Komnas HAM: ‘Penyelenggaraan Miss World di Indonesia Langgar HAM’

Manager Nasution-komisioner komnas HAM-jpeg.image
Maneger Nasution

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Rencana penyelenggaraan ajang Miss World di Indonesia, September mendatang, mengundang banyak protes, khususnya dari kalangan Islam. Penolakan bukan sekadar acara ini umbar aurat, tapi lebih dari itu, ajang ini dinilai sarat misi ideologi kufur yang menjatuhkan harkat dan martabat kaum perempuan.

Jadi tidaknya perhelatan ini, harga diri umat dan bangsa jadi taruhannya. Karena itulah, demi martabat umat dan bangsa, kaum Muslimin yang tergabung dalam barisan berbagai ormas Islam khususnya menyatakan penolakannya terhadap rencana penyelenggaraan pesta yang jauh dari manfaat ini.

Dan, tak hanya ormas-ormas Islam, Komnas HAM pun angkat suara. Menurut Komnas HAM justru jika kontes kecantikan ini diselenggarakan di Indonesia, itu merupakan pelanggaran HAM.

“Ketika itu diselenggarakan di Indonesia, justru menjadi pelanggaran HAM,” kata Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam rilisnya yang diterima salam-online, Senin (26/8/2013). Kenapa?

“Karena kebebasan sebagai bagian dari HAM, sesuai Pasal 28 UUD 45, dibatasi oleh UU, susila, agama. Bagi masyarakat Indonesia wanita adalah Ibu, kehormatan bangsa. Kecantikannya bukan untuk dipertontonkan dan diperlombakan,” begitu alasan Maneger Nasution.

Karenanya, ajang yang mempertontonkan dan melombakan kecantikan wanita, jika dilihat dari sudut pandang HAM, sungguh tak elok–justru sangat merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan.

“Budaya kita lekat dengan kesantunan, tata krama, dan menjunjung tinggi kearifan. Kalau sampai pemerintah mengizinkan lembaga kontes kecantikan dunia menyelenggarakan perhelatan Miss World di Indonesia, ini jelas melampaui keadaban kita sebagai bangsa,” tegas Maneger Nasution.

Karena itu, ujar Maneger Nasution, seyogianya pesta Miss World tidak diselenggarakan di Indonesia. Bahwa itu dipandang sebagai kebebasan (bagian dari HAM), kita hormati. Tapi, sekali lagi, ketika itu diselenggarakan di negeri ini, justru menjadi pelanggaran HAM!

Akankah pemerintah dari negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini tak peduli, sehingga mengizinkan ajang yang berarti jadi pembenar bahwa penguasa negara telah melakukan pelanggaran HAM bagi bangsanya yang menolak kaum wanitanya dipertontonkan dan diperlombakan? Di mana harga diri, harkat dan martabat kita sebagai suatu bangsa yang, katanya, memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi?

Maka, jika pemerintah mengizinkan penyelenggaraan kontes yang notabene melecehkan nilai dan harkat kaum perempuan, merujuk pendapat Komisioner HAM di atas, itu artinya penguasa negeri ini telah merendahkan bangsanya sendiri. (salam-online)

Baca Juga
Baca Juga