Kelompok Hak Asasi Muslim ‘tak Lagi Merasa Aman di Prancis’

SALAM-ONLINE.COM: Sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) Muslim Prancis pada Senin (26/10/2020) mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatannya di luar negeri di tengah kekhawatiran akan keamanan mereka dan pernyataan kontroversial tentang Islam yang baru-baru ini diungkapkan oleh Presiden Emmanuel Macron.

“Sebagai sebuah organisasi, kami tidak lagi merasa dapat melakukan pekerjaan kami di lingkungan yang aman, karena nyawa kami terancam dan pemerintah menetapkan kami sebagai musuh,” kata Collective Against Islamophobia in France (CCIF), sebuah organisasi Muslim yang aktif menentang islamofobia, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Anadolu, Selasa (27/10/20).

Kelompok ini mengatakan bahwa mereka telah menjadi sasaran pesan kebencian, ancaman kematian dan penghinaan selama sepekan terakhir setelah pemerintah Prancis mengumumkan ingin membubarkan organisasi tersebut.

“Menggunakan berita palsu dari kelompok sekuler-liberal, beberapa tokoh politik dalam tim Presiden Macron bahkan telah mencoba untuk menyematkan serangan Jumat lalu terhadap organisasi yang mengecam Islamofobia, seolah-olah secara konseptual tidak mungkin untuk menangani terorisme dan bentuk rasisme kontemporer, termasuk Islamofobia,” kata pernyataan itu.

“Karena alasan ini, apa pun hasil dari upaya pemerintah (Prancis) untuk membubarkan CCIF, kami telah memutuskan untuk memperluas kegiatan kami secara internasional, untuk memastikan kelangsungan operasi kami dan melindungi tim kami.”

Otoritas Prancis baru-baru ini meluncurkan gelombang besar investigasi terhadap organisasi Muslim di negara itu menyusul pembunuhan seorang guru di Paris.

Samuel Paty (47), yang mengajar sejarah dan geografi di Bois-d’Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, dibunuh oleh Abdullah Anzorov (18 tahun) pada 16 Oktober 2020 lalu. Remaja Muslim berdarah Chechnya ini tak lain adalah murid Paty sendiri.

Anzorov marah, lantaran sang guru menunjukkan karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sosok yang dicintai dan dimuliakan oleh umat Islam. Terjadilah pembunuhan itu. Tak lama berselang Anzorov pun berkalang maut setelah ditembak polisi setempat akibat pembelaan yang dilakukan terhadap sosok yang dimuliakannya.

Presiden Macron menyebut tindakan Party memamerkan karikatur Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dengan dalih usang, yaitu sebagai bentuk kebebasam berekspresi di negaranyaa, prancis. Ia juga menuding kelompok Islam mencoba membuat kekacauan dalam negeri. Macron pun memerintahkan menutup masjid di daerah Paty tinggal.

Baca Juga

Atas pernyataan provokatif itu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyebut Macron mengidap penyakit jiwa. Karenanya, harus segera diperiksa kondisi kejiwaannya.

Apakah Macron lupa atau tak tahu, apa yang menyebabkan remaja 18 tahun itu melakukan pembelaan terhadap sosok yang dimuliakan dengan membunuh sang guru yang dia nilai turut memamerkan dan mendukung penghinaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu, dengan dalih kebebasan berekspresi, Macron melegalkan sebuah tindakan rasis yang dilakukan warganya terhadap umat Islam.

Akibat kecerobohan dan kedunguan Macron, ia kini menjadi bulan-bulanan netizen Muslim di seluruh dunia.

Para pemimpin komunitas Muslim di Prancis menyatakan keprihatinan mereka bahwa kasus di atas akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan mengobarkan sentimen Islamofobia.

Pemerintah Prancis telah mengumumkan pekan lalu bahwa mereka menyelidiki 51 organisasi Muslim Prancis, termasuk Collective Against Islamophobia di Prancis.

Menteri Dalam Negeri Darmanin mengklaim bahwa elemen-elemen organisasi tersebut telah menyebabkan para pejabat menganggapnya sebagai “musuh republik”.

Baru-baru ini Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama “yang tengah mengalami krisis”. Dia mengumumkan rencana membuat undang-undang yang lebih keras untuk menangani apa yang disebutnya “separatisme Islam” di Prancis.

Beberapa kelompok dan organisasi masyarakat sipil yang “bertindak melawan hukum dan nilai-nilai negara” mungkin ditutup atau menghadapi audit keuangan yang ketat, menurut rencana Macron. (mus)

Baca Juga