JAKARTA (SALAM-ONLINE): Permintaan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Polda Metro Jaya kepada umat Islam untuk tidak melakukan takbir keliling ditentang Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnaen mengatakan, alasan melarang takbir keliling mengada-ada.
Menurut Joko Widodo, warga Jakarta cukup merayakan malam takbir di dalam masjid atau area sekitar tempat ibadah tersebut.
“Kita mengimbau masyarakat agar takbirannya di masjid-masjid saja. Tidak usah keliling, tidak usah konvoi,” pintanya, seperti dikutip detikcom, Senin (5/7/2013).
Mantan Wali Kota Solo itu menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepolisian Polda Metro Jaya agar mengamankan malam takbiran yang diperkirakan jatuh pada Rabu (7/8/2013) malam.
Karena itu, kata Jokowi, bila ada warga yang tetap mengadakan malam takbiran dengan keliling dan konvoi, mereka akan segera diamankan pihak kepolisian.
“Urusannya pada kepolisian,” ujarnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengimbau kepada seluruh warga untuk tidak melakukan konvoi takbiran, saat malam Lebaran.
“Sama seperti tahun sebelumnya, kami tidak rekomendasikan takbir keliling, terutama di jalanan ibu kota,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto.
Menurut Tengku Zulkarnaen, mensyiarkan Idul Fitri dengan bertakbir, tak hanya di masjid atau mushalla, adalah salah satu sunnah dalam ajaran Islam. Artinya, bisa dilakukan di jalan demi syiar. Karena itu, ia sangat keberatan kalau sampai dilarang.
“Alasan pelarangan takbir keliling ini sama saja pembangkangan terhadap ajaran Islam. Kalau dilarang, ini pengerdilan ajaran Islam,” kata Tengku, seperti dikutip Republika, Selasa (6/8/2013).
Ia mengatakan, jika takbir hanya diizinkan dilakukan di mushalla, sama saja polisi mengurung umat Islam. Itu lantaran Islam sebagai mayoritas di Indonesia tapi tidak lagi bebas disyiarkan. Itu menggelitiknya, lantaran tidak adil jika gerak-gerik kaum Muslimin malah dibatasi ketika menyambut perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Tengku mengingatkan, kepolisian hendaknya mencabut larangan takbir keliling. Kalau tidak, bisa muncul opini negatif bahwa Polri melakukan pandang bulu dalam mengeluarkan kebijakan. Karena pada malam tahun baru (masehi, red), seluruh masyarakat tumpah ruah ke jalan malah tidak dilarang.
Bahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sampai ikut larut dalam perayaan tahun baru (masehi). Karena itu, ia juga menilai aneh ketika umat merayakan tahun baru Islam (Hijriyah), cenderung dibatasi.
“Polri seperti mengerangkeng umat Islam, tapi membiarkan umat lain bebas merayakan malam tahun baru (masehi),” kritik Tengku.
Ia mengaku bisa memahami, kadang ada masyarakat yang berbuat kurang baik ketika melakukan takbir keliling di jalan raya. Namun hal itu lebih baik dikoordinasikan dengan ulama, pengurus masjid maupun ketua RT/RW setempat. Dengan demikian, masyarakat yang ingin mengekspresikan perayaan penyambutan Idul Fitri bisa menjalankannya dengan baik.
Dengan koordinasi yang baik dan langkah antisipatif, kata dia, segala hal negatif yang muncul bisa ditangani dengan baik. Hal itu sudah dicontohkan semasa Kepala Polda Metro Jaya Untung S Rajab yang mau bekerja sama dengan seluruh komponen umat Islam. Pada masa itu tidak ada larangan bagi kaum Muslimin yang ingin menggelar takbir keliling.
“Ibaratnya kami ingin supaya tertib agar hal negatif bisa diminimalisasi, bukan diberangus seperti sekarang,” ujar Tengku.
Jika malam tahun baru (masehi) yang bukan syiar Islam saja dibolehkan bahkan didukung dan dibackup dengan pesta pora dan hura-hura, lantas mengapa syiar Islam yang mayoritas di republik ini, justru dilarang dan dikerdilkan? Maunya apa? Jika syiar Idul Ftri dengan takbir keliling dilarang, maka perayaan tahun baru (masehi) yang bukan syiar Islam, bahkan cenderung pesta pora dan hura-hura, mestinya lebih dilarang lagi! Ini cara (pola) pikirnya seperti apa?
Karenanya, MUI meminta agar perayaan malam Idul Fitri dirayakan semua umat Islam dengan sukacita. Perayaannya harus lebih meriah dan gegap gempita dibanding malam tahun baru (masehi).
“Untuk itu, diserukan kepada seluruh umat Islam untuk menghidupkan malam Idul Fitri 1434 Hijriah dengan takbir, tahmid, dan Tahlil. Baik di rumah, di masjid, di jalan, di lingkungan komplek, di tempat pekerjaan, dan di mana pun berada,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam dalam keterangannya, dikutip dari detikcom, Selasa (6/8/2013).
Menurut doktor hukum Islam ini, takbir di malam Idul Fitri adalah sunnah dan salah satu syiar Islam yang dianjurkan bagi setiap Muslim di mana pun berada.
“Pengurus Masjid, pimpinan pesantren, majelis taklim, pimpinan ormas-ormas Islam diminta mengkoordinir pelaksanaan takbir di malam Idul Fitri secara berjamaah, baik dilaksanakan di lingkungan pemukiman, di masjid, di gang-gang, di jalan-jalan raya, dan di mana saja berada,” pintanya.
Niam juga menyerukan agar takbir keliling bisa dilaksanakan asalkan berkoordinasi dengan pihak keamanan. Takbir adalah syiar wujud kemenangan.
“Takbir keliling bagian dari syiar Islam, yang pelaksanaannya harus tetap memperhatikan keamanan, kenyamanan, ketertiban, dan kekhidmatan,” harapnya.
“Pemerintah dan aparat kepolisian diminta untuk menjamin terlaksananya syiar Islam ini, salah satunya takbir, baik di tempat maupun dengan takbir keliling, dengan memberikan pelayanan dan jaminan keamanan. Adalah tidak tepat jika ada pelarangan takbir keliling, atau imbauan takbir hanya dibatasi di masjid, karena takbir di malam Idul Fitri adalah bagian dari syiar Islam yang sangat dianjurkan dalam kondisi dan situasi apapun,” terangnya.
Maka, jika malam tahun baru (masehi) yang lebih massif saja aparat membackup dan mengawalnya supaya aman dan tertib, mengapa tidak untuk takbir keliling? Bukankah tugas aparat untuk mengayomi dan menertibkan, sehingga malam takbiran berlangsung syiar? (ROL/detik/salam-online)