JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pemerintah menggeber proyek pembangkit listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla 3X110 Mega watt (Mw). Bahkan groundbreaking ditargetkan rampung sebelum kabinet bubar.
Pembangunan proyek yang terletak di Sumatera Utara tersebut menelan investasi USD 1,5 miliar.
Pembangunan dipimpin PT Medco Power Indonesia dengan konsorsium perusahaan multinasional Itochu, Kyushu dan Ormat.
Nah, usut punya usut, Ormat rupanya perusahaan asal “Israel”. Ormat didirikan pada tahun 1965 di Yavne, “Israel”, oleh Lucien Bronicki.
Telusuran Aktual.co, Ormat Industries merupakan penyedia teknologi energi alternatif dan terbarukan.
Awalnya Ormat hanya pemasok peralatan pembangkit listrik. Namun pada 1990-an perusahaan mengubah strategi dan memutuskan untuk tidak hanya menyediakan peralatan pembangkit listrik, tetapi juga untuk memiliki dan mengelola stasiun energi listrik alternatif dan terbarukan.
Pada1991 Industri Ormat terdaftar di Tel Aviv Stock Exchange dan saat ini termasuk dalam Indeks TA-25.
Dikutip dari situs resmi Ormat, Kamis (11/4/2013), partisipasi Ormat dalam proyek Sarulla memasok Converters Energy untuk pembangkit listrik. Selain itu, Ormat, melalui anak perusahaannya Ormat International Inc, memegang kepemilikan saham 12,75% di Sarulla.
Ormat berharap bisa meraup USD 254.000.000 terkait dengan penjualan peralatan selama masa konstruksi Sarulla.
Ormat mengklaim, teknologi mereka memungkinkan reinjeksi hampir 100% dari fluida panas bumi kembali ke dalam reservoir, menjaga kesinambungan daya sumber daya panas bumi sehingga meningkatkan dan mengurangi efek negatif dari gas.
Dita Bronicki, Chief Executive Officer Ormat, mengaku senang dengan proyek Sarulla. “Proyek ini, merupakan kali pertama kami masuk ke Indonesia,” kata Bronicki.
Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Kamis (11/4/2013) mengatakan, proyek Sarulla yang sempat dihentikan di tahun 1997 karena krisis ini, mulai berjalan lagi sejak tahun 2003, namun sering mengalami bottleneck.
“Proses ‘debottlenecking’ PLTP Sarulla ini langsung saya kawal sendiri,” kata Boediono.
Ia menjelaskan, dimulai dengan renegosiasi tarif listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM, berlanjut dengan pembahasan amandemen ESC/JOC antara konsorsium SOL dengan dua BUMN–PLN dan Pertamina–yang dikawal oleh Menteri BUMN, hingga sampai terbitnya SJKU yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.
Salah satu milestone kunci dalam debottlenecking geothermal ini adalah terbitnya Peraturan Bersama (Perber) Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN tentang status kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama (JOC). (aktual.co)