Di Balik Sikap Golkar yang Berubah & Realitas Politik yang Jauh dari Nilai Islam

Jakarta (salam-online.com): Selama ini publik menganggap wajar saja Partai Golkar mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Sang Ketua Umumnya, Aburizal Bakri pun tampak santai-santai saja menyatakan bahwa harga BBM memang, mau tak mau, harus naik.

Toh partai-partai yang selama ini berseberangan dengan pemerintah (PDIP, Gerindra, Hanura) masih berharap Golkar ikut dalam barisan mereka: menolak penaikan harga BBM. Sementara harapan PKS akan bergabung bersama mereka menolak naiknya harga BBM sudah hampir dipastikan. Indikasi PKS kian jelasnya berbeda dengan pemerintah pun makin tampak.

Jika Golkar dan PKS bergabung, harapan mendulang suara untuk menolak penaikan harga BBM makin terbuka lebar. Tapi kenyataannya, Golkar masih tampak bersama partai koalisi dengan pemerintah, mendukung rencana pemerintah itu—meskipun PKS kian serius dengan rencananya juga: meninggalkan koalisi.

Hingga kemudian kabar mengejutkan itu datang, Kamis malam (29/3/12). Golkar menyatakan tak setuju harga BBM dinaikkan. Adalah sekjen partai ini, Idrus Marham, dalam jumpa persnya di Kantor Sekretariat Golkar, Slipi, Jakarta Barat, membacakan sikap dan putusan penolakan itu. Ada apa gerangan?

Nyaris berbarengan dengan jumpa pers Idrus Marham, Ketum Partai Demokrat pun menggelar keterangan pers di Ruang Fraksi PD DPR, Kamis malam (29/3/12). Sebagaimana jumpa pers Idrus yang cukup mengejutkan, maka keterangan pers Anas pun tak kalah sontaknya. Tentang penonaktifan Jafar Hafsah sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR.
“Untuk sementara waktu, tugas-tugas ketua fraksi saya ambil langsung. Ketum mengkoordinasi secara langsung seluruh anggota fraksi DPR. Saya dan Sekjen bertanggungjawab langsung menjadi panglima di dalam seluruh proses ini,” jelas Anas Urbaningrum dalam keterangan persnya.

Penonaktifan Jafar terkait dengan pernyataan Jafar yang mengatakan bahwa Ketum Golkar Aburizal Bakrie mengusulkan angka Rp 2.000 untuk kenaikan bahan bakar minyak (BBM).

“Dengan demikian kami berharap seluruh proses yang selama ini sudah berjalan baik bisa berlanjut menghasilakan keputusan yang baik, rasional, obyektif dan didasarkan pada kepentingan bersama untuk keselamatan ekonomi nasional dan perlingdungan khusus kepada rakyat miskin yang kurang mampu,” ujar Anas.

Akibat pernyataan Jafar ini, peta politik menjadi berubah. Golkar mendadak memberikan keterangan persnya bahwa Golkar menolak kenaikan BBM. Padahal, sebelumnya Golkar tidak secara tegas mengatakan hal itu.

Dengan penonaktifkan Jafar dari jabatan Ketua Fraksi, Anas berharap ke depan Fraksi bisa berjalan dengan baik. “Kami berharap apa yang sudah beralan baik bisa terus dilanjutkan. Sekali lagi atas dasar kepentingan bersama atas pemerintah makin produktif dan kebijakan-kebijakan yang diambil bisa dijalankan dan menghasilkan manfaat sebanyak-banyaknya bagi kepentingan rakyat,” tegasnya.

Ya, Anas masih berharap. Dengan pernyataan klarifikasi atas kesalahpahaman dan disertai mencopot Jafar Hafsah sebagai Ketua Fraksi PD DPR, ia masih berharap partai koalisi masih kompak, solid, utamanya Golkar–yang cukup mengejutkan menyatakan tak sepakat jika harga BBM dinaikkan.

Baca Juga

Jelas sudah, ada yang membuat Ical dan Golkar menjadi murka. Pernyataan Jafar bahwa Ical mengusulkan kenaikan harga BBM Rp 2.000 saat rapat Setgab Koalisi di tengah situasi mahasiswa dan rakyat sedang marah, jelas sangat tak menguntungkan Golkar. Benar tidaknya Ical pernah mengusulkan itu, bagi Golkar tentu bukan untuk konsumsi publik.

Karenanya, untuk meyakinkan publik bahwa sang Ketum tak pernah menyatakan itu, maka Golkar pun berbalik arah: menolak harga BBM  naik. Dalam running text televisi bahkan Golkar menyatakan membantah pernah mengusulkan angka kenaikan BBM.

Dalam jumpa persnya, Anas Urbaningrum, menyatakan menarik kembali pernyataan Jafar Hafsah. Pernyataan Jafar itu membuat konstelasi politik di DPR makin memanas.  Partai Demokrat mengoreksi pernyataan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR yang menyatakan bahwa Ketum Golkar mengusulkan kenaikan harga BBM dengan angka tertentu yang kemudian menyebabkan dinamika politik dan kesalahpahaman,” ungkap Anas.

Situasi memang cepat berubah. Golkar yang semula mendukung naiknya harga BBM, kini mendadak berubah. Statemen Jafar di atas, mau tak mau, membuat konstelasi politik dan Setgab Koalisi semakin berubah. Dan dukungan terhadap Partai Demokrat dan Presiden SBY-pemerintah, khususnya terkait dengan rencana naiknya harga BBM pun kian berkurang.

Bagi politisi Golkar yang memang tak menghendaki Golkar mendukung rencana pemerintah itu, sebut misalnya Bambang Soesatyo, jelas sangat gembira melihat realitas ini. Bambang beberapa waktu lalu yakin partainya, Golkar, tak mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

Dengan demikian, pernyataan Jafar itu bisa dibilang jadi “berkah” buat pihak-pihak di Golkar yang tak setuju dengan rencana pemerintah ini.  Tapi bagi Ical dan mereka yang semula mendukung policy pemerintah itu, bagaimanapun pernyataan Jafar itu dapat membuat publik murka pada Golkar, apalagi di tengah situasi aparat dan mahasiswa pengunjuk rasa tengah bentrok. Khususnya di Makassar dan Jakarta, saat ini situasi dan kondisi sedang tidak kondusif. Ditambah lagi ada kabar beberapa mahasiswa  kena tembak, bahkan dinyatakan tewas, membuat Menkopolhukam Joko Suyanto menggelar jumpa pers pada pukul 01.00 WIB Jumat dini hari untuk membantah sas-sus itu.

Maka, bagi Golkar, daripada kehilangan trust dari publik, bahkan jadi sasaran amarah dan angkara murka,  lebih baik menyatakan “tidak sepakat” dengan pemerintah jika harga BBM harus naik! Itu lebih clear!  Dan, bagi Partai Demokrat, lebih clear lagi dengan mencopot Jafar Hafsah sebagai Ketua Fraksi PD DPR. Ini sekaligus untuk menunjukkan kepada Golkar bahwa Partai demokrat serius kok mengoreksi “kesalahpahaman” ini.

Demikian, itu kenyataan kondisi politik Indonesia hari ini, yang katanya di alam demokrasi. Realitas politik yang sangat tak menguntungkan dari sisi Islam, lantaran berpolitik republik ini memang tak berjalan di atas nilai-nilai Islam! Akhlak, moral dan etika politik pun diabaikan!

Foto: antara, okezone, tempo.co

 

Baca Juga