SURABAYA (SALAM-ONLINE): Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menetapkan sembilan tujuan wisata yang memiliki potensi untuk dipromosikan sebagai kawasan wisata syariah di Indonesia.
Ini tak lepas dari latar sosial budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dengan didukung keindahan alamnya.
Kemenparekraf dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menandatangani MoU terkait sosialisasi pembinaan aspek kesyariahan untuk stakeholder pariwisata syariah.
Penandatanganan dan pertemuan kedua belah pihak ini berlangsung di The Empire Palace, Surabaya, Kamis (20/12/2012).
Hal ini menandai mulai aktifnya pengembangan dan promosi Indonesia sebagai destinasi wisata syariah dunia.
Beberapa destinasi wisata yang saat ini mempunyai potensi untuk dipromosikan sebagai destinasi wisata syariah tersebut adalah Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makasar, dan Lombok.
Pariwisata syariah dapat didefinisikan sebagai kegiatan wisata, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah.
Kemenparekraf pun serius dalam membangun wisata syariah ini. Kemenparekraf akan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari industri pariwisata, akademisi, dan lain lain untuk diskusi dengan para pendidik, ulama, dan industri pariwisata. Serta, peninjauan lapangan ke daerah dan studi ke negara-negara yang sudah berkembang wisata syariahnya.
“Bukan hanya wisata ziarah ke tempat-tempat yang dianggap suci dan bersejarah bagi umat Islam. Pariwisata syariah lebih menekankan pada aspek pelayanan jasa pariwisata berdasarkan nilai-nilai islami,” ujar Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar.
Sapta menegaskan, Bali tak termasuk 9 daerah wisata syariah di Indonesia. “Tentunya, kami harus memastikan dulu bahwa travel agent, hotel-hotel di Bali, restoran di Bali, wajib mendapat sertifikat halal,” katanya seusai membuka soft launching Peningkatan Program Pariwisata Syariah Indonesia di Surabaya (20/12/2012). Aceh yang secara resmi menggunakan syariah Islam juga tidak masuk.
Lebih detail, Sapta menjelaskan, wisata syariah menyediakan berbagai kegiatan pariwisata yang memenuhi ketentuan syariah. Ia mengimbau semua pelaku usaha pariwisata dapat menyesuaikan nilai-nilai etika pada produk dan jasanya tanpa meninggalkan pelanggan yang telah dimilikinya.
“Jadi, ada spa syariah, wisata alam berbasis syariah, dan lainnya. Intinya, wisata syariah tidak mengubah obyek dan tujuan pariwisata pada umumnya.” (tempo.co/detik.com/salam-online)