Pasca Perundingan Gagal, Ketegangan antara Turki dan Rusia Meningkat di Idlib

Asap mengepul dari desa-desa di wilayah Jabal al-Zawiya di provinsi barat laut Idlib setelah serangan dilancarkan oleh pasukan pro rezim Suriah pada 15 September 2020 lalu. (Foto: AFP)

SALAM-ONLINE.COM: Setelah bertahun-tahun serangan udara, bentrokan, darah dan penderitaan, provinsi terakhir yang dikuasai pejuang oposisi Suriah, Idlib, telah menikmati kedamaian relatif selama enam bulan terakhir.

Untuk pertama kalinya, para aktivis dan warga sipil tidak hidup dalam ketakutan terus-menerus atas serangan pasukan rezim Suriah Basyar Asad dan sekutu Rusia-nya.

Tetapi situasinya berubah pekan lalu saat pembicaraan diplomatik tingkat tinggi di Ankara antara pejabat Rusia dan Turki.

Pada hari yang sama, pesawat tempur Rusia membombardir posisi oposisi di pinggiran Idlib, ketika bus berpenumpang warga sipil yang diangkut oleh rezim Asad di dekat stasiun pengamatan militer Turki dilaporkan mencoba menerobos barikade militer Turki.

Sumber Turki yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa pembicaraan antara pejabat Turki dan Rusia gagal karena “beruang Rusia” tidak akan menyetujui sesuatu yang masuk akal. “Mereka tidak mau mendengarkan,” kata sumber itu seperti dikutip MEE, Jumat (25/9/20).

Pejabat Rusia mengulangi poin pembicaraan yang sama dalam berbagai pertemuan. Rusia menunjuk pada tanggung jawab Turki dalam kesepakatan Sochi untuk menyingkirkan atau membubarkan beberapa kelompok di provinsi Idlib, seperti Hay’ah Tahrir al-Sham (HTS).

Tidak ada yang akan mengatakannya dengan lantang di Ankara. Tetapi mereka yang mengikuti dokumen Suriah di lembaga keamanan Turki tahu bahwa Rusia memprovokasi putaran terakhir bentrokan di Idlib pada Maret, yang akhirnya menyebabkan gugurnya lebih dari 60 tentara Turki.

Kepercayaan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kepada mitranya dari Rusia, Vladimir Putin, seketika hilang. Sejak itu, Turki fokus untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Idlib sangat penting bagi kepemimpinan Turki. Ankara telah melakukan banyak penempatan di Idlib dengan mengirimkan pasukan khusus, kendaraan lapis baja, termasuk tank dan sistem pertahanan udara. Turki juga menciptakan ruang perang terpadu dengan kelompok-kelompok pejuang oposisi bersenjata di kota Hatay. Kelompok oposisi itu segera membalas setiap serangan yang datang dari pasukan rezim Basyar Asad.

“Turki melatih ratusan warga Suriah di Idlib melawan kemungkinan serangan yang dipimpin rezim Suriah,” kata seorang pakar Suriah kepada MEE. “Turki kini telah melakukan kontrol intensif di Idlib. Pasukan rezim tidak akan bisa bergerak seperti yang mereka lakukan pada Maret lalu.”

Salah satu langkah mendasar yang diambil militer Turki adalah mengerahkan sistem pertahanan udara. “Asad tidak dapat mengirim aset udaranya lagi,” kata ahli tersebut. “Jadi jika Anda melihat operasi udara, sekarang Anda tahu bahwa mereka pasti orang Rusia (bukan rezim).”

Dalam pertemuan di Ankara pekan lalu, para pejabat Turki mencoba menjelaskan kepada pihak Rusia bahwa Turki sekarang memiliki kendali lebih besar di Idlib dan HTS tidak lagi menjadi ancaman seperti dulu. “Kami sekarang berada di lapangan dan HTS tidak dapat bergerak dengan bebas,” kata seorang pejabat Turki.

“Mereka ingin kami menyingkirkan (membubarkan) HTS dan lainnya dari Idlib. Ke mana kami akan mengirim mereka? Banyak penduduk setempat juga melihat mereka sebagai pahlawan melawan rezim.”

Patroli di bawah tembakan

Dalam beberapa bulan terakhir, patroli militer Turki dan Rusia di jalan raya strategis M4 diserang oleh kelompok militan baru dan buram yang disebut Batalyon Khattab al-Shishani. Serangan itu membuat marah Rusia, membuatnya meminta Turki untuk menyerahkan wilayah di bawah M4 kepada Assad.

Baca Juga

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan akhir pekan lalu bahwa patroli gabungan telah ditangguhkan karena alasan keamanan, secara ambigu menambahkan bahwa pemerintah Suriah tidak perlu melakukan operasi apa pun di Idlib.

“Mungkin mereka ingin kami percaya bahwa Assad tidak akan menyerang dalam waktu dekat,” kata pejabat Turki itu. “Tapi kami tidak mempercayainya.”

Meskipun kecenderungan umum di antara para ahli Suriah adalah bahwa serangan pemerintah Rusia dan Suriah akan segera terjadi, ada pihak lain yang tidak setuju. Beberapa pejabat di Ankara yakin Rusia akan berhati-hati dalam berurusan di Idlib karena membutuhkan Turki sebagai mitra di Libya.

“Rusia terkejut dengan perlawanan kami pada bulan Maret melawan serangan mereka. Mereka tidak akan memberi tahu kami, tetapi kami tahu apa yang mereka inginkan. Mereka ingin kami pergi dari Suriah,” kata pejabat Turki.

Beberapa ahli berpikir bahwa Turki masih bisa memenuhi harapan Rusia dan menghentikan perang yang akan datang.

Seorang analis dari Tahrir Institute, Suhail al-Ghazi, mengatakan bahwa meskipun ada kemarahan terhadap serangan patroli gabungan (Turki-Rusia), tapi Moskow juga gagal menghormati kesepakatan dengan tidak menghentikan serangan harian yang dilakukan rezim Suriah.

“Menurut sumber di HTS dan Tentara Pembebasan Suriah, Turki akan meluncurkan operasi keamanan di daerah sekitar jalan raya di Idlib untuk menetralkan ancaman yang dilakukan Batalyon Khatab al-Shishani dan sel-sel lain yang menyerang pangkalan TSK (tentara Turki) dua kali,” kata dia.

“Operasi ini, jika berhasil, akan menyelesaikan masalah dengan Rusia dan Rusia tidak akan memiliki alasan untuk melancarkan operasi militer di Idlib.”

Bersiap untuk menyerang

Levent Kemal, seorang analis regional dan jurnalis senior, mengatakan Rusia telah menggunakan retorika yang sama sebelum bentrokan awal tahun ini. Itu untuk menegaskan kembali bahwa rezim Suriah tidak memiliki alasan untuk melakukan operasi di Idlib.

“Rusia mungkin nampak relatif diam, namun secara militer siap untuk operasi. Itu bisa dimulai kapan saja,” kata Levent Kemal.

“Ketegangan meningkat sejak pembicaraan di Ankara. Pengeboman rezim telah menjadi rutinitas. Saya tidak akan terkejut melihat permusuhan dimulai lagi pada Oktober nanti di Jabal al-Zawiya, yang sangat penting untuk pertahanan kota Idlib.”

Pejabat Turki percaya meningkatnya jumlah kasus Virus Corona dan sanksi terhadap rezim Suriah dapat menghambat upaya Rusia. Namun para pejbat Turki itu juga mengatakan tuntutan dari Rusia tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Mereka yakin Moskow akan membuat alasan baru setiap kali mendorong Ankara untuk melakukan hal yang mustahil.

“Mereka terkejut dengan perlawanan kami pada Maret lalu melawan serangan mereka (Rusia),” kata pejabat Turki itu. “Mereka tidak akan memberi tahu kami, tetapi kami tahu apa yang mereka inginkan. Mereka ingin kami pergi dari Suriah.” (mus)

Baca Juga