Muhammad, Bocah Suriah: ‘Saya Tak Mau Cukur Sebelum Bashar Asad Tumbang’
SURIAH (SALAM-ONLINE): Di antara pengungsi yang ditemui Tim 4 Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) di perbatasan Turki adalah keluarga Sa’ad. Ia memiliki dua anak, Musa 10 tahun dan Muhammad 7 tahun.
Musa terlihat pemalu dan segera pergi ke ruangan lain setelah bersalaman dengan kami. Sementara adiknya Muhammad tetap berada di ruangan.
Ada yang unik dari Muhammad, rambut panjangnya menipu kami semua. Wajahnya yang tampan, cantik malahan, dengan rambut sebahu membuat kami menyangka ia anak perempuan.
Sa’ad tertawa saat kami bertanya, “Berapa umur anak perempuanmu?” Tapi sungguh, Muhammad nampak cantik dengan rambut panjangnya. Istri yang saya kirimi fotonya bahkan berkomentar, “Mirip Lula Kamal.”
Kisah mereka penuh warna, sebagaimana keluarga pengungsi Suriah lainnya di Turki. Muhammad sempat terpisah dengan ibunya pada masa awal mengungsi. Kata Sa’ad, Muhammad kerap menangis. Tak sekadar rindu, tetapi karena ia sedih keadaan Ibunya yang belum bisa langsung diungsikan waktu itu.
Sa’ad bercerita bahwa Muhammad kerap bersedih ketika makan. “Kita di sini bisa makan. Bagaimana dengan Ummi? Makan apa ia di sana?” Setelah itu Muhammad menangis pilu. Alhamdulillah, kini mereka semua bisa keluar dari Suriah dan menyewa rumah di Antakya.
Kami mendengar dari guide kami bahwa keluarga seperti Sa’ad cukup beruntung. Mereka mendapatkan bantuan dari lembaga kemanusiaan Saudi berupa uang untuk mengontrak rumah. Flat yang cukup bagus untuk ukuran Indonesia, namun di musim dingin mereka harus menggunakan pemanas berbahan bakar kayu.
Pengungsi di kawasan lain yang tak seberuntung mereka bahkan harus tinggal di tenda dalam cuaca yang hujan dan dingin. Termometer yang saya bawa menunjukkan angka sepuluh derajat Celcius di luar ruangan. Hujan gerimis terus turun, sementara berita di televisi mengabarkan bahwa Istanbul dan kota-kota bagian timur Turki turun hujan salju.
Sebelum kami pulang ke hotel, guide kami yang sebelum revolusi menjadi tukang cukur diminta Sa’ad mencukur Musa yang rambutnya mulai terlihat gondrong. Ia menawari Muhammad untuk cukur sekalian. Tapi si kecil itu menolak dengan jawaban menggelikan.
“Saya tak mau cukur sebelum Bashar Asad tumbang,” serunya. Kami sontak tertawa. Saya sendiri jadi ingat kisah anak Dieng yang rambutnya gimbal dan tak boleh cukur sebelum keinginannya terpenuhi dan diselamati dengan ritual adat. Tapi rambut Muhammad tak gimbal.
Lalu saya bertanya, “Bagaimana kalau Bashar Asad baru tumbang sepuluh tahun lagi?” Rambutnya tentu akan panjang tak karuan. Tapi Muhammad menjawab ringan, “Insya Allah ia akan tumbang tak lama lagi.” Fahmi Suwaedi (Suriah)–salam-online