Mogok Mogok Mogok

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE.COM: RUU Cipta Kerja dibawa ke Paripurna untuk persetujuan Dewan. Pandangan Fraksi telah terpetakan, hanya dua Fraksi yang menolak yaitu F-PKS dan F-Demokrat, sedangkan lainnya koor “setujuuu”.

Memang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) realitanya sudah terkooptasi oleh Pemerintah, maklum mayoritas adalah partai koalisi pendukung Presiden.

Ada yang tidak beres dalam sistem dan pranata ketatanegaraan kita. DPR menjadi Dewan Perwakilan Rezim.

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendukung seruan mogok nasional buruh. Sepakat bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah aturan yang hanya menguntungkan pengusaha atau pemilik kapital dan tidak berpihak kepada pekerja. Karenanya sangat layak untuk ditolak.

Banyak elemen yang juga menolak termasuk PP Muhammadiyah yang menyerahkan hasil kajian Omnibus Law RUU Cipta Kerja kepada Pimpinan DPR. Muhammadiyah meminta DPR menghentikan pembahasan. Kegaduhan politik telah menjadi cipta kerja Pemerintah dan DPR.

Mogok adalah hak konstitusional pekerja dan undang undang memberi perlindungan adanya unjuk rasa buruh yang bermodel mogok. Mogok adalah suara keras buruh terhadap ketidakadilan dan ancaman atas hajat hidup orang banyak, khususnya tenaga kerja di berbagai bidang usaha.

Mogok mogok mogok untuk melawan kerja kerja kerja. Kerja yang menyimpang dari nilai-nilai hubungan industrial yang sehat.

Kerja yang memperbudak tenaga kerja dengan meminimalisasi hak-hak yang dimilikinya. Kerja yang berorientasi untuk lebih menggemukkan pemilik modal yang memang sudah gemuk. Kerja yang sekadar slogan dari konten pidato tidak jelas arah dan pelaksanaannya. Kerja pencitraan politik.

Baca Juga

Seruan mogok nasional adalah perlawanan efektif untuk menembus ketidakadilan dan ketidakpedulian. Hubungan Industrial Pancasila yang telah dibantai oleh Hubungan Industrial Kapitalisme. Mogok adalah senjata buruh untuk menjaga martabat diri dari penindasan kaum borjuasi. Pengorbanan berat untuk berpuasa demi membela marwah komunitas yang berimplikasi pada diri dan keluarga.

Mogok menjadi alat perjuangan menuju perubahan. Omnibus Law telah menjadi hantu yang menakutkan dan mengganggu kenyamanan dan kebahagiaan kerja. Omnibus Law harus disingkirkan. Rakyat dan kaum buruh tidak butuh Omnibus Law. Seorang Guru Besar menyatakan bahwa Omnibus Law akan menjadikan rakyat Indonesia menjadi bangsa jongos.

Semangat untuk mogok nasional jangan dibaca dengan kacamata negatif. Tetapi ini adalah pengingat bahwa semakin kecil peluang upaya alokasi aspirasi melalui negosiasi. Anggota Dewan, meski tidak seluruhnya, sulit untuk mandiri. Kungkungan Fraksi begitu kuat dan Partai memiliki kepentingan yang terlalu pragmatis dan transaksional.

Mogok melawan Omnibus Law tiada lain adalah perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Strike is a hard struggle to continue justice.

Mogok, mogok, mogok.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 18 Safar 1442 H/6 Oktober 2020 M

Baca Juga