Pengamat Ini Bilang Ganti Menteri 3 Kali Sehari pun Gak Ngaruh, karena…

Abdurrahman Syebubakar

SALAM-ONLINE: Presiden Joko Widodo diberitakan kembali marah kepada menteri-menterinya. Hal itu terungkap ke publik.

Diberitakan, Joko Widodo marah saat rapat kabinet pada 18 Juni 2020 lalu karena tidak puas dengan kinerja menteri-menterinya di tengah pandemi.

Dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, video marahnya Presiden Joko Widodo itu diberi judul ‘Arahan Tegas Presiden Joko Widodo pada pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, 18 Juni 2020’

“Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa nggak punya perasaan? Suasana ini krisis!” ujar Joko Widodo dalam video itu dengan nada tinggi.

Dia mencontohkan banyak anggaran yang sudah dianggarkan, tapi belum cair. Joko Widodo juga menyinggung penyaluran bantuan sosial yang belum optimal.

Ia menyampaikan ancaman reshuffle untuk menteri-menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja.

Baca Juga

“Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” kata Joko Widodo.

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang ingin mereshuffle menteri yang dinilai kurang kinerjanya itu ditanggapi oleh Pengamat Ekonomi Politik, Demokrasi & Pembangunan Manusia, Abdurrahman Syebubakar.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Institute for Democracy Education (IDe) ini, permasalahan Indonesia sekarang adalah pada pucuk pimpinan. Meskipun ganti menteri, menurutnya, tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja pemerintah.

“Mau ganti menteri 3 kali sehari gak ngaruh pada kinerja rezim, karena bukan itu akar masalahnya. Akar masalahnya adalah pucuk pimpinan,” kata jebolan The Australian National University (ANU) yang bekerja di Program Pembangunan PBB ini dalam akun Facebooknya, Ahad (28/6) malam.

Founder Garda Indonesia Berkeadilan ini juga menyayangkan video Sidang Paripurna Kabinet itu diupload ke publik.

“Mengupload video marah, kesel, menyalahkan anak buah, adalah tipe pemimpin yang buruk, tidak etis dan upaya lari dari tanggung jawab,” ujar Abdurrahman Syebubakar yang juga bekerja di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) ini. (mus)

Baca Juga