Pemimpin Kashmir Ucapkan Terima Kasih atas Dukungan Turki

Syed Ali Shah Abdullah Geelani
Syed Ali Shah Abdullah Geelani

ISLAMABAD (SALAM-ONLINE): Pemimpin Kashmir mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Turki dan rakyatnya karena mendukung mereka dalam masa sulit ketika jutaan warga Kashmir berada di bawah kontrol penuh India sejak 5 Agustus 2019 lalu, setelah penjajah itu membatalkan status khusus wilayah lembah tersebut.

Berbicara dengan delegasi wartawan Turki di ibu kota Islamabad, Pakistan, pemimpin Kashmir, Ketua All Parties Hurriyat Conference (APHC) Syed Ali Shah Abdullah Geelani, mengatakan, Turki dan Pakistan adalah dua negara yang bersuara untuk Kashmir. Kedua negara itu, kata Gilani, mendukung Kashmir di setiap forum internasional.

“Kami berterima kasih kepada pemerintah dan rakyat Turki yang selalu mendukung kami,” ungkap Gilani yang dikutip kantor berita Anadolu, Ahad (22/9/2019).

”Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu membela kami dalam pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI),” tambahnya.

Gilani mengatakan bahwa ada dua negara di dunia, Turki dan Pakistan, dan orang-orang hebat mereka yang selalu mendukung mereka di masa-masa sulit.

Berbicara tentang situasi Kashmir yang dijajah India saat ini, Gilani memberi tahu bahwa daerah lembah yang dikelilingi bukit dan gunung dengan tanah subur dialiri sungai yang melewatinya itu kini sepenuhnya telah terputus dari seluruh dunia sejak 5 Agustus lalu. Pemerintah India menempatkan lebih dari delapan juta warga Kashmir seperti di dalam sangkar, yang terkucil dari dunia.

“Warga Kashmir menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan. Bahkan mereka tidak dapat pergi ke rumah sakit,” ujar Gilani.

Gilani mengungkapkan, orang-orang Kashmir yang menentang tindakan ilegal India akan menghadapi tindakan brutal pasukan negara tersebut.

“Anda dapat dengan bebas pergi dan tinggal di Azad Kashmir, tetapi Anda tidak bisa pergi ke sisi India Kashmir,” kata Gilani kepada wartawan Turki.

Dia menyebut masyarakat internasional bertanggung jawab atas situasi Kashmir saat ini yang tidak pernah menekan India untuk mengimplementasikan resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) tentang Kashmir.

Ketua Majelis Legislatif Azad Jammu dan Kashmir, Shah Ghulam Qadir, mengungkapkan bahwa India menyatakan pasukannya telah menangkap lebih dari 4.000 orang dan pemimpin di Kashmir yang diduduki India. Mereka diseret ke dalam penjara berbeda oleh penjajah India.

Kepada delegasi wartawan Turki di Muzaffarabad, ibu kota Kashmir yang berada dalam pengelolaan Pakistan, Qadir mengatakan pasukan India telah menangkap dan menahan sebagian besar orang terkenal seperti pengacara, anggota dewan lokal, aktivis masyarakat sipil dan jurnalis.

Baca Juga

“Pemerintah India mengikuti metode perubahan demografis India di Kashmir sama dengan Zionis Yahudi di Palestina,” kata Qadir.

Perdana Menteri Modi menerapkan ideologi Rashtriya Swayamsevak Singh (RSS) yang memaksa kaum minoritas untuk pindah keyakinan menjadi Hindu. “jika tidak, pasukan India membunuh mereka atau memaksa mereka untuk meninggalkan negara itu,” ungkap Qadir.

RSS adalah organisasi supremasi Hindu terkemuka yang melahirkan partai yang berkuasa, Partai Bharatiya Janata (BJP).

“Di balik langkah pemerintah India pada 5 Agustus bertujuan membawa umat Hindu ke Kashmir untuk membeli properti dan mengubah mayoritas Muslim menjadi minoritas,” jelas Qadir.

Pemimpin Kashmir itu menegaskan bahwa perjuangan mereka untuk kemerdekaan akan terus berlanjut ketika Kashmir di kedua sisi garis kontrol antara Pakistan dan India bersatu melawan pemerintah New Delhi.

“Kami siap memberikan hidup kami untuk kemerdekaan,” pungkasnya.

Jammu dan Kashmir yang dijajah India berada di bawah kontrol penuh sejak 5 Agustus lalu, setelah India membatalkan status khususnya. Penjajah India memblokir akses komunikasi. Mereka memaksakan pembatasan pada gerakan kemerdekaan Kashmir sehingga selalu membungkam setiap protes di wilayah tersebut.

Beberapa kelompok hak asasi manusia termasuk Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International telah berulang kali mendesak India untuk mencabut pembatasan dan membebaskan tahanan politik.

Dari tahun 1954 hingga 5 Agustus 2019, Jammu dan Kashmir menikmati status khusus di bawah konstitusi India, yang memungkinkannya untuk memberlakukan hukumnya sendiri. Ketentuan-ketentuan itu juga melindungi undang-undang kewarganegaraan wilayah itu, yang melarang orang luar menetap dan memiliki tanah di wilayah tersebut.

Selain itu, pemerintah India menurunkan dan membagi wilayah yang disengketakan menjadi dua “wilayah persatuan” yang dikendalikan secara terpusat.

India dan Pakistan sama-sama memiliki Kashmir di sebagian dan mengklaimnya secara penuh. Cina juga mengendalikan sebagian wilayah yang diperebutkan. Tetapi India dan Pakistan telah berperang dua kali terkait Kashmir. (mus/salam)

Sumber: Anadolu

Baca Juga