Di Kutai, Nabi Palsu Dipolisikan

Bantil alias ‘Guru Besar’ saat dimankan

SANGATTA (SALAM-ONLINE.COM): Ini terjadi di Sangatta, Kutai, Kalimantan Timur. Seorang pria yang mengaku sebagai nabi ditangkap polisi, Senin (10/12/2012) kemarin.

Pria yang diketahui bernama Bantil (48) alias Guru Besar alias Syekh Muhammad itu, dilaporkan telah melakukan penipuan dan penggelapan uang milik mantan pengikutnya sendiri.

Tersangka ditangkap di sebuah perkampungan di Jalan APT Pranoto Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur.

Tidak sedikit personel polisi yang diturunkan untuk operasi ini.  Melibatkan 1 pleton jajaran Polres Kutim, 1 pleton jajaran Polres Bontang yang sedang BKO di Kutim, serta 1 pleton perwira Polres Kutim.

Sementara barang bukti yang diamankan antara lain bangunan menyerupai ka’bah yang di dalamnya terdapat boneka, kelambu kuning, pita kuning, kuitansi, dan uang tunai.

Kendati demikian, Kapolres AKBP Budi Santosa didampingi Kasat Reskrim Iptu Syakir Arman belum bisa memastikan apakah aliran yang diajarkan oleh Bantil itu masuk kategori sesat atau tidak.

Pasalnya, polisi masih menunggu keluarnya fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia mengatakan, penangkapan itu bermula saat polisi mendapat laporan dari warga yang mengaku sebagai salah satu pengikut Bantil.

Tersangka dilaporkan meminta uang Rp 170 juta kepada korban. Katanya, uang itu digunakan untuk zakat diri agar korban terbebas dari dosa. Parahnya, jika korban tidak bisa memberikan uang dalam jumlah tersebut, maka istri korban dijadikan sebagai gantinya.

“Dari laporan ini kami kemudian melakukan penyelidikan terkait masalah zakat diri ini apa. Kalau di ajaran lain dari Islam, mungkin unsur penipuannya tidak kena. Namun saat itu yang bersangkutan mengaku itu ajaran Islam, sehingga kami berkonsultasi dengan Kantor Kementerian Agama dan MUI, ternyata ketentuan itu tidak ada,” ungkap Syakir.

Baca Juga

“Apalagi, pada saat korban menyerahkan zakat diri tersebut, korban mengaku ada pengaruh di bawah alam sadar atau yang dikenal gendam atau hipnotis. Jadi dasarnya ini, makanya dikenakan Pasal 372  tentang Penipuan dengan Pasal 378 tentang Penggelapan, dan tersangka langsung kami amankan,” jelas Syakir.

Lalu, apakah tersangka bisa dijerat dengan Pasal 156 tentang Penistaan Agama? Terkait hal ini, Syakir kembali menegaskan jika pihaknya masih melakukan pendalaman kasus. Sebab, polisi juga masih menunggu keluarnya fatwa dari MUI.

“Karena yang bisa dibuktikan sekarang adalah terkait unsur penipuannya. Makanya itu (penipuan, red) yang kami tindak,” imbuhnya.

“Selain itu, juga untuk menghindari pergerakan massa terkait dugaan penistaan agama oleh pelaku. Ini saja saya masih merasa terlambat. Tapi ya itulah mekanisme penyelidikan, sehingga bisa melakukan penangkapan,” sebutnya.

Syakir juga menambahkan, sebelumnya memang sempat muncul kasus terkait masalah ini pada 2008. Hanya saja, saat itu tersangka belum melakukan pungutan sehingga belum menimbulkan kerugian terhadap pengikutnya.

“Saat itu memang sulit untuk menjerat tersangka, karena belum memiliki cukup bukti. Makanya setelah bukti cukup, tersangka langsung kami amankan. Saat diperiksa tersangka tidak mengaku semua terkait tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Semuanya dibantah langsung. Hanya pada saat pengikutnya diperiksa, baru ketahuan bahwa memang ada ‘zakat’ yang diberikan,” kata Syakir.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing oleh isu yang menyesatkan. Khususnya dengan melakukan tindakan anarkis yang dapat mengganggu kemanan dan ketertiban di wilayah Kutim.

“Serahkan semuanya kepada aparat penegak hukum. Sebab, jika terbukti melanggar pasti akan kami tindak sesuai aturan hukum yang berlaku. Jadi jangan sampai main hakim sendiri,” pungkasnya. (radarbanjarmasin)-salam

Baca Juga