Duka Warga Palestina atas Normalisasi Hubungan UEA-Bahrain dengan Zionis

Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtayeh mengatakan hari kesepakatan antara UEA-Bahrain dengan Zionis penjajah itu akan dijadikan sebagai “Tanggal Penderitaan Palestina”.

Warga Palestina membakar foto para pemimpin Amerika Serikat (AS), Zionis penjajah, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dalam aksi protes di Jalur Gaza tengah pada 12 September 2020. (Foto: Reuters)

SALAM-ONLINE.COM: Penandatanganan kesepakatan normalisasi antara Zionis penjajah dengan dua negara Teluk yang berkhianat akan menjadi “hari hitam” bagi dunia Arab, kata Perdana Menteri Palestina, Mohammed Ishtayeh, pada Senin (14/9/20).

Baik Otoritas Palestina (PA) maupun Hamas, yang memerintah Jalur Gaza, telah mengutuk perjanjian yang dimediasi AS itu sebagai “tikaman dari belakang” terhadap rakyat Palestina.

Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu dan diplomat teratas Uni Emirat Arab (UEA) serta Bahrain akan menandatangani kesepakatan normalisasi di Washington pada Selasa (15/9).

Para pemimpin Palestina mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan Liga Arab.

“Besok (hari ini, Selasa, red) kita akan menyaksikan ‘hari hitam’ dalam sejarah dunia Arab, kekalahan Liga Arab, yang tidak bersatu tetapi terpecah,” kata Mohammed Shtayyeh pada pertemuan mingguan kabinet PA.

“Ini akan menjadi tanggal lain untuk menambah kalender penderitaan Palestina,” katanya, seraya menambahkan PA harus “memperbaiki” hubungannya dengan Liga Arab karena penolakannya untuk mengutuk dua perjanjian normalisasi yang disepakati sejak bulan lalu.

Pemerintah Palestina telah menyerukan protes pada Selasa ini bertepatan dengan upacara penandatanganan kesepakatan itu. PA juga mendesak negara-negara Arab lainnya “untuk tidak ambil bagian dalam upacara penandatanganan (ilegal) itu”.

Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al-Zayani dan Menteri Luar Negeri dan Kerja sama Internasional UEA, Sheikh Abdullah bin Zayed bin Sultan al-Nahyan, tiba di Washington pada Ahad (13/9). Sementara Perdana Menteri penjajah, Netanyahu, tiba pada Senin (14/9) di tengah seruan untuk pengunduran dirinya di wilayah jajahan.

Bahrain dan UEA tidak pernah berperang melawan Zionis. Tidak seperti Mesir dan Yordania yang masing-masing menandatangani perjanjian damai dengan Zionis pada 1979 dan 1994.

Baca Juga

Pada Senin (14/9), Menteri Pertahanan Bahrain dan Zionis penjajah melakukan pembicaraan via telepon pertama mereka.

Kedua menteri membahas pentingnya perjanjian normalisasi untuk stabilitas kawasan dan “harapan bersama untuk membangun kemitraan yang erat antara kedua kementerian pertahanan”, menurut pernyataan dari kantor berita negara Bahrain BNA.

Zionis penjajah dan dua negara Teluk Arab (UEA dan Bahrain) telah membicarakan peluang ekonomi yang akan dibawa oleh hubungan formal dan beberapa perjanjian kerja sama bisnis yang telah ditandatangani.

Menteri Dalam Negeri Bahrain mengatakan normalisasi akan melindungi kepentingan negara dan “berdampak positif pada ekonomi kedua negara”.

Berbeda dengan reaksi di UEA, warga Bahrain secara vokal mengkritik setelah kesepakatan itu diumumkan. Warga Bahrain menentang kesepakatan normalisasi yang dilakukan pemerintahnya. Protes warga Bahrain itu jadi topik paling populer di media sosial.

Sementara itu, Bank Nasional Dubai (NBD), grup perbankan terbesar di UEA, menandatangani nota kesepahaman pada Senin (14/) dengan Bank Hapoalim Zionis. Penandatanganan nota kesepahaman ini menandai perjanjian perbankan pertama antara pemberi pinjaman di kedua negara sejak mereka sepakat untuk menormalisasi hubungan bulan lalu.

“Merupakan kehormatan besar untuk menjadi bank pertama yang menandatangani perjanjian yang akan berkontribusi pada pembentukan hubungan antara kedua negara,” kata CEO Bank Hapoalim, Dov Kotler, dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh NBD.

Dikatakan bahwa memorandum itu adalah “bagian dari keterlibatan yang lebih luas antara UEA dan Zionis demi perdamaian, dialog dan stabilitas lebih lanjut serta membangun kerja sama untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan”. (mus)

Sumber: Middle East Eye (MEE).

Baca Juga