Lawan Corona, Universitas Khalifa di UEA Produksi Ventilator Secara Massal

Mesin Ventilator. (Foto: NBC News)

SALAM-ONLINE: Hingga Rabu, 8 April 2020, kasus terbaru Covid-19 di Uni Emirat Arab total mencapai 2.659 dengan penambahan kasus baru sebanyak 300. Sementara total tes yang dilakukan sebanyak 539.195.

Demikian siaran pers yang diterima redaksi dari Kedutaan Besar Uni Emirat Arab (UEA) di Jakarta, Kamis (9/4/20).

Dalam siaran persnya, Kedubes UEA menyampaikan bahwa para peneliti di Universitas Khalifa di Abu Dhabi bekerja untuk mengembangkan dan memproduksi Ventilator yang lebih murah hanya dengan 2 persen dari biaya pasar saat ini.

Seperti diketahui, Ventilator sangat dibutuhkan untuk melawan Covid-19. Ventilator adalah sebuah mesin yang berfungsi untuk menunjang atau membantu pernapasan seseorang. Melalui alat ini, pasien yang sulit bernapas akan dibantu untuk mendapatkan udara dan bernapas seperti orang normal. Begitu pentingnya Ventilator untuk melawan Corona, maka UEA pun memproduksinya secara massal.

“Tim pakar meluncurkan prototipe dalam waktu kurang dari dua pekan untuk memproduksi Ventilator secara massal,” demikian keterangan pihak Kedubes UEA di Jakarta.

Direktur Pusat Inovasi Teknik Medis Universitas Khalifa, Cesare Stefanini, mengatakan, jumlah tempat perawatan intensif dan Ventilator mekanik di rumah sakit adalah sebagian kecil dari apa yang mungkin diperlukan dalam beberapa pekan mendatang ketika situasi berkembang di seluruh dunia.

“Rencana kami harus sangat agresif. Kami bertujuan untuk mengembangkan kerja prototipe dalam waktu kurang dari dua pekan, di samping merancang unit produksi massal. Kami memiliki semua keahlian teoritis dan desain di tim kami, terutama di fase prototyping,” kata Stefanini.

Ventilator Pernapasan. (Istock/sturti)

Selain pengembangan dan produksi Ventilator, UEA juga tak lupa dengan negara lain yang lebih dahulu terkena wabah Corona. Untuk itu, UEA telah memberikan 10 ton bantuan Alat Pelindung Diri (APD) ke Italia, 13 ton ke Kazakhstan dan 10 ton ke Kolombia dalam perang melawan COVID-19.

Baca Juga

“Bantuan itu berupa ratusan ribu keping alat pelindung diri yang akan membantu lebih dari 30.000 petugas kesehatan di tiga negara,” terang Kedubes UEA di Jakarta.

Di samping itu, platform pembelajaran jarak jauh untuk Madrasah di UEA saat ini telah melayani 2,5 juta orang di seluruh dunia Arab, tiga kali lebih banyak daripada sebelum krisis Covid-19 dimulai. Dengan lebih dari 5.000 video pendidikan yang ditawarkan, platform ini melengkapi inisiatif pembelajaran jarak jauh UEA yang diluncurkan pada 22 Maret 2020 lalu.

Maskapai penerbangan UEA juga turut berpartisipasi. Etihad Airways akan bermitra dengan perusahaan Australia Elenium Automation untuk menguji teknologi baru yang dapat mendeteksi sakit wisatawan, termasuk mereka yang memiliki gejala awal Covid-19.

Sistem ini bertujuan untuk melacak suhu, detak jantung dan laju pernapasan penumpang saat melewati meja check-in, tempat penyimpanan barang, dan pos pemeriksaan keamanan.

“Etihad mengumumkan akan menambah penerbangan baru dari Abu Dhabi ke Melbourne dan Amsterdam. Etihad tetap mengoperasikan penerbangan khusus ke Seoul, Singapura, Manila dan Jakarta,” pihak Kedubes UEA melanjutkan keterangannya.

Terkait uji Covid-19, saat ini UEA telah melakukan hampir 540.000 tes, kira-kira satu untuk setiap 18 orang di negara itu, dan lebih dari dua kali jumlah yang telah dilakukan pada awal bulan. “UEA terus melakukan lebih banyak pengujian daripada negara lain.”

Dalam testimoninya Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, mengatakan, “Kami saat ini mengalami fase yang hanya dapat digambarkan sebagai perang melawan musuh tak terlihat yang dilakukan oleh tenaga medis kami.”

Maio mengakui, peralatan pelindung pribadi yang dikirim UEA ke Italia adalah senjata negaranya dalam menghadapi pertempuran melawan virus ini.

“Kami menganggap gerakan ini untuk mewujudkan solidaritas dalam praktik dan bantuan di lapangan. Italia tidak akan pernah melupakan negara-negara yang mendukungnya selama periode yang sulit ini, yang bukan hanya krisis kesehatan tetapi juga krisis ekonomi dan sosial,” ungkap Maio. (S)

Baca Juga