KUDUS (SALAM-ONLINE): Jenazah Bayu Stianto alias Ustadz Harun yang meninggal dalam penggerebekan Densus 88 Mabes Polri di rumah kontrakan di Dusun Kembaran, Desa Ungaran, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Kamis (9/5/ 2013) tiba di kampung halamannya, Desa Hadipolo Rt 5 Rw I Kecamatan Jekolo Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (24/5/ 2013) sekitar pukul 03.00 WIB dini hari.
Jenazah dishalatkan di masjid Baitul Makmur dan dimakamkan di pemakaman Ploso yang berjarak sekitar 500 meter dari kediaman Bayu, diiringi ratusan orang yang merupakan rekan dan kerabat Bayu serta beberapa warga desa setempat. Sepanjang perjalanan takbir berkumandang.
Spanduk bertuliskan “Ahlan Wa Sahlan Kafilah Syuhada Ustaz Harun atau Bayu Setianto Rohimahullah, Semoga Allah Subhanahu Wata’ala Menerimanya sebagai Syuhada” juga ikut menyambut kedatangan Bayu. Ada juga spanduk bertuliskan “Selamat Datang Mujahid, Kami Akan Meneruskan Perjuanganmu” dan “Mereka Mujahid, bukan TERORIS” yang terpasang di gang masuk menuju rumah bayu.
Jenazah Ustadz Harun tak Ada Luka Tembak
Seperti halnya jenazah Basari yang gugur dalam penggerebekan terduga “teroris” di Kabumen, Kamis (9/5/2013), menurut kesaksian dan sumber yang berada di RS Sukanto Jakarta, Kamis (24/5 2013), jasad Ustadz Harun pun tidak ditemukan luka tembak. Tetapi punggungnya memar, kepala bagian kiri, termasuk matanya hancur, telinganya pecah dan ada jahitan. Mata kanan ringsek ke belakang.
ISAC Pertanyakan Sikap Pembiaran Presiden SBY
Menurut catatan The Islamic Study and Action Center (ISAC), kejadian penyiksaan ataupun tembak mati terduka “teroris” sudah massif dan berdampak luas. Sejak dari Malang, Wonosobo, Sukoharjo, Poso, Bima, Solo, Medan, Bekasi dan Bandung, tampak bentuk represif dan militeristik Densus 88.
“Fakta-fakta ini mungkin bisa berlanjut ketika SOP Densus dalam hal tembak mati tetap dipertahankan,” ujar Sekjen ISAC, Endro Sudarsono, S.Pd, dalam rilisnya kepada salam-online, Jumat (24/5/2013).
Endro menyayangkan, saran, kritik, rekomendasi, nasihat dari Komnas HAM, DPR RI, LSM, Ormas, Kampus, Tokoh Agama maupun MUI, ternyata tidak mampu mengubah paradigma Densus 88 dalam penanganan “terorisme” di Indonesia. Sementara itu, menurutnya, Presiden SBY terkesan melakukan pembiaran atas perilaku Densus 88.
“Berbeda sekali ketika Presiden SBY menyikapi oknum Kopassus dalam masalah di LP Cebongan. Semestinya Densus 88 pun tidak kebal hukum, walaupun mendapat sponsor dari Amerika dan Australia,” ujarnya.