LANGSA (salam-online.com): Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Aceh menyatakan keberatan terhadap pemberitaan Majalah Berita Mingguan (MBM) Tempo yang mengaitkan penerapan Qanun (perundang-undangan hukum Islam) di Langsa dengan kematian Putri Erlina.
“Berita Tempo tidak benar. Kematian Putri tidak ada kaitannya dengan penerapan syariat Islam di Aceh, jangan dikait-kaitkan,” kata Kepala Dinas Syariat Kota Langsa Ibrahim Latief kepada hidayatullah.com, Selasa (09/10/2012).
Bukan hanya Dinas Syariat Islam Kota Langsa yang geram dengan pemberitaan tersebut. Ibrahim mengatakan, jajaran Walikota Langsa juga menyatakan kekecewaan dengan berita yang dimuat Tempo edisi 17-23 September 2012 itu.
Selain itu, beberapa hari setelah kematian Putri, Ibrahim mengatakan, Dinas Syariat Islam Kota Langsa kerap mendapat telepon dari beberapa LSM yang sifatnya mengancam agar dirinya jangan terlampau keras terhadap penegakan Qanun.
Namun, ancaman tersebut tidak membuat Dinas Syariat Islam di Langsa merasa ciut untuk tetap menjalankan qanun.
“Kami hanya takut terhadap aturan Allah dan tidak takut dengan aturan manusia,” tambahnya.
Menurut Ibrahim, Dinas Syariat Islam Kota Langsa akan melayangkan somasi kepada Majalah Tempo. Hanya saja waktunya masih menunggu walikota.
“Somasi ini butuh koordinasi dengan pihak walikota. Ini bukan masalah pribadi saya, tapi masalah lembaga,” pungkasnya.
Seperti diketahui, MBM Tempo edisi 12-23 September dalam rubrik Hukum dan Nasional membuat berita soal kematian Puteri Erlina. Dalam berita tersebut sangat jelas bahwa kematian putri secara tidak langsung disebutkan karena penegakan qanun.
Beberapa pekan sebelumnya, remaja berinisial PE terjaring razia Dinas Syariat Islam karena kedapatan keluyuran dinihari bersama seorang teman permpuannya. Selain PE dan temannya, polisi syariah juga menangkap 2 pemuda.
Setelah diinterogasi, PE dan temannya tidak saling kenal dengan 2 pemuda tadi. Polisi syariah (wilayatul hisbah/WH) pun membebaskan PE karena dinilai masih di bawah umur dan bru kedapatan sekali dirazia. WH memanggil kepala desa tempat tinggl PE dan bibinya untuk menjemput PE.
Kabar tertangkapnya PE rupanya diketahui koran lokal dan diberitakan dengan judul: ‘Dua Pelacur ABG Ditangkap Menjelang Subuh’. Padahal polisi qanun sendiri membebaskannya dari tuduhan pelacur. Berita ini menyebar ke mana-mana dan sebagian pihak mengaitkan berita tersebut sebagai pemicu PE menjadi depresi dan gantung diri.
Sebelum memutuskan bunuh diri, PE menulis sepucuk surat yang ditujukan pada ayahnya, ”Ayah, maafin putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani bersumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu putri cuma mau nonton kibot (Bahasa Aceh) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri.”
Penjelasan PE dalam surat itu, menurut Taufik Al Mubarak, Plh Ketua AJI Banda Aceh, merupakan klarifikasi dirinya pada sang ayah atas pemberitaan yang menyebut dirinya pelacur. Berita itu tersebar luas setelah media lokal memberitakannya pada 4 September 2012 bahwa PE ditangkap Wilayatul Hisbah (WH) Kota Langsa di Lapangan Merdeka Langsa, pada Senin dinihari, 3 September 2012.
Pemberitaan sebagai pelacur itu menyebabkan PE menjadi depresi, kemudian menulis surat kekecewaannya sebelum akhirnya mengakhiri hidupnya. Jadi, bukan karena pelaksanaan qanun. Itu sama sekali tak ada hubungannya, sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Syariat Kota Langsa Ibrahim Latief.