Takut dengan Mujahidin, ‘Israel’ Beralih Dukung Asad
SALAM-ONLINE: Walaupun selama ini “Israel” mencurigai rezim Syiah Nushairiyah Basyar Asad memasok senjata ke milisi Hizbullah di Libanon, namun membanjirnya kelompok Islam (Mujahidin, red) ke dalam Suriah mulai membuat khawatir sang Zionis.
“Israel mulai berpikir lebih baik jika Presiden Asad bisa bertahan jika ternyata alternatif penggantinya adalah kemenangan kelompok islam yang jelas akan memusuhi Israel,” kata salah seorang pejabat “Israel” seperti dikutip The Times kemarin, Sabtu (18/5/ 2013).
Sumber Intelijen “Israel” menyebutkan bahwa bertahannya Asad walaupun dalam kondisi lemah, itu lebih baik bagi Zionis daripada membiarkan rezim tersebut tumbang.
“Lebih baik mempertahankan setan yang kita kenal daripada diambil alih kekuatan iblis yang hanya bisa kita bayangkan seperti apa jadinya jika Suriah sampai jatuh kepada situasi chaos dan kaum ekstrimis dari seluruh Arab berkumpul di situ,” ujar pejabat senior intelijen “Israel” yang berbicara di Utara wilayah pendudukan “Israel”, Sabtu kemarin.
Pejabat Kementerian Pertahanan “Israel” yang lain menyatakan, “Negara kami yakin bahwa rezim Asad akan runtuh sebentar lagi. Kami sejujurnya tidak yakin jika Asad akan bertahan dan lebih yakin jika para pemberontak pada akhirnya akan menang,”
Perubahan sikap “Israel” juga terkait dengan menguatnya keraguan pihak Barat akan segera runtuhnya rezim Asad setelah serangkaian pengiriman persenjataan canggih dari Rusia untuk rezim Asad baru-baru ini.
Sementara itu keputusan Rusia untuk terus menyuplai senjata anti pesawat udara dan anti kapal laut terus dilakukan. Presiden Asad sangat menekankan pentingnya penguatan persenjataan anti pesawat dan kapal terkait penerapan no-fly zone.
Kekhawatiran “Israel” semakin meningkat seiring dengan kian membanjirnya Mujahidin memasuki Suriah.
Sebenarnya sejak tahun lalu, Ehud Barak, mantan Menteri Pertahanan “Israel”, dan Meir Dagan, mantan Kepala Intelijen Mossad, telah memprediksi rezim Asad “cepat atau lambat” akan runtuh juga. Kalau pun bisa bertahan hanya beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun sebelum akhirnya ia terbunuh atau diasingkan keluar dari Suriah.
Namun “Israel” dan Amerika selama ini telah telah memperhitungkan strategi militer rezim Asad dan konsentrasi pendukungnya dari sekte Alawiy (salah satu sekte Syi’ah) di jantung Utara Suriah, penggunaan 60.000 pasukan milisi yang dilatih oleh penasihat militer dari Iran, dan pengerahan milisi Hizbullah dari Libanon. Rusia juga terus menerus mem-back up dengan mengirim tidak hanya 200 unit rudal anti kapal S-300, namun juga rudal dari darat ke udara.
Jenderal Martin Dempsey, kepala staf pasukan gabungan Amerika, mengutuk pengiriman persenjataan canggih tersebut. “Apa yang saya benar-benar khawatirkan adalah bahwa Asad sejak menerima bantuan senjata tersebut makin percaya diri sehingga membuat dirinya salah perhitungan,” tandasnya di Pentagon, Jum’at (17/5/2013) malam.
Di sisi lain, “Israel” sangat khawatir konflik akan merembet mengarah ke utara tetangga Suriah. “Anda dapat melihat oposisi Suriah berjuang menggulingkan tentara dan rezim Asad,” demikian Letnan Jenderal Benjamin Gantz, Kepala Staf Pertahanan “Israel”, mengatakan dalam wawancaranya dengan radio militer “Israel”.
“Kami yakin akan timbul perang lainnya di situ. Itu bisa terjadi di antara mereka, tapi bisa juga terjadi terhadap kita. Namun saya lebih yakin bahwa kita akan menyaksikan perang terjadi dua-duanya,” demikian prediksi Jenderal Benjamin Gantz.
Beberapa waktu lalu salah seorang juru bicara kelompok Mujahidin yang mengontrol wilayah Selatan Suriah mengisyaratkan bahwa mereka akan merebut kembali dataran tinggi Golan yag dikuasai oleh “Israel” pada perang 6 hari 1967.
“Kita melihat situasi ini mengarah pada apa yang disebut ‘Balkanisasi’ Suriah, dimana negeri ini akan terpecah, yaitu Asad menguasai bagian Utara terutama sekitar Damaskus sampai ke pantai Latakia, sedangkan oposisi akan menguasai sisa wilayah lainnya,” ujar Jenderal Gantz memprediksi masa depan Suriah.
Sementara itu pada bulan (Mei) ini salah seorang pejabat Suriah memperingatkan “Israel” bahwa mereka dapat saja “merespon agresi Israel” jika “Israel” terus menerus melakukan serangan udara atas konvoi persenjataan milik Suriah.
Di pihak lain, Amerika terus menekan “Israel” dan Turki untuk menahan diri dari aksi militer di tengah upaya Wahington mempertemukan rezim Suriah dengan pihak oposisi ke meja perundingan yang direncanakan diadakan bulan depan.
John Brennan, Direktur CIA, melakukan kunjungan mendadak ke “Israel“ kemarin, Sabtu (18/5/2013) untuk meyakinkan “Israel” akan pentingnya perundingan untuk penyelesaian konflik Suriah ini.
Amerika, Inggris dan Turki mendesak oposisi Suriah agar bersedia bertemu di Istanbul, Kamis (16/5/2013) lalu untuk bergabung dalam pembicaraan dengan pihak Asad. Rusia juga diminta untuk menekan Suriah agar bersedia mengirim pejabat seniornya sebagai representatif rezim Asad.
Boleh-boleh saja Amerika dan sekutunya, juga Rusia, berunding, tapi mereka tak akan pernah bisa mengelak dari Mujahidin, pejuang Suriah, yang tak hanya membikin rezim Asad kelimpungan, tapi juga membuat “Israel” dan AS ketar-ketir ! (Abu Akmal Mubarok/Salam-Online)