Resah atas Pemberitaan yang Sebut PE Pelacur, Mahasiswa Aceh Gagas Gerakan Mensyariatkan Media

(ilustrasi)

BANDA ACEH (salam-online.com): Resah dengan pemberitaan media lokal yang sering tidak mengindahkan kode etik jurnalistik, sejumlah mahasiswa di Aceh menggagas Gerakan Syariatkan Media.

Mereka berharap gerakan ini bisa menyadarkan media akan pentingnya pembelajaran publik dalam pemberitaan, bukan hanya mementingkan bisnisnya semata.

Gerakan ini lahir tak terlepas dari keresahan mereka terhadap pemberitaan sebuah media lokal tentang penangkapan remaja putri berinisial PE (16 tahun) oleh polisi syariah (Wilayatul Hisbah) di Kota Langsa, 3 September 2012 lalu.

Dalam pemberitaannya, koran itu menyebut PE sebagai pelacur. Padahal Dinas Syariat Kota Langsa, NAD, tak pernah menyatakan itu. Hidayatullah.com (9/10/2012) sudah pula membuat bantahan Kepala Dinas Syariat Kota Langsa, Ibrahim Latief. Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh  juga membuat rilis, menyesalkan diabaikannya Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan tentang PE.

Pemberitaan sebagai pelacur itu menyebabkan PE menjadi depresi, kemudian menulis surat kekecewaannya sebelum akhirnya mengakhiri hidupnya. Jadi, bukan karena pelaksanaan qanun. Itu sama sekali tak ada hubungannya, sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Syariat Kota Langsa Ibrahim Latief.

Penjelasan PE dalam surat itu, menurut Taufik Al Mubarak, Plh Ketua AJI Banda Aceh, merupakan klarifikasi dirinya pada sang ayah atas pemberitaan yang menyebut dirinya pelacur.  Berita itu tersebar luas setelah sebuah media lokal memberitakannya pada 4 September 2012 bahwa PE ditangkap Wilayatul Hisbah (WH) Kota Langsa di Lapangan Merdeka Langsa, pada Senin dinihari, 3 September 2012.

Walhasil, tak ada buktinya PE seperti yang disebut dalam judul media itu sebagai pelacur. Lantaran malu, lalu depresi, maka PE mengakhiri hidupnya dengan jalan gantung diri. Itu diketahui lewat sepucuk surat yang ditulisnya sebelum gantung diri, berisi bantahannya bahwa dia bukan pelacur seperti yang ditulis oleh koran itu.

PE ditemukan tergantung tak bernyawa di rumahnya di Aramiah, Kecamatan Bireum Bayuen, Aceh Timur, dan meninggalkan sepucuk surat berisi permintaan maaf dan klarifikasi kepada ayahnya, bahwa dia bukanlah pelacur.

“Kematian PE menjadi bahan pembicaraan hangat di kantin kampus, kemudian kami ikuti diskusi salah satu LSM sepulang dari situ kami bangun gerakan Syariatkan Media,” kata Muda Bentara, mahasiswa Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala yang juga penggagas gerakan tersebut dalam diskusi di Taman Putroe Phang, Banda Aceh, Sabtu (13/10/2012) sore.

Baca Juga

Dalam menjalankan misinya, mahasiswa ini sering mengadakan diskusi membicarakan pemberitaan media dengan melihat sisi-sisi etika dan kepentingan publik. Mereka menjadikan media khususnya lokal sebagai bahan referensi diskusi.

Para mahasiswa berharap media di Aceh tidak mencari keuntungan lewat pemberitaan yang fulgar, berbau seks, darah dan mistik. Selama ini sebuah koran lokal dinilai sering melabrak etika khususnya dalam memberitakan terkait penangkapan pelanggar Qanun syariat Islam.

Menurutnya, media harus memberikan pendidikan untuk masyarakat khusus masyarakat kelas bawah, yang menjadi pangsa pasar koran ‘kuning’ tersebut.

“Selama ini kode etik jurnalistik sering dikangkangi,” tambah Reza Fahlevi, salah seorang peserta diskusi.

Jabal Ali Husin Sab, mahasiswa lainnya dalam pertemuan itu menyatakan, media berhaluan kriminal dengan membudayakan penyajian berita dengan bahasa fulgar dapat merusak mental masyarakat selain degradasi moral.

“Media berbahasa fulgar bagaimana caranya tidak dicampak di meja makan sehingga dibaca anak-anak berdampak terjadi degradasi moral,” jelasnya.

Belasan mahasiswa itu juga menyatakan kecewa dengan salah satu koran lokal yang sepekan terakhir dinilai terus membangun citra media Islami.

Ini dinilai aneh karena semestinya nilai-nilai Islam itu harus diimplementasikan lewat pemberitaannya untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat, bukan hanya dijadikan kedok bisnis semata.

“Media ini menjadikan Islam sebagai kedok, padahal mereka yang menghancurkan nilai-nilai Islam lewat pemberitaan yang fulgar,” ujar Reza. (okezone/salam-online)

Baca Juga