Jakarta (salam-online.com): Ada yang janggal dalam penggerebekan “teroris” di Bali. Diberitakan, sebelum digerebek, para “teroris” itu memesan PSK (Pekerja Seks Komersial). Adalah Pengamat Terorisme Al Chaidar yang menyangsikan sekelompok pria yang digerebek Densus 88 Antiteror di Hotel Laksmi, Jalan Danau Poso, Sanur, Denpasar, Bali, pada Ahad malam lalu itu benar-benar Mujahidin.
Menurut Al Chaidar tidak mungkin seorang Mujahidin atau yang dilabeli teroris berzina sebelum melakukan aksinya.
“Kelompok Mujahidin tidak mungkin melakukan hal tersebut. Berdasarkan penelitian saya tentang teroris tidak ada yang seperti itu,” kata Al Chaidar seperti dikutip okezone, Selasa (20/3/2012).
Al Chaidar menyebut lima orang yang tewas ditembak itu hanya kelompok kriminal biasa. “Itu seperti perampok biasa,” tegasnya.
Seperti diberitakan, pada Ahad malam (19/3/12), polisi menembak mati lima terduga teroris di dua lokasi berbeda. Dua orang tewas di Jalan Gunung Soputan, Denpasar, tiga lainnya ditembak mati di Hotel Laksmi, Jalan Pulau Poso.
Disebutkan, dua orang yang ditembak di Jalan Gunung Sapotan adalah HN (32) asal Bandung DPO CIMB Niaga dan AG (30) asal Jimbaran. Yang ditembak di Hotel Laksmi adalah DD (27) asal Bandung, UH alias Kapten, dan M alias Abu Hanif (30) asal Makassar. Lalu diberitakan, ditemukan sejumlah barang bukti dari para pelaku seperti pistol jenis FN dan amunisi.
Untuk kabar tentang para “teroris” memesan PSK, Mabes Polri mengaku tak tahu. “Saya tidak menerima adanya informasi tersebut. Dari laporan yang kami terima tidak ada,” ujar Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol M Taufik di Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Sebelumnya, seperti diberitakan, kelompok “teroris” yang singgah di Hotel Laksmi, Jalan Danau Poso, Sanur, Denpasar, terlebih dahulu sebelum beraksi memesan empat perempuan. Sejumlah saksi mata di lokasi kejadian juga mengaku melihat ada empat wanita yang masuk ke hotel itu.
“Mereka datang mencari hiburan. Begitu masuk hotel, langsung booking cewek,” kata Made Tama, sorang petugas hotel kepada wartawan, Senin (19/3/12) kemarin. Bahkan, dua perempuan malam itu sudah masuk kamar, namun belum sempat berkencan, mereka sudah digerebek.
Hal senada disampaikan Baraki, orang yang mengantarkan para perempuan itu. Keempat perempuan malam yang sedianya akan melayani para “teroris” sebelum digerebek Densus 88 itu bertarif antara Rp150 ribu hingga Rp250 ribu.
Sementara politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Al Habsyi mempertanyakan motif penembakan yang sering dilakukan tim anti teror Detasemen Khusus (Densus 88), terhadap orang-orang yang dicurigai teroris. Padahal masih belum ada bukti bahwa mereka seperti yang dituduhkan.
“Saat ini sudah ada 56 orang terduga teroris yang ditembak mati. Apakah yang masih terduga ini lalu ditembak mati saja. Kita nggak tau mereka teroris atau bukan,” kata Aboe saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Senin (19/3/12).
Menurutnya, apakah tembak mati itu tepat, masalahnya mereka masih terduga, padahal belum tentu mereka teroris. Misalnya ketika di Cawang, bahkan Densus pun tidak tahu namanya siapa. Aboe mengatakan, bagaimana Densus mengetahui itu teroris. Namanya hanya Mr X, terduga teroris yang ditembak di Cawang, Mei 2010 lalu.
Aboe juga tidak sependapat, jika teroris disebut identik dengan jenggot panjang, yang dalam Islam merupakan Sunnah Rasul. “Tidak semua orang yang berpenampilan seperti itu adalah teroris,” jelasnya.
“Teroris” yang main perempuan dengan yang berjenggot, itu dua hal yang paradoks. Yang satu (yang main perempuan, jika benar), pasti itu “teroris porno” alias “teroris mesum”. Nah, yang berjenggot, bisa jadi Mujahidin yang ingin mengamalkan Sunnah Rasul, tapi mendapat label “teroris”. Sebutan “teroris” adalah menurut Densus dan aparat keamanan. Di kalangan Islam mereka disebut Mujahidin, lantaran mereka menyatakan ingin menegakkan Islam.
Lantas, apa sebutannya untuk “teroris” yang main perempuan? Ya, itu tadi, “teroris mesum”. Yang jelas, bukan Mujahidin, sebagaimana dikatakan Al Chaidar. Itu sesuatu yang sangat bertentangan. Adalah janggal, “teroris” yang mendapat label Mujahidin kok main perempuan? Paradoks!
Foto: okezone