Ingin ‘Menikah’ dengan Pria, Seorang Waria Ajukan Tuntutan ke Pengadilan Hong Kong

hong_kong_symphony_of_light_by_hkhsbc-jpeg.imageSALAM-ONLINE: Seorang waria mengajukan tuntutan ke Pengadilan Banding Akhir Hong Kong agar bisa menikahi pacar lelakinya.

Waria dengan inisial W ini terlahir sebagai lelaki dan telah menjalani operasi ganti kelamin di sebuah rumah sakit beberapa tahun lalu. Karenanya ia berargumentasi bahwa dirinya kini resmi sebagai seorang wanita.

Kuasa hukumnya menyatakan dia terdaftar sebagai perempuan di paspor dan kartu tanda penduduknya, dan selalu dianggap sebagai perempuan dalam setiap aspek hidupnya.

Kantor catatan sipil Hong Kong menolak permintaannya untuk menikah karena akte kelahirannya masih mencatat dirinya sebagai seorang lelaki.

Pemerintah menilai dia tidak bisa menikah karena undang-undang Hong Kong melarang pernikahan sesama jenis.

“Undang-undang pernikahan bisa dan semestinya mengakui bahwa identitas seksual bisa diubah,” kata kuasa hukum W, David Pannick.

Dia menambahkan bahwa isu pernikahan sesama jenis tidak berlaku untuk kasus ini, dan operasi perubahan jenis kelamin W dilakukan atas kebutuhan medis dan dilakukan di rumah sakit publik yang didanai oleh anggaran pemerintah.

Sertifikat kelahiran W, yang tidak bisa diubah dalam undang-undang Hong Kong, masih mencatat dirinya sebagai seorang lelaki.

Baca Juga

Robert Ribeiro, salah seorang hakim saat ditanyakan apakah isu ini bisa diselesaikan dalam persidangan, menjawab: ”Masalah tersebut mungkin harus diselesaikan melalui legislasi.”

W membawa kasus ini ke Pengadilan Banding Akhir setelah Pengadilan Tinggi Hong Kong menolak kasusnya di tahun 2010.

Saat itu, Hakim Pengadilan Tinggi Andrew Cheung mengatakan dia tidak melihat adanya bukti untuk mendukung ”adanya perubahan konsesus sosial di Hong Kong terkait pernikahan mencakup pasca operasi transeksual”.

Transeksual yang telah menjalani operasi ganti kelamin diizinkan menikah di sejumlah negara, termasuk Cina, beberapa negara Eropa dan Kanada.

Hong Kong, yang menjadi koloni Inggris hingga 1997, memiliki kebebasan otonomi dari Beijing.

Pemerintahan diatur berdasarkan azas ”satu negara, dua sistem”, yang disepakati Cina untuk menjaga sistem ekonomi dan sosial kawasan ini selama 50 tahun dari tanggal penyerahan koloni. Sumber: bbc indonesia (salam-online)

Baca Juga