KH Hasyim Muzadi: “Ada Pemutarbalikan Fakta Sejarah oleh Neo-Komunisme”

KH A Hasyim Muzadi

JAKARTA (salam-online.com): KH A Hasyim Muzadi menyatakan, ada pemutarbalikan fakta sejarah oleh neo-komunisme sehubungan dengan peristiwa G-30-S dan 1 Oktober 1965.

Sebelum terjadi tragedi 1965, bahkan pada 1926 dan 1948, misalnya, terlebih dahulu ribuan kiai dan santri gugur dibantai, menjadi korban kebiadaban PKI. Kebenaran fakta ini yang belum begitu terungkap dan diketahui oleh masyarakat luas. Itu belum lagi sejumlah kekejaman PKI lainnya terhadap umat Islam.

Menurut Kiai Hasyim, sebenarnya kerukunan yang pernah diselenggarakan antara kelompok anak-anak PKI, anak-anak pahlawan revolusi, anak-anak Kartosoewirjo dan anak-anak PRRI/Permesta beberapa waktu  lalu cukup baik untuk menutup masa kelam yang pernah terjadi dan kembali sebagai anak bangsa yang sejajar kedudukan dan haknya sebagai warganegara.

“Tapi nampaknya khusus untuk anak-anak PKI, mereka merasa belum puas dengan itu. Mulailah mereka mendesak pemerintah/presiden untuk meminta maaf. Padahal pemerintah sekarang tak ada hubungannya. Dan seterusnya mereka berusaha membongkar luka lama dengan berkendaraan HAM versi westernisme,” ujar mantan Ketua Umum PBNU ini dalam rilis yang diterima salam-online.com, Selasa (2/10/2012).

Kiai Hasyim menyatakan, mereka tahu bahwa setelah selesainya perang dingin (1990-an) HAM model westernis menyatukan neokom dan liberalisme westernis melawan dunia Islam. Tidak seperti sebelum selesainya perang dingin dimana barat menghadapi komunisme timur.

Tapi sesungguhnya komunisme internasional (komintern), sambungnya, setelah perang dingin kehilangan dua pilar pokoknya, yakni: ahteisme dan proletarisme. Rusia, China dan Eropa Timur telah menganut kebebasan secara relatif dan berkolaborasi terhadap kapitalisme, sehingga kekuatan sandaran mereka lebih ke HAM westernis (barat) daripada ke timur.

Hal ini, menurut Kiai Hasyim,  sangat berbahaya bagi Indonesia karena bangsa akan terbelah. Umat Islam (bukan hanya NU) akan bangkit bertahan bersama kelompok lainnya.

Baca Juga

Ia menambahkan, kalau terjadi pertengkaran antar anak bangsa ini, sangat mungkin asing akan intervensi/invasi ke Indonesia serta menguasai melalui jalur HAM yang sesungguhnya berisi imperialisme ekonomi.

Ilustrasi Tragedi Kanigoro di Jawa Timur, saat ribuan Kiai & Santri dibantai oleh PKI

“Oleh karenanya, saya harap manuver mengorek luka bangsa ini dihentikan sebelum bangsa ini diserahkan nasibnya ke asing. Kalau masih ‘ngotot’ dan terus membesar, sebaiknya film ‘pengkhianatan G-30-S PKI’ diputar kembali di masjid-masjid, gereja-gereja, vihara, kuil, serta sekolah-sekolah dari SMP sampai perguruan tinggi, agar masyarakat dan generasi muda yang sekarang sedang mengalami disorientasi, menghayati suasana 1964/1965/1966 itu,” ujar Sekjen ICIS ini.

Dengan demikian, kata Kiai Hasyim, ada second opinion, bukan sepihak seperti sekarang. “Kalau film asing yang menghujat Rasulullah bisa diputar, mengapa film G-30-S tidak boleh?” gugatnya.

Pengasuh Ponpes Al-Hikam Depok (Jabar) dan Malang ini mengingatkan, bahwa banyak bangsa melupakan tragedinya, misalnya Amerika dengan masa perbudakan, Rusia dengan revolusi Bolsyewiyk, China dengan revolusi kebudayaannya, lantas mengapa kita membuat luka baru?

Untuk itu, dalam melihat kondisi ini, ” Berhati-hatilah umat Islam dan bangsa Indonesia,” tutupnya. (isa/salam-online)

 

Baca Juga