JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pembubaran pengajian oleh polisi Kapuas, Kalimantan Tengah, berbuntut panjang. Aksi yang dinilai menodai kebebasan berkumpul, menjalankan keyakinan dan agamanya masing-masing tersebut dinilai telah melanggar UUD 1945.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan Perundang-undangan Prof. Muhammad Baharun secara tegas meminta Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo untuk mengusut kasus pembubaran pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Masjid Nurul Hidayah, Handel Dutoi, Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Polisi sudah represif,” ujar Baharun, beberapa waktu lalu, setelah menerima pengaduan warga Masjid Nurul Hidayah Kapuas di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (22/1/2013).
Pembubaran paksa yang dilakukan polisi atas pengajian Peringatan Maulid Nabi itu dinilai Baharun sebagai sikap polisi yang arogan. Rektor Universitas Pasim Bandung ini meminta Timur Pradopo menindaklanjuti kasus ini agar umat Islam di Kapuas tenang saat menggelar acara-acara keagamaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sabtu lalu (5/1/2013), Muniri selaku Ketua Panitia Peringatan Maulid Nabi Muhammad menggelar acara tersebut dengan mengundang KH Abdullah Kholil dari Jawa Timur.
Namun, saat acara berlangsung polisi Kapuas yang dipimpin Wakapolres Kapuas Kompol Ruslan Rasyid bersama beberapa anak buahnya membubarkan acara tersebut. Karena itu, Muniri mengadukan masalah ini ke MUI Kapuas yang ditembuskan ke MUI Kalteng, PBNU, PP Muhammadiyah, dan sejumlah ormas Islam.
Sementara, Ketua MUI Kapuas, Kalteng, Abdul Mutholib menyayangkan aksi pembubaran pengajian yang dilakukan aparat kepolisian tersebut. Sebab, selama ini polisi dinilai harmonis dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Tapi belakangan berubah. Hampir di setiap kegiatan keagamaan selalu dijaga aparat kepolisian. Apa maksudnya? (salam-online). Sumber: rmol