Dibatalkan Sepihak, Haji Jangan Jadi ‘Mainan’

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE: Meski diduga ibadah haji akan tertunda tahun ini, namun pembatalan sepihak Kemenag cukup mengejutkan. Yang mereaksi keras justru DPR-RI. Alasannya pembatalan itu tanpa pembahasan bersama Pemerintah dengan Dewan. Padahal agenda pertemuan telah dirancang.

Kemenag mengambil keputusan “mendahului” dengan alasan “diminta oleh Presiden”. Jadi penyebab pengambilan keputusan adalah Presiden.

Pemerintah diduga malah khawatir jika Pemerintah Saudi ternyata membuka pintu untuk dilaksanakannya ibadah haji tahun1441 H dengan keyakinan wabah telah teratasi. Kekhawatiran ini dikaitkan pada persiapan atau penggunaan dana haji.

Pemerintah mengusulkan penggunaan dana haji APBN dapat digeser atau dialokasikan untuk mengatasi wabah Covid-19. DPR telah menyetujui dengan catatan Pemerintah Saudi memang menutup pelaksanaan ibadah haji.

Tanpa menunggu kebijakan Pemerintah Saudi, Kemenag telah mengumumkan pembatalan ibadah haji. Akibatnya Dewan meradang. Terkuaklah bahwa hal ini merupakan permintaan dari Presiden.

Ada prediksi sesuai Perppu 1 tahun 2020 yang disetujui DPR menjadi UU bahwa penggunaan dana APBN dikaitkan Covid-19 tidak perlu dipertanggungjawabkan secara hukum. Timbul pertanyaan, adakah dana haji APBN sudah digunakan sehingga perlu putusan sepihak dan tergesa-gesa untuk membatalkan haji?

Pertemuan Menteri Agama dengan Komisi VIII DPR RI semoga tidak hanya bersifat formalitas atau haji yang menjadi “mainan”. Keseriusan dituntut apalagi sebagaimana Menag sampaikan bahwa hal ini adalah permintaan Presiden. Artinya, Presidenlah yang bertanggung jawab. DPR menyebut sebagai pelanggaran Undang-Undang.

Baca Juga

Haji kini menjadi objek dari “fait accompli”. Mau tak mau yang lain harus menyetujui. Sepertinya menjadi kebiasaan Pemerintah dengan mengentengkan posisi Dewan. Beberapa Perppu adalah contoh. Demikian juga RUU yang baru ditetapkan.

Menteri Agama tidak cukup dengan meminta maaf karena nasib 200 ribuan jamaah yang sudah membayar lunas BPIH menjadi taruhan.

Presiden harus diminta keterangan oleh Dewan. Ini adalah bagian dari hak-hak yang dimiliki Dewan. Sekaligus untuk mempertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya jamaah haji.

Bahwa Covid-19 itu merupakan penyebab semua dapat memaklumi. Akan tetapi kepastian hukum harus terklarifikasi. Jamaah tidak boleh dirugikan. Dana jamaah tidak boleh terganggu. Triliunan besarannya. Negara tidak boleh mencari kesempatan dalam kesempitan. Pandemi Corona jangan menjadi penghalal atas nama kedaruratan.

Setelah Menag mengaku salah atas perintah, maka Presiden yang mesti diminta pertanggungjawaban. Pertanyaan beratnya adalah berani dan punya nyalikah DPR RI untuk melakukan itu?
Itulah keraguan terbesar dari sebagian rakyat Republik Indonesia saat ini.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 12 Syawal 1441 H/4 Juni 2020 M

Baca Juga