Di Sejumlah Daerah Rakyat Antre di SPBU, Harga BBM Melambung!

BANJARMASIN (salam-online.com): Menjelang rencana penaikan harga BBM 1 April lalu yang kemudian ditunda—karena menunggu naiknya harga minyak dunia hingga 15 persen dari 115 dolar perbarel—menyisakan kesusahan rakyat di sejumlah daerah. Sejak santernya rencana naiknya harga BBM—khususnya BBM bersubsidi—pada 1 April lalu, antrean di SPBU di berbagai daerah memacetkan jalan.

Kemacetan itu mengular. Dan, banyak kendaraan, sudah berjam-jam antre, tapi ternyata tak kebagian. Di setiap kios pinggir jalan pun harga bensin melambung. Bensin yang 1 liternya Rp 4.500 menjadi Rp 8000 sampai Rp 10.000.

Di kawasan Kalimantan, sebut misalnya di Palangkaraya-Kalimantan Tengah, Banjarmasin-Kalimantan Selatan, dan  sejumlah  kabupaten, antrean hingga memacetkan jalan, sudah hampir sebulan ini jadi pemandangan biasa. Sejak dini hari, kendaraan, dari truk sampai mobil pribadi dan angkutan umum sudah mengantre—meskipun pasokan BBM belum datang.

Begitu parahkah negeri ini, sehingga hari gini masih ribut dengan BBM, padahal negara lain sudah sibuk dengan kendaraan berteknologi tinggi? Gara-gara kebijakan yang tak memihak rakyat dan tidak menindak kelompok-kelompok yang “bermain”,  rakyat harus rela antre dari malam (dini hari)  hingga siang demi mendapatkan BBM untuk aktivitas mereka sehar-hari? Seorang supir taksi bandara Syamsudin Noor Kalimantan Selatan, Chairil,  mengatakan, dia sudah 2 hari belum mendapatkan bensin. “Saya sudah 2 hari belum isi bensin, hari ini mau tak mau harus dapat, kalo gak, wah bagaimana saya harus nyari duit kalo taksi ini gak bisa jalan?” keluh Chairil kepada salam-online.com, Ahad (22/4/2012).

Salah satu penyebab minimnya pasokan BBM, menurut salah seorang petugas SPBU di Banjarmasin, adalah akibat dari penimbunan yang dilakukan pihak-pihak tertentu menjelang rencana naiknya harga BBM subsidi pada 1 April yang urung itu. Karenanya, sejak itu, pasokan BBM ke semua SPBU, terutama di sejumlah daerah, menjadi berkurang.

Tentu, itu bukan satu-satunya penyebab. Ada pihak-pihak yang memang ‘bermain’, salah satunya untuk motif, tujuan dan kepentingan tertentu agar naiknya harga BBM segera direalisasikan. Dengan sulitnya mendapatkan BBM, terutama yang bersubsidi, maka dengan sendirinya harga eceran yang di jual di kios-kios bensin menjadi melangit hingga Rp 10.000—itu pun masih sulit mendapatkannya. Dengan demikian, rakyat—mau tak mau—jika BBM subsidi naik menjadi Rp 6000 pasrah saja, ketimbang harus beli di kios-kios eceran yang harganya Rp 8000 atau bahkan Rp 10.000.

Baca Juga

Dengan realisasi naiknya harga BBM subsidi, pihak-pihak tertentu di dalam negeri yang selama ini ‘bermain’ BBM ke pasar dunia, demi keuntungan pribadi dan kelompoknya, akan lebih cepat menikmati ‘permainan’ dan hasil ‘bisnis’ mereka selama ini—menjual minyak mentah ke luar negeri—tanpa memikirkan kebutuhan pasokan BBM di dalam negeri. Pasalnya, bagi kelompok ini, menjual minyak mentah ke luar negeri jauh lebih menguntungkan.

Jadi, makin berkurangnya pasokan minyak, erat terkait dengan beberapa hal di atas. Lantaran itu, di kota-kota besar seperti Jakarta, antrean  sempat terjadi di beberapa SPBU menjelang 1 April lalu. Tapi itu tak berlangsung lama. Coba tengok di banyak daerah, kemacetan di jalan yang mendekat arah SPBU, jadi pemandangan biasa. Rakyat makin susah. Mereka bilang berjam-jam menunggu angkutan umum, lantaran yang ditunggu harus antre pula berjam-jam di SPBU. Itu pun masih untung jika kebagian. Jika tidak, terpaksalah harus menunggu pasokan BBM berikutnya, yaah lebih lama lagi…

Anehnya, kata Chairil, gubernur, walikota atau bupatinya, tenang-tenang saja, padahal rakyatnya sedang kesusahan. Kepala daerahnya saja tak hirau, bagaimana dengan menteri dan presiden yang tak melihat dan merasakan langsung kesulitan rakyatnya?

Keterangan Foto: Antrean di salah satu SPBU Kota Banjarmasin. Memacetkan jalan!

Baca Juga