Bisnis Islami Itu Jihad: Diperlukan ‘Islamisasi Ilmu’

CATATAN MUHAMMAD TAUFIK B DARUS-

Jakarta (salam-online.com): Bisnis adalah Jalan Tol Menuju Kemakmuran. Kemakmuran adalah Kekuatan Kedua (setelah Akidah Islamiyah) bagi Menangnya Pertempuran.

Memahami:

1. Mati syahid adalah impian tertinggi Pecinta Allah  SWT guna memastikan dirinya masuk surga dengan segala fasilitas kelas wahidnya.

2. Mahir bisnis adalah salah satu ciri khas khalifah/pemimpin akhir zaman. Hadits Nabi saw  tentang profil khalifah akhir zaman yang menciduk-ciduk harta tanpa perhitungan:

يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا لاَ

يَعُدُّهُ عَدَدًا

“Akan datang di akhir zaman umatku seorang khalifah yang bolak-balik menciduk harta tanpa perhitungan sama sekali,” (HR Muslim No. 7499).

3. Harapan Prof DR Yusuf al-Qaradhawi terhadap Indonesia agar menjadi negara berdaya secara ekonomi.

“Negara kita memiliki kekayaan sumber daya alam yang demikian melimpah yang negara lain jarang memilikinya . Selain itu, Indonesia memiliki potensi populasi dan wilayah untuk menjadi bangsa yang besar. Kelemahan kita adalah dalam hal modal,  kualitas sumber daya manusia dan tata nilai. Qaradhawi berharap banyak bahwa kelak kita akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi di antara negara Muslim. Ia menilai saat ini kerja sama ekonomi antarnegara Muslim masih sangat lemah. Arus perdagangan antara negara Muslim, misalnya, baru sekitar 6 persen saja. Kekuatan modal di negara-negara Teluk yang kaya minyak masih belum bisa dimanfaatkan. Modal mereka lebih banyak diputar di negara-negara maju,” (Analisis DR Iman Sugema, Republika, 15/1/2007).

4. Pernyataan Julius Tahija dalam buku monumentalnya “Melintas Cakrawala”  (hlm 21, terbitan Gramedia), “Belanda berusaha agar orang Indonesia tidak memasuki dunia bisnis dengan menyebarkan citra yang buruk tentang bisnis. Mereka mempengaruhi orang-orang Indonesia sedemikian rupa, sehingga masyarakat Indonesia memandang pejabat-pejabat pemerintahan lebih bergengsi daripada pedagang, walaupun sebenarnya para pejabat tersebut tidak memiliki kekuasaan yang nyata. Seorang pejabat daerah memang sangat terpandang, meskipun secara financial dia tidak berkecukupan. Ia juga bergantung kepada Belanda untuk dapat berlagak berkuasa. Kebanyakan keluarga di Indonesia, khususnya di Jawa, berharap  agar anak perempuan mereka bisa kawin dengan pegawai pemerintahan, bukan dengan pedagang.

5. Pesan Prof  DR Laode Masihu Kamaluddin dalam Pengantar bukunya ’14 Langkah Bagaimana Rasulullah saw Membangun Kerajaan Bisnis’, bahwa Bangsa Indonesia dipertaruhkan di tangan pengusahanya…

6. Mahathir Mohammad, Bapak Pembangunan Asia (meski berlaku zalim terhadap Encik Anwar Ibrahim) dalam bukunya ‘Dilema Melayu’ menggariskan visinya yang berintikan: “Pengakuan ras Melayu sebagai penduduk asli Malaysia (Bumiputra), maka membawa bahasa Melayu agar menjadi bahasa nasional sehingga ras lain harus belajar bahasa Melayu”.  Menurutnya, sikap toleran dan non-konfrontasi ras Melayu menjadikan mereka sebagai korban di Tanah Air-nya sendiri oleh ras lain yang berkolusi dengan Inggris. Karena itu, program aksi afirmasi harus dilakukan untuk mengoreksi kesalahan di masa lalu. Apalagi, hegemoni itu sebetulnya berakar dari kebijakan diskriminatif kolonial Inggris.

“Kemerdekaan Malaysia pada 31 Agustus 1957, hanya melahirkan pemimpin dari etnis Melayu. Selebihnya, kehidupan ekonomi dan kondisi pendidikan kaum Melayu tetap terbelakang, sama seperti di masa penjajahan,”  (Republika Online,  22/9/ 2005, Nasihin Masha).

7. Anis Matta dalam seri ke-58 buku ‘Mencari Pahlawan Indonesia’ menulis: “Sebagai indikator keberdayaan, harta menjelaskan satu sisi kekuatan jiwa seorang pahlawan: daya cipta material. Yaitu kemampuan mengadakan dan menciptakan semua sarana materi, apapun bentuknya, yang ia perlukan untuk merealisasi rencana kepahlawanannya.

Baca Juga

Makin dekat medan kepahlawanan seseorang kepada dunia materi, makin jelas pula daya cipta material ini menjadi indikator kekuataan kepribadiannya. Misalnya kepahlawanan dalam medan perang, politik dan ekonomi. Sebaliknya, makin rendah daya cipta material seseorang, khususnya pada ketiga medan kepahlawanan tersebul, makin kecil pula peluangnya menjadi pahlawan.

Mengingat:

1. Sangat terbatasnya wawasan kewirausahaan Islami yang ilmiah komprehensif.

2. Wawasan “Bisnis Itu Jihad” yang tidak memadai.

3. Kemampuan bisnis Islami menjadi prasyarat kepemimpinan Islam masa depan.

4. Lemahnya kemampuan Muslim dalam bisnis saat ini.

Maka dipandang darurat untuk membuat ilmu bisnis Islami sebagai bagian dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang telah dicanangkan oleh para pemikir Islam seperti Prof DR  Sayyid Naquib Al-Attas, As-Syahid Prof DR Ismail Raj’i  Al-Faruqi, dan lainnya. Gagasan Islamisasi Ilmu memang mendesak untuk dilakukan. Sebab, ilmu yang rusak, adalah sumber dari segala kerusakan. Dari ilmu yang rusak, lahir pula cendekiawan yang rusak–bahkan ulama syu’.

Pada 16 Desember 2008, dalam sebuah diskusi  ‘Pendidikan Islam’  di Masjid Salman ITB-Bandung, Prof  Wan Mohd. Nor Wan Daud mengingatkan kembali tentang sebuah gagasan lama yang sempat semarak, tapi kemudian terabaikan: “Islamisasi ilmu”.

Prof  Wan Mohd Nor, alumnus Chicago University yang kemudian berguru kepada begawan ‘Islamisasi Ilmu’ Prof  Syed Muhammad Naquib al-Attas, melakukan serangkaian diskusi di sejumlah kampus di Jawa (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Pajajaran Bandung dan Universitas Indonesia). Tema sentral diskusi itu adalah perlunya gerakan “Islamisasi ilmu” dihidupkan lagi di dunia Islam, khususnya di Indonesia, sebagai Negara Muslim terbesar.

Tiga hari sebelumnya, saat membuka seminar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Dr Yunahar Ilyas, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menekankan pentingnya integrasi antara keilmuan dan akhlak. Karena itu, menurutnya, diperlukan sebuah pengkajian yang serius terhadap ilmu pengetahuan serta mengintegrasikannya dengan nilai-nilai luhur Islam atau yang dikenal sebagai “Islamisasi”.

“Islamisasi Ilmu” yang kemudian terabaikan, padahal sangat penting untuk  mendorong terbangunnya Bisnis Islami. _______________________________________________________________________________________________________

*Muhammad Taufik Bahauddin Darus–Pemerhati Bisnis Islami, Alumnus Universitas Islam Internasional, Malaysia

_______________________________________________________________________________________________________

Baca Juga