Perang di Mali: ‘Yang Berkomplot dengan Pasukan Asing Anti Islam, Halal Darahnya!’

tentara-prancis-mengikuti-pelatihan-senjata-di-hanggar-di pangkalan udara militer Mali-reuters-jpeg.image
Tentara Prancis mengikuti pelatihan senjata di Hanggar Pangkalan Udara Militer Mali di Bamako, Senin, 14 Januari 2013 (reuters)

MALI (SALAM-ONLINE): Lagi-lagi dengan dalih perang melawan terorisme, melalui permintaan pemerintah pusat setempat, Prancis menggelar perang di Mali.

Prancis mengerahkan 1400 personil tentaranya. Yang  jadi target kali ini, kelompok bersenjata yang diklaim menguasai sejumlah kota yang ingin menerapkan syariat dan mendirikan negara Islam.

Apakah Mali akan berubah menjadi “Afghanistan” berikutnya? Apakah peperangan dijadikan dalih yang sebenarnya untuk menghentikan pertumbuhan kelompok bersenjata dan memerangi ideologi yang dianggap ekstrem lantaran hendak menerapkan syariat Islam? Ataukah perang di Mali utara adalah perang Salib terhadap Islam?

Apa sesungguhnya tendensi dalam perang ini; menjaga persatuan Mali atau ada kepentingan eksploitasi terhadap sumber kekayaan alam yang besar di kawasan itu? Bagaimana implikasi perang ini atas negara-negara tetangga; Aljazair, Mourotania dan Negeria?

Chaos militer di Mali bermula sejak 21 Maret 2012. Sekelompok militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan resmi setelah mereka menguasai istana kepresidenan di Ibukota Bamako.

Kudeta ini dilakukan lima pekan sebelum pemilu presiden putaran pertama di Mali yang rencananya akan digelar pada 29 April tahun lalu. Kelompok kudeta beralasan bahwa pemerintah harus diambil alih karena tidak mendukung penuh perang atas kelompok-kelompok Arab di wilayah Mali bagian utara yang bersenjata.

Tak ada faktor kudeta di Mali yang terjadi sejak 9 bulan lalu kecuali karena memusuhi kelompok Islam di Mali Utara. Hal itu belum berubah hingga sekarang.

Kelompok kudeta sekuler yang dikendalikan oleh komandan-komandan junior di militer Mali menilai bahwa kekuasaan Islam terhadap Mali Utara akan mengancam eksistensi mereka. Sesuai dengan ideologi sekuler yang ingin menyingkirkan Islam dari kehidupan rakyat Mali, padahal umat Islam adalah penduduk mayoritas di sana.

Mali adalah negara Muslim terbesar di Afrika. Warga Muslim di sana adalah 90 persen dari total penduduknya, pemeluk Kristen 5%, dan lainnya 5% dari total penduduk 15 juta sesuai data tahun 2009. Sebagian besar penduduknya terkonsentrasi di wilayah Mali selatan yang lebih subur. Sementara di Mali utara lebih banyak gurun pasir dengan wilayah tandus.

Baca Juga

Menyusul kudeta militer di Mali, sejumlah kelompok Islam menyatakan kemerdekaan wilayah Ozowad (Mali Utara) dari negara Mali karena khawatir hilangnya identitas Islam di wilayah tersebut.

Selain itu, mereka juga ingin menerapkan syariat Islam sebagai hukum. Karena itu, kelompok Anshar ad-Din (Ansar Dine) yang menguasai kota Timbuktu menyatakan mereka saat ini bertempur demi Islam di Mali dan melawan revolusi (kudeta) yang meletus bukan atas nama Islam.

Komandan militer Anshar ad-Din Umar Hamahay menegaskan, “Perang kami perang suci. Ini perang legal. Kami melawan aksi kudeta dan kami menentang disintegrasi. Kami melawan semua revolusi yang tidak mengatasnamakan Islam. Kami ingin menerapkan Islam atas nama Allah. Kami bukan hanya ingin Ozowad.”

Karena itu, negara-negara barat yang dalam hal ini dipimpin Prancis berusaha menghabisi benih-benih dan fajar bagi negara Islam di Mali. Menurut jubir Anshar ad-Din, Walid Baumamah, rahasia operasi militer Prancis di Mali target utamanya sesungguhnya adalah Aljazair. Menurutnya, proyek Prancis kali ini adalah mengembalikan posisi Prancis di kawasan yang sudah kuat sejak tahun 1960-an. (Asy-Syuruq, Aljazair)

Sayangnya, negara-negara barat dan sebagian negara Islam justru melakukan intervensi mengubur gerakan Islam di Mali Utara. Sementara rakyat Suriah dibiarkan babak belur bersimbah darah akibat kebrutalan Basyar Asad dan kelompok Syiahnya.

Mali-perang di Mali, apakah jadi Afghanistan kedua-jpeg.imagePara ulama di provinsi Ozowad telah mengeluarkan pernyataan halalnya darah dan harta semua pihak yang melakukan intervensi militer di negeri tersebut dan orang-orang yang bekerjasama dengannya. Dalam pertemuannya dengan Jamaah Anshar ad-Din, di kota Ariyaw mereka menegaskan, semua yang berkomplot dengan pasukan asing dalam perang anti Islam, halal darahnya.

Prancis mungkin tidak sendirian. Sebab perang diperkirakan akan melibatkan sejumlah negara lain, di samping pasukan Mali sendiri. Sejumlah negara besar kemungkinan akan tergabung dalam perang atas Mali Utara.

Negara Mali adalah negara Islam ke-8 setelah Irak, Afghanistan, Pakistan, Yaman, Libya, Somalia dan Filipina yang mengalami operasi militer yang dilakukan oleh pasukan barat. Korbannya adalah rakyat sipil yang sebagian besarnya adalah wanita dan anak-anak. (spiritislam)

salam-online

Baca Juga