Bandung, 18 Februari 2019

-Penulis adalah Ketua Masyarakat Unggul (MAUNG) Bandung Institute

Baca Juga