JAKARTA (salam-online.com): Acara deklarasi #Indonesia Damai Tanpa Syiah yang diselenggarakan Forum Pemuda Islam Jakarta (Forpija) di Masjid Al-Furqan, Kompleks DDII, Kramat Raya, Jakarta Pusat, dihadiri langsung oleh Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Ustadz Muhammad Yunus.
Dalam kesempatan itu, Muhammad Yunus yang tampil ke podium dengan semangat berapi-api membeberkan fakta dan data terkait apa yang sesungguhnya terjadi di Sampang.
Yunus juga mengklarifikasi tudingan-tudingan miring yang selama ini disuarakan oleh LSM-LSM liberal seperti Kontras dan LBH Surabaya yang selalu menyudutkan MUI Jatim dalam beberapa kesempatan di media massa.
“Mereka berbicara tapi tak berdasarkan fakta, sedangkan fakta-fakta yang kami sampaikan sudah dibenarkan oleh aparat kepolisian,” ujar Yunus.
Muhammad Yunus yang datang mewakili Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad, menyatakan bahwa konflik yang terjadi di Sampang adalah akumulasi dari beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok Syiah.
Para ulama di Sampang dan ulama yang tergabung dalam BASRA sebelumnya sudah memperingatkan Syiah Sampang yang dipimpin oleh Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait cabang Sampang, Tajul Muluk, untuk tidak melakukan upaya penyebaran paham Syiah dan memprovokasi masyarakat.
Para ulama bahkan sudah mengeluarkan beberapa butir pernyataan yang sudah disampaikan kepada aparat pemerintah dan aparat keamanan di Madura. “Bahkan kami mendapat dukungan dari Pak Karwo, Gubernur Jawa Timur,lewat Peraturan Gubernur (Pergub) No.55 tahun 2012,” tegasnya.
Muhamamd Yunus yang juga sekretaris Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur ini menyatakan seluruh ormas Islam di Jatim, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Hidayatullah, dan lain-lain sudah sepakat bahwa keberadaan Syiah di Jatim sangat meresahkan dan mengganggu stabilitas keamanan.
“Kami dari GUIB yang terdiri dari 52 ormas Islam di Jatim sepakat bahwa pemerintah harus melarang keberadaan Syiah,” terangnya.
Karena berbagai peringatan dan kesepakatan tak diindahkan oleh kelompok Syiah, maka terjadilah peristiwa berdarah di Sampang.
Yunus menegaskan, aksi umat Islam ketika itu berlangsung damai, hanya meminta anak-anak Sampang yang ingin disekolahkan di Pesantren milik Syiah di Bangil dan Pekalongan agar membatalkan keberangkatannya.
Massa menggiring kelompok Syiah untuk pulang ke rumah. Namun apa yang terjadi, ketika massa umat Islam mulai mendekati kawasan penganut Syiah, tiba-tiba meledaklah ranjau- ranjau yang berisi kelerang, gotri, dan lainnya.
“Ranjau-ranjau tersebut nampaknya sudah dipersiapkan, meledak mengenai massa umat Islam. Banyak yang terluka, ranjau-ranjau kelereng itu melesat bertebaran mengenai umat Islam. Korban berjatuhan, bahkan ada yang tangannya nyaris putus,” ungkap Yunus.
Provokasi dan ledakan ranjau inilah yang kemudian makin memicu kemarahan umat Islam, sehingga terjadi perang terbuka dengan kelompok Syiah.
“Tim fakta menemukan bukti-bukti soal ranjau tersebut dan aparat pun sudah membenarkan laporan kita,” terangnya.
Sayangnya, hingga hari ini bukti-bukti tersebut tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya, pasca peristiwa justru massa umat Islam yang ditangkapi.
“Mereka yang memprovokasi, justru memutar balik fakta seolah-olah terzalimi,” kata Yunus. (zal/salam-online)