Aksi 21-22 Mei, Farhan Safero Diduga Meninggal Ditembak Sniper

Ali Alatas (kiri) dalam konferensi pers yang digelar FPI, jumat (24/5/2019) di Jakarta

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Aksi 21-22 Mei meninggalkan catatan penting mengenai tindak aparat kepolisian terhadap sipil. Menurut laporan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sebanyak 8 orang meninggal dunia dan 730 lainnya luka-luka pascabentrok antara aparat dengan massa demonstran dan warga.

Salah satu dari korban meninggal adalah Farhan Safero, warga Depok yang tinggal di Cikarang, Bekasi, bersama keluarganya. Meninggalnya laki-laki berusia 31 tahun itu diakibatkan luka tembak yang menganga di dadanya.

Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat (24/5/2019) menggelar konferensi pers di Jakarta untuk mengungkap berbagai temuan hasil investigasi pascaaksi 21-22 Mei. Salah satu poin yang dipaparkan adalah mengenai kronologis bentrokan dan sebab berjatuhannya korban jiwa.

Ketua Tim Investigasi FPI Ali Alatas menyampaikan, Farhan merupakan salah satu korban meninggal dunia dalam bentrokan yang terjadi di Petamburan pada 22 Mei dini hari.

Ketika itu Farhan tengah berjaga di sekitar rumah Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab lantaran lingkungan sekitar Petamburan secara tiba-tiba diserbu aparat Brimob.

“Di Tanah Abang terjadi kericuhan, kemudian tiba-tiba Petamburan diserbu juga, padahal (lokasinya) jauh dari Tanah Abang. Pada saat itu orang-orang ramai menjaga rumah HRS dan Petamburan,” ungkap Ali.

Menurut Ali, Farhan ditembak dari jarak jauh oleh penembak jitu (sniper).

“Farhan Safero meninggal ditembak. Kemungkinan dia ditembak sniper dari atas lalu tembus dari leher ke pundak belakang sebelah kiri. Farhan meninggal ketika menjaga lingkungan HRS dan Markas FPI,” terang Ali.

Ahmad Yani, relawan Hilal Merah Indonesia (HILMI) yang saat itu berada di lokasi kejadian mengetahui betul bagaimana detik-detik kritis Farhan sebelum meregang nyawa.

“Saat itu kondisi sangat kacau. Ambulans sangat minim. Ada (ambulans) tapi khusus untuk jenazah. Tiba-tiba petamburan pecah (bentrok). Jadi saya buka ambulans itu, dan semuanya masuk ke dalam. Termasuk Farhan yang (kondisinya) genting,” papar Yani kepada wartawan.

Yani melanjutkan, di dalam ambulans itu terdapat 3 orang yang salah satunya adalah Farhan. Dia langsung membawa ketiga korban menuju rumah sakit Budi Kemuliaan. Dalam perjalanan, Yani hanya meminta Farhan dan korban lainnya untuk berdzikir disebabkan ketiadaan peralatan medis darurat kecuali tabung oksigen.

Kondisi kritis Farhan dengan nafasnya yang sudah tersengal-sengal membuat Yani dan rekan relawan lain berfirasat, nyawa pemuda itu sulit tertolong.

Baca Juga

“Sampai di RS Budi Kemuliaan langsung ditangani tim dokter. Farhan nafasnya sudah tarik-ulur, dikasih alat picu dan segala macam,” ujar Yani.

Setelah mengevakuasi Farhan dan korban lain ke rumah sakit, Yani pun bergegas kembali ke Petamburan untuk bersiaga menolong korban-korban yang berjatuhan di lapangan.

Dia mengaku, tugasnya adalah misi kemanusiaan. Siapa pun korbannya, Yani dan tim HILMI lainnya merasa memiliki kewajiban untuk segera memberikan pertolongan.

Tak lama setelah kembali dari evakuasi kloter pertama tersebut, firasat Yani terjawab. Dia mendapat kabar bahwa Farhan telah menghembuskan nafas terakhir disebabkan luka tembak parah yang tidak lagi dapat tertolong.

57 Hilang

FPI hingga saat ini telah menerima sedikitnya 57 orang hilang sejak 21-22 Mei. Laporan itu diperoleh dari pesan melalui WhatsApp atau warga yang langsung mendatangi Markas FPI untuk meminta bantuan pencarian orang hilang.

Ali mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum mengetahui apakah 57 orang yang dilaporkan hilang tersebut dalam keadaan hidup atau meninggal dunia.

Dia juga mengatakan, berjatuhannya korban luka dan meninggal akibat luka tembak bisa menjadi bukti yang akan menjerat pihak kepolisian pada tindak pelanggaran HAM.

“Ditembak dari jarak dekat dengan peluru karet atau ditembak dari jarak jauh dengan peluru tajam itu adalah pelanggaran HAM,” ujarnya.

Ali mengaku, saat ini pihaknya masih mengalami kendala dalam mengungkap dugaan pelanggaran HAM tersebut. Ini lantaran pihak rumah sakit yang menangani korban enggan memberi keterangan terkait peluru yang digunakan aparat Kepolisian selama aksi 21-22 Mei tersebut.

Namun, Investigasi, menurutnya, akan terus berlanjut. (SF)

Baca Juga