SUKOHARJO (SALAM-ONLINE): Gaung tuntutan pembubaran Densus 88 terus menggema. Desakan dibubarkannya Densus 88 kali ini datang dari acara diskusi di sebuah masjid di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Bertempat di Masjid Baitul Makmur Solo Baru Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Ahad (10/2/2013) Gerakan Mahasiswa untuk Syariah Islam (GEMA SALAM) mengadakan Diskusi Ilmiah dengan tema ‘Solidaritas untuk Korban Kekejaman Densus 88’.
Hadir sebagai Narasumber Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC) Endro Sudarsono, S.Pd dan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Surakarta Ustadz Khoirul RS.
Dalam paparannya sekretaris ISAC menilai munculnya Densus di Indonesia nampak sekali untuk kepentingan asing. Disebutkan, Dana Operasional Densus berasal dari Amerika dan Australia.
“Target Operasi hampir seluruhnya aktivis Muslim. Tujuannya melemahkan kekuatan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, dalam menindak terduga teroris, Densus 88 sering menyalahi prosedur seperti tanpa disertai surat penangkapan, kerap melakukan tekanan fisik dan psikis saat penyidikan, bahkan hak memilih penasihat hukum pun dibatasi.
Menurut Endro, beberapa kasus justru Densus 88 melakukan salah tangkap, menganiaya bahkan menembak mati sebelum adanya putusan pengadilan. “Hal ini jelas dikategorikan Pelanggaran HAM berat,” tegasnya.
“Secara khusus, berdasarkan Kajian dari Tim Pencari Fakta ISAC, kasus tembak mati Muhsin dan Farhan serta penangkapan Bayu terkesan by design, dan diduga kuat ada konspirasi di dalamnya,” ungkapnya.
Karenanya, menurut ISAC, keberadaan Densus 88 jelas sangat merugikan umat Islam dan bangsa Indonesia. Maka, selayaknya organisasi di tubuh Polri ini dibubarkan.
Sebagaimana ISAC, Ustadz Khoirul pun minta Densus dibubarkan. Alasannya, Densus 88 sudah memusuhi umat Islam. Ia menambahkan, membunuh seorang Muslim tanpa alasan yang haq adalah Neraka Jahanam tempatnya.
Parahnya lagi, menurut Ustadz Khoirul, korban tembak mati tidak segera dipulangkan. Bahkan di beberapa daerah, untuk pemakaman para korban yang ditembak mati itu kerap dilakukan penolakan. Ustadz Khoirul mencontohkan di Solo dan Sragen.
“Densus juga tidak mengenal asas praduga tak bersalah, tidak ada anggota densus yang salah prosedur diadili,” sesalnya.
Acara yang berlangsung sejak pukul 13.00 WIB itu berakhir pada pukul 15.00 WIB. (salam-online)