Di Era Joko-Ma’ruf: Sudah Tiga Jurnalis Dibui Pakai UU ITE, 473 Lainnya Alami Kekerasan

Jurnalis yang tergabung dalam AJI, IJTI dan PFI meletakkan Kartu Pers dan peralatan peliputan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Malang, Jawa Timur, Senin (9/11/21). (Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto)

SALAM-ONLINE.COM: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sedikitnya tiga jurnalis telah dibui (dipenjarakan) pada periode kedua rezim Joko Widodo.

Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin menyebut ketiga jurnalis itu dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bahkan, menurutnya, polanya sama.

Mereka dijerat dengan pasal terkait penghinaan, pencemaran nama baik dan menyebarkan hoaks.

Pola berikutnya, ketiga kasus itu tetap diproses di pengadilan, meskipun Dewan Pers sudah menyatakan bahwa produk yang dipermasalahkan termasuk karya jurnalistik. Seharusnya, kata Ade Wahyudin, kasus sengketa pers cukup diproses di Dewan Pers.

“Kalau misalkan dia memang karya jurnalistik, seharusnya mekanisme sengketa pers atau penyelesaian melalui UU Pers. Kalau melanggar kode etik, ya sanksinya sanksi etik, bukan sanksi hukum,” terang Ade Wahyudin, Rabu (24/11/2021), yang dilansir CNNIndonesia, Kamis (25/11/21).

“Ini sangat berpotensi menjadi preseden yang tidak baik bagi kebebasan pers kita,” lanjutnya.

Berikut tiga jurnalis yang telah dan atau sedang dipenjara karena dijerat UU ITE atas karya jurnalistiknya.

Muhammad Asrul

Jurnalis Muhammad Asrul dijatuhi vonis penjara tiga bulan oleh Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan, setelah berusaha membongkar dugaan kasus korupsi di Palopo lewat tiga tulisannya yang dimuat di berita.news.

Ketiga berita yang dipersoalkan merupakan hasil liputan Asrul. Namun, Asrul dituduh melanggar pasal pencemaran nama baik karena menyebut nama anak Wali Kota Palopo dalam karya jurnalistiknya itu.

Majelis Hakim PN Palopo pada Selasa (23/11/21) menyatakan Asrul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 45 ayat 1juncto pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Tiga judul berita yang ditulis Asrul kemudian dipermasalahkan. Tiga judul berita itu adalah: Putra Mahkota Palopo Diduga ‘Dalang’ Korupsi PLTNH dan Keripik Zaro Rp11 M (terbit pada 10 Mei 2019); Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas (terbit 24 Mei 2019); Jilid II Korupsi Jalan Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik untuk Farid Judas? (terbit 25 Mei 2019).

Diananta

Baca Juga

Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra Sumedi ditahan selama 3,5 bulan di Rutan Kotabaru. Diananta ditahan karena dianggap menulis berita yang diduga menyinggung SARA dan dijerat Pasal 28 UU ITE.

Tulisan berita Diananta yang dipermasalahkan berjudul: Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel yang dimuat di Banjarhits.id pada 9 November 2019.

Dewan Pers dalam surat bernomor 02/P-DP/VIII200 mengatakan, semestinya karya tersebut diselesaikan dengan mengacu pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan dibawa ke ranah pidana.

Mohammad Sadli Saleh

Jurnalis Mohammad Sadli Saleh divonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

Hakim menilai Sadli terbukti bersalah karena menyebarkan informasi hingga menimbulkan kebencian di masyarakat lewat berita yang ditulisnya.

Sadli digugat oleh Bupati Buton Tengah karena berita berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat.

Sadli didakwa melanggar Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mengatakan, belum lama ini, jurnalis Metro Aceh, Bahrul Walidin juga digugat menggunakan Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 UU ITE.

Bahrul dilaporkan ke Polda Aceh pada 24 Agustus 2020 setelah menulis berita terkait penipuan. Saat ini kasusnya sudah dalam tahap penyidikan.

“Sekarang Bahrul kasusnya naik tahap penyidikan di Polda Aceh,” kata Erick kepada CNN Indonesia, Rabu (24/11/21).

Selain dipolisikan, jurnalis juga rentan mendapat kekerasan. Berdasarkan laporan tahunan LBH Pers, pada 2020 terdapat 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2019. Kekerasan terhadap jurnalis pada 2019 tercatat 79 kasus.

Sementara itu, berdasarkan catatan AJI Indonesia, pada kurun waktu 2014-2021 atau selama Joko Widodo menjabat presiden, kekerasan terhadap jurnalis mencapai 473 kasus. (cnnindonesia)

Baca Juga