LKPSI: “Densus Gunakan APBN untuk Meneror dan Menyiksa Rakyat”

Poso-saprudin-salah satu korban salah tangkap dan mengalami penyiksaan dari aparat di poso-jpeg.image
Saprudin, warga Poso, salah seorang korban salah tangkap yang mengalami penyiksaan dari aparat

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Perlakuan biadab aparat densus 88 dan Brimob yang menyiksa rakyat tak bersalah di Poso menjadi sorotan Lembaga Kajian Politik & Syariat Islam (LKPSI).

Menurut Direktur LKPSI Fauzan Al-Anshari, perlakuan tak beradab aparat densus yang main tangkap dan menyiksa sejumlah orang tak bersalah di Poso semakin lama justru bisa melahirkan kekerasan balasan.

Ini sungguh ironis. Karena, kata Fauzan, dana untuk menyiksa dan meneror rakyat itu adalah dari APBN.

“Hal ini ditambah lagi dengan sikap kepolisian yang terkesan enggan memroses penganiayaan yang dilakukan anggotanya,” tegas Fauzan kepada salam-online, Jumat (4/1/2013).

Efek dari perlakuan tak manusiawi kepada rakyat ini, menurut Fauzan, akan melahirkan kebencian dan dendam masyarakat luas. “Densus beraninya sama rakyat jelata dan wanita. Di Poso, ditentang Mujahidin, malah ngaciiir,” tandasnya.

Parahnya, sambung Fauzan, densus memanfaatkan fasilitas dari rakyat untuk meneror rakyat.  “Anggaran densus sekarang dari APBN, dari pajak rakyat, termasuk pajak mobil, rumah dan tanah,” paparnya.

Fauzan menggugat agar uang pajak rakyat itu dikembalikan dan menyetop APBN untuk densus, karena dipakai untuk meneror dan menyiksa rakyat. Sebelum ini, ungkap Fauzan, untuk memerangi rakyat (umat Islam) densus dapat kucuran dana dari AS dan sekutunya, tapi sekarang AS cs sudah bangkrut.

Baca Juga

“Karenanya, saya menggugat untuk menyetop APBN untuk densus karena justru dipakai untuk meneror rakyat. Kembalikan pajak rakyat,”  pinta Fauzan. Bantuan asing sudah distop karena sudah pada bangkrut seperti AS cs. Maka rakyat harus cerdas untuk mencegah a buse of power dari detasemen tersebut.

Poso-jufri_poso_salah satu korban salah tangkap polisi dan mengalami penyiksaan-jpeg.image
Jufri, warga Poso, salah seorang korban salah tangkap aparat yang juga mengalami penyiksaan

Sebelumnya diberitakan, 14 orang warga Poso ditangkap. Mereka mengaku mengalami penyiksaan. Meski akhirnya mereka dilepas karena tak terbukti terkait dengan tindakan “terorisme”, tetapi sejumlah aparat yang menyiksa tak kunjung diproses hukum.

Menurut Kapolres Poso AKBP Eko Santoso, proses dugaan pelanggaran kode etik 14  Brimob itu harus menunggu kelengkapan saksi sebanyak 14 orang.

Namun pihak Propam Polda Sulawesi Tengah mengaku telah memeriksa 14 anggota Brimob terkait dugaan penganiayaan terhadap warga Desa Kalora, Kabupaten Poso.

Ke-14 warga Poso itu ditangkap terkait tuduhan penembakan yang menewaskan 4 anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah pada 20 Desember 2012 lalu. Tapi tuduhan itu tak terbukti. Yang terjadi, ke-14 warga tak bersalah itu malah mengalami penyiksaan. (salam-online)

Baca Juga