Saudi Vonis Mati Pensiunan Guru karena Mengkritik Praktik Korupsi di Pemerintahan

Mohammed al-Ghamdi, pensiunan guru, adik kandung ulama terkenal Saeed al-Ghamdi dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi pada Juli lalu. (saeedbinaser.net)

SALAM-ONLINE.COM: Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan vonis mati kepada Mohammed al-Ghamdi hanya karena pensiunan guru ini mengkritik praktik korupsi di pemerintahan. Mohammed al-Ghamdi adalah saudara kandung seorang ulama terkemuka, Saeed al-Ghamdi.

Dalam cuitannya, Mohammed al-Ghamdi mengkritik praktik korupsi pemerintah Saudi yang saat ini secara de facto dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed Bin Salman (MBS). Mohammed al-Ghamdi dalam media sosialnya juga menyerukan dukungan terhadap para ulama yang dipenjara seperti Salman al-Odeh dan Awad al-Qarni karena mengkritik rezim Saudi, demikian laporan kelompok hak asasi manusia dan keluarga.

Dalam sebuah tweet pada Kamis (24/8), kakak kandung Mohammed al-Ghamdi, seorang ulama terkemuka yang berbasis di Inggris, Saeed al-Ghamdi mengatakan bahwa Pengadilan Kriminal Khusus di Riyadh telah menjatuhkan hukuman mati kepada saudaranya itu atas tweet yang dibuat dari akun anonim dengan sembilan pengikut.

Tweet-nya, seperti dilansir Middle East Eye, berfokus pada pengangguran, inflasi dan kesalahan pengelolaan sumber daya oleh pemerintah, serta menyerukan pembebasan tahanan politik.

“Saya memohon kepada semua orang yang memiliki kemampuan untuk membantu membebaskan leher saudara saya dari ketidakadilan dan keputusan yang tidak adil,” kata Saeed al-Ghamdi, yang sudah lama tinggal di pengasingan di London karena untuk menghindari ancaman hukuman mati.

Dia menambahkan bahwa adik laki-lakinya yang seorang pensiunan guru, juga dijatuhi hukuman karena membela ulama Saudi yang ditahan, yaitu Awad al-Qarni, Salman al-Odeh, Ali al-Omari dan Safar al-Hawali. Qarni, Odeh dan Omari telah dipenjara sejak tahun 2017. Ketiganya juga tengah menghadapi hukuman mati.

Vonis mati terhadap Mohammed al-Ghamdi, yang diputuskan pada awal Juli lalu hampir setahun setelah penangkapannya pada Juni 2022, dikonfirmasi pada Jumat (25/8) oleh kelompok advokasi Alqst dan Sanad Rights Foundation yang berbasis di Inggris.

Ini merupakan hukuman mati pertama atas unggahan di media sosial, setelah serangkaian hukuman ekstrem atas aktivitas online, dimulai dengan hukuman 34 tahun terhadap kandidat doktor Universitas Leeds, Salma al-Shehab, terkait cuitannya pada Agustus lalu.

Para pembela hak asasi manusia dan pengacara veteran Saudi mengatakan bahwa mereka terkejut atas keputusan tersebut.

“Ini juga pertama kalinya hukuman mati diputuskan begitu cepat,” kata Lina al-Hathloul, direktur pemantauan dan komunikasi kelompok advokasi Alqst dan Sanad Rights Foundation yang berbasis di Inggris.

Taha al-Hajji, seorang pengacara Saudi dan konsultan hukum di Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa-Saudi, mengatakan pada Jumat lalu bahwa pengadilan Saudi mengambil “keuntungan dari keputusan diskresi untuk melikuidasi siapa pun yang mereka inginkan”.

Baca Juga

“Merusak dan mengabaikan kehidupan telah mencapai tahap berbahaya di Arab Saudi. Hukuman mati yang dijatuhkan atas tuduhan tidak masuk akal adalah hal yang menakutkan dan berbahaya,” kata Hajji.

Suara-suara tenggelam

Hukuman ekstrem (berlebihan) atas unggahan kritikan di media sosial di kerajaan tersebut dimulai pada Agustus lalu dengan hukuman penjara 34 tahun bagi Shehab. Selain hukuman penjara 34 tahun, ditambah lagi dengan larangan bepergian selama 34 tahun terkait unggahan ulang (retweet) yang mendukung hak perempuan untuk mengemudi dan menyerukan pembebasan aktivis, termasuk Loujain al-Hathloul.

Seminggu setelah hukuman Shehab, Nourah al-Qahtani, ibu dari lima anak, dijatuhi hukuman 45 tahun penjara karena tweet dari dua akun anonim.

Kasus mereka diikuti oleh Saad Almadi, seorang warga negara ganda Saudi-Amerika, yang dijatuhi hukuman 16 tahun penjara karena tweetnya. Hukumannya kemudian ditingkatkan menjadi 19 tahun oleh pengadilan banding sebelum dia dibebaskan pada Maret lalu. Namun larangan bepergian selama 16 tahun masih berlaku.

Abdullah Jelan, seorang lulusan universitas yang bercita-cita menjadi pendidik kesehatan bagi pemerintah Saudi, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, ditambah larangan bepergian selama 10 tahun, karena tweet anonim yang sebagian besar berfokus pada pengangguran.

Baru-baru ini, muncul berita bahwa saudara perempuan dan influencer media sosial terkenal, Manahel dan Fouz al-Otaibi, menghadapi tuntutan pidana terkait aktivitas di media sosial mereka.

Aktivis Hathloul mengatakan hal ini “membuat frustrasi, menyedihkan dan menjengkelkan” karena meningkatnya tindakan keras terhadap kebebasan berpendapat di media sosial di kerajaan tersebut dapat dengan mudah ditenggelamkan.

“Suara kami semakin tidak terdengar dengan segala hal yang terjadi di Arab Saudi. Yang dilihat dunia hanyalah Neymar dan semua selebritas di Arab Saudi,” katanya, merujuk pada pesepakbola Brasil yang bergabung dengan Saudi Pro League al-Hilal.

“Tetapi kami orang Saudi, apa yang sebenarnya kami alami adalah kepala kami dipenggal karena akun-akun anonim.” (mus)

Baca Juga