Hanung Bikin Film Pendek Bela Ahmadiyah, Umat tak Kan Pernah Tinggal Diam!

JAKARTA (salam-online.com): Hanung Bramantyo kembali membesut sebuat film bernuansa pluralisme. Namun, kali ini bukan film layar lebar, hanya sebuah film pendek yang menggambarkan dua sosok insan yang mengalami nasib seperti Romeo dan Juliet dalam drama tragedi karya Willian Shakespeare, yaitu Rokhmat dan Juleha yang dipaksa berpisah karena perbedaan paham agama.

Seperti dilansir antaranews, dalam film pendek “Romi dan Yuli dari Cikeusik” karya Hanung Bramantyo, digambarkan Juleha, yang biasa dipanggil Yuli, berasal dari keluarga Muslim garis keras. Sementara Rokhmat, yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah.

Keduanya saling mencintai dan berencana menikah. Tapi rencana mereka berubah setelah 6 Februari 2011, saat massa menyerang jemaat Ahmadiyah di kampung Romi, Cikeusik, dan membuat empat nyawa melayang.

“Itu teman-temanku,” ujar Romi yang saat itu sedang bersama Yuli, sedih bercampur kaget.

Yuli tersentak. “Maksudmu? Kamu pengikut Ahmadiyah? Mengapa kamu tidak pernah cerita?”

Lalu Yuli berlari, terus berlari dan menangis. Romi mengejarnya sambil berusaha memberikan penjelasan, “Ahmadiyah itu Islam, sama seperti kamu, shalat, puasa, ngaji.”

“Maafkan aku Yuli, aku tak pernah cerita. Bagiku perbedaan paham agama tak perlu menjadi sengketa,” kata Romi.

Walau akhirnya Yuli dan Romi bisa menerima perbedaan itu, namun kedua orang tua mereka tidak. Cinta mereka pun dipaksa kandas.

“Ahmadiyah telah menyimpang dari Islam yang benar. Ajarannya sudah dinyatakan sesat. Dalam agama berlaku prinsip,” teriak ayah Yuli, yang digambarkan sebagai seorang aktivis Muslim garis keras.

Ayah Romi yang seorang penganut Ahmadiyah pun hanya bisa berkata, “Kita semua sedang berduka, nak. Kita tahu sikap mereka. Kita merasakan horor yang mereka taburkan.”

Digambarkan pula dalam film itu, Romi dan Yuli yang tidak bisa berbuat banyak. Dalam doanya di atas sajadah, Yuli terisak, melantunkan doa pedih. Foto sang kekasih ada dalam genggaman, juga ingatan bagaimana sang ayah membesarkan dia.

“Mengapa aku tak bisa memiliki keduanya,” ucapnya lirih.

Hanung berusaha memvisualisasikan puisi esai berjudul “Atas Nama Cinta” karya Denny JA dalam film berdurasi sekitar 43 menit dengan pemeran utama Zaskia Adya Mecca dan Ben Kasyafani.

Baca Juga

Sang sutradara tampaknya ingin menggambarkan peristiwa penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah di Cikeusik dari versi Ahmadiyah.

#BedaIsMe

Sepanjang film itu aktor Agus Kuncoro membacakan puisi Denny JA, menceritakan sebagian perjalanan gerakan Ahmadiyah di Indonesia.

Melalui puisi itu antara lain diceritakan bagaimana Ahmadiyah dinyatakan sesat pada 2005 dan sejak itu massa beberapa kali menyerang penganutnya.

Istri Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah tidak mau ketinggalan ikut pula memberikan penilaian. Ia mengatakan kejadian semacam itu menunjukkan kegagalan membangun toleransi. “Ada unsur gagal dan ada unsur membiarkan,” kata Sinta.

Kondisi itu kemudian memunculkan gerakan #BedaIsMe. Gerakan yang lahir bertepatan dengan kelahiran Pancasila, tanggal 1 Juni, itu hadir untuk  merayakan keberagaman di Indonesia.

Gerakan yang berlangsung selama 10 hari itu ditujukan untuk korban kekerasan atas nama agama.

Selama kurun waktu itu digelar pameran foto korban kekerasan atas nama agama, aksi solidaritas pada Little Monster yang gagal menyaksikan konser Lady Gaga, pemutaran film “Romi dan Yuli dari Cikeusik”, dan apel akbar “Aku Cinta Indonesia” dan konser “Diversity Concert”.

Pada konser yang menampilkan Local Ambient, Marjinal, Jogja Hip-Hop Foundation, Melanie Subono, dan Superman Is Dead itu, Sinta Nuriyah hadir dan membacakan muklamat bertajuk “Aku Cinta Indonesia Hentikan Kekerasan Atas Nama Agama”.

Muklamat berisi desakan kepada pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan dan pelanggaran hak  asasi manusia serta menindak tegas para pelakunya.

“Ini bukan sekadar himbauan ya. Kami mendesak agar pemerintah menindaklanjuti apa yang kami sampaikan. Itu adalah jeritan dari rakyat Indonesia,” kata Sinta Nuriyah.

Jelas, film ini sengaja dibuat untuk sebuah pesan. Pesan yang menantang sekaligus menentang! Upaya keras kelompok liberal untuk memaksakan pahamnya tak kan berhenti sampai keinginan mereka tercapai. Tapi umat tauhid, umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, jangan salah, juga tak kan pernah tinggal diam! (arrahmah.com/salam-online.com)

Baca Juga