Antara Kezaliman dan Pembangkangan

KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA

Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*

SALAM-ONLINE.COM: Semua yang berakal sehat, pasti akan mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk mencegah semakin menyebarnya Covid-19 yang selama ini telah mengancam bahkan menelan banyak korban di dunia, termasuk di Indonesia.

Terlebih lagi bagi setiap Mukmin yang meyakini sepenuhnya, bahwasanya salah satu dari lima hal yang menjadi Maqoosidusy Syariah—tujuan utama Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan risalah-Nya—adalah “Hifzun nafs” (melindungi jiwa raga). Dalam hal ini setiap Muslim dituntut untuk tidak bersikap dan berbuat sesuatu yang bisa berakibat membinasakan diri sendiri (QS Al-Baqarah” 195), dan/atau mencelakakan serta membinasakan seseorang.

Jika itu terjadi, maka disisi Allah Ta’ala seakan-akan yang bersangkutan telah membinasakan semua manusia (QS AI-Maaidah: 32).

Di satu sisi, setiap warga negara dituntut untuk mematuhi protokol kesehatan dan segala aturan yang ditetapkan pemerintah. Di sisi lain, pemerintah diharapkan tidak melakukan tindakan yang dapat melahirkan kesan tidak adil, tebang pilih dalam menegakkan protokol kesehatan.

Sebab, jika itu sampai terjadi, maka wibawa hukum dipastikan akan jatuh merosot dan ketidakpercayaan masyarakat akan semakin meningkat, yang berpotensi menimbulkan ketidakpedulian, Bahkan pembangkangan masyarakat.

Agar masyarakat tergerak untuk disiplin menegakkan protokol kesehatan, maka pembuat dan penegak kebijakan harus konsisten menegakkan peraturan secara adil, sehingga tidak ada aktivitas berkumpul yang melanggar protokol kesehatan yang dibiarkan. Sementara aktivitas yang Iain dibubarkan, bahkan diproses secara hukum.

Baca Juga

Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, konsistensi dalam menegakkan aturan secara adil adalah kata kunci. Hukum harus tajam ke setiap arah, tanpa pandang bulu. Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah, tapi sangat tumpul ke atas.

Antipati bahkan kebencian kepada seseorang karena persaingan dalam meraih simpati masyarakat demi memperoleh atau melanggengkan kedudukan, tidak boleh menjadi alasan untuk berbuat zalim.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecam keras tindakan kezaliman seperti itu Iewat firman-Nya:  “… dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil-lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS AI-Maaidah: 8).

Rasa cinta kepada anak kandung sekalipun tidak boleh menghalangi tegaknya keadilan. Lihat bagaimana tegasnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan prinsip ini lewat sabdanya: “Celakanya orang-orang jahiliyah di masa lalu di antaranya disebabkan, jika ada di antara mereka seseorang yang dianggap hina (rakyat biasa) yang mencuri, maka mereka pun sangat bersemangat menjatuhkan hukuman kepadanya. Sebaliknya jika yang mencuri itu orang yang dianggap mulia (pejabat atau keluarganya), tidak ada seorang pun yang mau menjatuhkan hukuman kepadanya. Sedangkan Aku: ‘Demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya Muhammad sendiri yang akan memotong tangannya’.”

Jadi, jika kita semua ingin aturan dan hukum dipatuhi, maka tegakkanlah aturan dan hukum secara adil, agar tidak ada alasan bagi seorang pun untuk membangkang.

*) Penulis Ketua Umum ANNAS Indonesia

Baca Juga